Pengakuan Kepala Sekolah di Denpasar, Dana BOS Terlambat Sudah Jadi Rutinitas Setiap Tahun

Tahun 2020 ini BOS reguler akan ditrensfer langsung oleh Pusat ke rekening sekolah, dimana sebelumnya pencairan dana ini melalui Pemda

Penulis: Putu Supartika | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Dwi Suputra
Ilustrasi sekolah baru - Pengakuan Kepala Sekolah di Denpasar, Dana BOS Terlambat Sudah Jadi Rutinitas Setiap Tahun 

Pengakuan Kepala Sekolah di Denpasar, Dana BOS Terlambat Sudah Jadi Rutinitas Setiap Tahun 

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tahun 2020 ini, sistem pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sedikit berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Tahun 2020 ini BOS reguler akan ditrensfer langsung oleh Pusat ke rekening sekolah, dimana sebelumnya pencairan dana ini melalui Pemda.

Terkait hal itu, Kepala Sekolah di Denpasar menyambut baik rencana pemerintah tersebut.

Mereka menganggap hal ini menjadi angin segar sehingga tak terjadi keterlambatan lagi dalam pencairannya.

Salah satunya diungkapkan Kepala SDN 28 Dangin Puri Denpasar, Ida Bagus Made Wibawa, saat ditemui di Denpasar, Kamis (13/2/2020).

"Dari saya pribadi selaku kepala sekolah, sebenarnya ini dapat mempersingkat. Ini bagus dalam artian kemungkinan tepat waktu. Permasalahan yang sering kami hadapi dengan lambatnya datang dana BOS dengan berbagai prosedur kan menghambat pencairannya," kata Kepala Sekolah yang menjabat sejak Juni 2019 ini.

Walaupun demikian, sampai saat ini dirinya belum menerima petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) secara resmi terkait penerapan sistem baru ini.

Namun, pihaknya mengaku sudah mengunduh dari internet dan membaca di beberapa media.

Wibawa mengatakan selama ini, dana BOS yang dibutuhkan awal tahun di bulan Januari baru cair pada bulan Maret, sehingga menimbulkan permasalahan.

"Keterlambatan itu kan pasti menimbulkan masalah, dan dengan adanya kebijakan kementerian dari pusat langsung ke rekening sekolah kami sambut baik," katanya.

Ia mengatakan keterlambatan ini terjadi hampir setiap tahun dan sudah seperti menjadi rutinitas.

Sehingga mau tak mau dari sekolahnya selalu menyiapkan dana SILPA pada tahun sebelumnya untuk digunakan pada bulan Januari dan Februari tahun selanjutnya.

Sehingga dengan dana SILPA ini pihaknya tak melakukan peminjaman dana di luar untuk melakukan penalangan.

"Karena kalau minjem di luar, kan nanti temuan. Sehingga ada SILPA terdahulu untuk menalangi. Kita usahakan paling tidak cukup untuk satu dua bulan," katanya.

Paling tidak dengan dana ini yang bersifat emergensi, seperti dana pegawai bisa tertalangi.

"Jangan sampai pegawai kita kerja tidak dapat gaji, nunggu bulan ketiga baru dapat gaji, Karena rata-rata awal Maret baru keluar, sama seperti sekarang, kan sudah pertengahann Februari belum keluar juga," katanya.

Menurut analisanya, penyebab keterlambatan ini dikarenakan regulasi dan peraturan di daerah, karena sebelumnya dana ini harus masuk dana APBD lewat persetujan DPRD.

"Barangkali karena masuk kas daerah dulu, baru ke sekolah. Tapi saya tidak tahu lebih jauh ya. Yang jelas kalau tidak turun, saya mohon, kalau tidak mau apalagi, kami kan tidak bisa mencampuri," katanya.

Walaupun ada keterlambatan, menurutnya hal ini tidak sampai mengganggu proses pembelajaran karena pihaknya sudah terbiasa dengan keterlambatan ini.

"Ya karena sudah bisa diprediksi dan rutin, sehingga untuk tahun berikutnya kita siapkan dana SILPA. Dan bahwasanya dengan dana itu belanja pegawai tidak terhambat, kalau dana lainnya bulan ketiga keempat baru kita lakukan, seperti pengadaan barang atau perbaikan sekolah. Ya pintar-pintarnya kepala sekolah ngaturlah," katanya.

Sementara untuk sistem pembayarannya, baik dilakukan empat kali maupun tiga kali per tahun, dirinya mengatakan tidak menjadi masalah karena dalam pengelolaannya bisa disesuaikan.

Selain itu, rencana kenaikan dana BOS reguler untuk SD dari Rp 800 ribu tahun 2019, menjadi Rp 900 ribu persiswa tahun 2020 ini, dirinya pun baru membaca dari media.

Sehingga saat ini masih tetap menganggarkan Rp 800 ribu per siswa.

"Kami belum anggarkan Rp 900 ribu, karena kan belum tahu benar atau tidak, nanti kalau dianggarkan Rp 900 ribu ternyata masih tetap, kan kelabakan jadinya," imbuhnya.

Hal senada juga disampaikan Kepala SMPN 3 Denpasar, I Wayan Murdana.

Ia mengapresiasi apa yang dilakukan pemerintah untuk mencari pola terbaik dalam pencairan dana BOS ini.

"Yang dulu kan sudah baik, dan mudah-mudahan jadi lebih lancar dan lebih transparan. Walaupun sudah lancar kan pemerintah mencari pola-pola terbaik," katanya.

Ia berpandangan, apapun yang dibuat pemerintah demi kelancaran pendanaan akan diterimanya, dan ia berharap dengan sistem yang baru ini tak ada lagi keterlambatan.

"Tahun-tahun lalu agak terlambat mungkin karena birokrasi atau administrasi yang terlalu banyak, ini kan bagus ada pemangkasan administrasi. Tapi kepala sekolah kan bertanggungjawab besar untuk dana ini," katanya.

Ia menambahkan, setiap kepala sekolah memiliki cara penanganan untuk mengatasi keterlambatan ini.

Akan tetapi dirirnya tak mau membagikan cara menalangi dana BOS jika mengalami keterlambatan.

Murdana hanya mengatakan, untuk Kota Denpasar selama ini tidak pernah terlambat dalam pencairan dana BOS, apalagi dengan didukung sistem IT.

"Di Denpasar tidak pernah terlambat, apalagi IT sudah bagus. Mungkin administrasi lambat atau tidak lengkap, kan bisa jadi penyebab tidak cair. Kita tidak menyalahkan pemerintah saja, kan administrasinya mungkin terlalu banyak," katanya.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved