1.074 Babi Mati, Pemkab Badung Siapkan Lahan Untuk Penguburan

Bahkan dari catatan Dinas Pertanian dan Pangan setempat, hingga saat ini sudah ada 1.074 ekor babi yang mati.

Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Wema Satya Dinata
Istimewa
Salah satu ternak babi milik Eka yang mati diduga akibat virus ASF 

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA – Pemerintah kabupaten Badung kini akan menyiapkan lahan untuk penguburan babi yang mati di Badung.

Bahkan tim penanganan Penyakit Babi yang di bentuk Pemkab Badung masih berupaya mencari lahan kosong untuk menjadi tempat penguburan babi secara massal.

Penyediaan lahan tersebut, buntut dari banyaknya kasus kematian babi di Gumi Keris yang dibuang secara sembarangan.

Bahkan dari catatan Dinas Pertanian dan Pangan setempat, hingga saat ini sudah ada 1.074 ekor babi yang mati.

Seorang Warga PDP Covid-19 di RSU Negara Baru Pulang dari Ibadah Umroh

Dampak Corona, Banyuwangi Tunda Kompetisi Internasional BMX yang Diikuti 20 Negara

Tim Penanganan Penyakit Babi yang diantaranya terdiri dari Dinas Pertanian dan Pangan, Dinas LHK, Dinas PUPR, Satpol PP, BPKAD, dan aparat kepolisian ini pun terus berkomunikasi dengan perangkat yang ada di kecamatan maupun desa/kelurahan.

Tujuannya mendata lokasi yang pas untuk dijadikan tempat penguburan babi yang mati.

“Kami memandang perlu disiapkan lahan khusus untuk mengubur babi yang mati. Ini dalam rangka meminimalkan potensi menyebarnya penyakit ke babi yang masih sehat,” kata Ketua Tim Penanganan Penyakit Babi dr I Gede Putra Suteja, saat dikonfirmasi  Kamis (12/3/2020).

Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Badung itu menjelaskan untuk di Kabupaten Badung  kasus kematian babi semakin meluas, sehingga perlu lahan khusus untuk penguburan babi.

“Ini  khawatir kami, kalau tidak disiapkan lahan kusus, nanti lagi ada babi dibuang sembarangan, seperti kasus beberapa waktu lalu ada babi ditemukan di sungai,” jelasnya.

Pihaknya mengatakan, dalam penanganannya, begitu mendapat informasi ada kasus kematian babi, maka tim akan langsung bergerak melakukan pengambilan bangki babi dari peternak untuk dibawa ke tempat penguburan.

Jadi, katanya sifatnya tersentralisasi di satu tempat.

“Nanti prosesnya kan kita berkoordinasi dengan perangkat dibawah agar informasi lebih cepat didapat. Misalnya jika ada babi mati, peternak melapor ke desa, setelah itu perangkat desa mengadukan ke kami,” bebernya

Lanjut birokrat asal Desa Mengwitani, Kecamatan Mengwi, para peternak disarankan begitu ada babi mati langsung laporkan kepada petugas, sehingga penanganannya bisa  lebih cepat. “Tidak perlu khawatir bagi peternak, nanti tidak ada biaya sepeser pun kok untuk penguburannya,” tegas dr Suteja.

Disinggung mengenai lahan tersebut, pihaknya mengatakan saat ini sedang buatkan kajian. 

“kita apakan peternak ini, pemerintah akan membedayakan seperti apa terhadap peternak di Badung. Ini lah tugas dari tim yang dibentuk. Termasuk nanti kita juga akan  berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Bali maupun pemerintah kabupaten yang lain,” bebernya.

Sementara, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Badung Wayan Wijana, mengungkapkan hingga saat ini kasus kematian babi di Badung sudah mencapai 1.074 ekor.

“Petugas kami masih terus melakukan edukasi terutama terhadap kasus kematian baru agar tidak menyebar lebih luas dan memberi petunjuk penanganan bangkai babinya agar tidak mencemari lingkungan,” terangnya.

Pihaknya pun berharap, dengan dibentuknya tim penanganan penyakit babi tersebut, dirinya mengimbau peternak dapat berkoodinasi dengan Tim Penanganan Penyakit Babi.

 “Kami tim ini juga menyediakan sarana komunikasi melalui call center 112 maupun WA group yang khusus menangani mitigasi akibat kematian babi,” tandasnya.

Sementara,  Ketua Gabungan Usaha Peternak Babi Indonesia (GUPBI) Bali Ketut Hari Suyasa juga sempat  menyarankan agar pemerintah memfasilitasi penguburan tersebut.

 Hal itu lantaran banyak bangkai babi warga yang dibuang sembarangan.

“Memang ini yang kami inginkan. Sehingga masyarakat merasakan tindaklanjut pemerintah terkait babi mati,” ungkapnya.

 Fasilitas pemerintah diharapkan lantaran kondisi di lapangan ongkos penggalian tanah untuk mengubur babi mecapai ratusan ribu per ekor.

Sehingga seakan peternak merasa semakin rugi disaat peternak terkena wabah babi tersebut.

“Ini yang dikeluhkan peternak, jika babi mereka mati, mereka harus membayar Rp 100 sampai 200 ribu upah gali tanah untuk mengubur babi. Itu pun dibayar per ekor,” jelasnya

Lanjut pria asal Abiansemal Badung itu mengaku sangat memahami masalah peternak dilapangan yang kini mulai mengeluh.

Ia mencontohkan permasalahan di lapangan, jika peternak punya babi indukan 10 ekor babi dengan berat 300 kg. maka mereka harus mengeluarkan uang lagi untuk membayar tukang gali, jika babinya mati. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved