Terlambat Menikah Justru Membawa Dampak Positif dan Bikin Lebih Bahagia, Benarkah?

Menunda pernikahan dapat membuat Anda lebih bahagia dalam jangka panjang! Lho, kok bisa?

Editor: Irma Budiarti
Pixabay
Foto ilustrasi perayaan pernikahan. Terlambat Menikah Justru Membawa Dampak Positif dan Bikin Lebih Bahagia, Benarkah? 

Terlambat Menikah Justru Membawa Dampak Positif dan Bikin Lebih Bahagia, Benarkah?

TRIBUN-BALI.COM - Terlambat Menikah Justru Membawa Dampak Positif dan Bikin Lebih Bahagia, Benarkah?

Menurut penelitian terbaru University of Alberta, menunda pernikahan dapat membuat Anda lebih bahagia dalam jangka panjang!

Lho, kok bisa?

Dalam sebuah survei yang dilakukan terhadap 405 orang Kanada pada akhir sekolah menengah dan di awal usia paruh baya, mereka yang menikah pada usia yang sama atau lebih lambat dari teman sebayanya memiliki tingkat kebahagiaan dan harga diri yang lebih tinggi, serta lebih jarang depresi daripada yang menikah lebih awal, menurut peneliti ekologi keluarga, Matt Johnson.

Temuan ini diambil dari Edmonton Transitions Study, sebuah studi jangka panjang untuk orang dewasa yang berasal dari Kanada yang telah disurvei tujuh kali antara usia 18 dan 43 tahun, dimulai pada 1984.

"Rata-rata mereka cenderung menikah pada akhir 1980-an atau awal 1990-an," kata Johnson.

Di samping itu, usia rata-rata pernikahan untuk kelompok pria adalah 28 tahun, sedangkan wanita yaitu 25 tahun.

Johnson mengatakan, studinya bertujuan menentukan usia optimal pernikahan terhadap teman sebaya dari generasi yang sama, bukannya menentukan sebuah usia mutlak yang berlaku untuk generasi manapun.

"Usia tertentu bermasalah karena anak muda zaman sekarang menikah di usia yang berbeda dengan zaman dahulu, dan usia rata-rata untuk pernikahan menjadi semakin ‘tua’," katanya.

Pada abad ke-21, para generasi muda akan pulang ke rumah dan menghabiskan lebih banyak waktu menyelesaikan pendidikan dan mendapatkan pekerjaan fulltime.

Diterbitkan tahun lalu, di Journal of Family Psychology, studi yang berjudul "Better Late Than Early: Marital Timing and Subjective Well-Being in Midlife" ini, memiliki asumsi bahwa waktu yang ideal untuk berpasangan atau menikah kira-kira sama dengan teman sebayanya.

"Orang-orang yang melakukan sesuatu pada waktunya, akan mendapatkan penerimaan sosial seperti penerimaan dari keluarga dan teman yang akan membuatnya mudah dan tanpa beban menjalani transisi ini,” katanya.

"Mereka yang melakukan transisi terlalu awal atau terlalu akhir mungkin menerima sanksi sosial yang halus atau terbuka."

"Namun, kami tidak menemukan bahwa telat menikah adalah hal yang negatif dalam hal kesejahteraan subjektif masa depan."

Halaman
12
Sumber: Grid.ID
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved