Duduk Perkara Dua Desa Adat Bersitegang Soal Tapal Batas, MDA Karangasem Bentuk Tim Pengkaji

Dua desa adat di Kabupaten Karangasem yaitu Desa Adat Jasri dan Perasi bersitegang terkait masalah tapal batas, Kamis (19/3) siang.

Penulis: Saiful Rohim | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/Saiful Rohim
TENANGKAN MASSA -  Kapolres Karangasem AKBP Ni Nyoman Suartini  bersama tokoh Desa Adat Jasri menenangkan massa, Kamis (19/3). 

TRIBUN-BALI.COM, AMLAPURA - Dua desa adat di Kabupaten Karangasem, Bali yaitu Desa Adat Jasri dan Perasi  bersitegang terkait masalah tapal batas, Kamis  (19/3) siang.

Ketegangan memuncak, Kamis (19/3) sekitar pukul 10.00 Wita setelah penjor yang dipasang krama Adat Jasri  dirusak orang tak dikenal. 

Penjor yang dirusak jaraknya sekitar 5 meter dari perbatasan antara kedua desa.

Penjor yang rusak sebanyak dua batang.

Krama Adat Jasri mendirikan penjor dalam rangkaian upacara usaba nini dan usaba desa.

Upacara ini adalah  prosesi besar Desa Adat Jasri.

Penjor didirikan sehari sebelumnya. Perusakan penjor baru diketahui sekitar pukul 10.00 Wita, Kamis (19/3)  oleh seorang warga Jasri.

Massa yang kumpul di perbatasan desa langsung diadang anggota Polres Karangasem

Kapolres Karangasem, AKBP Ni Nyoman Suartini didampingi Kompol Aris Purwanto serta tokoh Adat Jasri menenangkan massa di TKP.

Pantauan Tribun Bali di lapangan, krama Adat Jasri yang turun ke jalan ratusan orang. Arus lalu  lintas sempat macet beberapa jam lantaran jalan tertutup.

Massa baru membubarkan diri sekitar pukul 13.30 Wita setelah ditenangkan tokoh desa serta aparat kepolisian.

Mediasi pun berlangsung di Polres setempat.

Polisi yang dikerahkan untuk amankan  massa ratusaan orang. 

Rinciannya 74 dari Brimob, 34 personel dari Polda Bali, 34  dari Polres Klungkung ditambah 74 personel dari Karangasem.

Hingga kini polisi masih  menjaga perbatasan kedua desa.

Kapolres Karangasem, AKBP Ni Nyoman Suartini menjelaskan, proses mediasi berjalan lancar. Kedua belah pihak sepakat menyelesaikan masalah.

"Kepolisian tetap melakukan pendekatan preventif untuk antisipasi hal tidak diinginkan," kata Ni Nyoman Suartini, Kamis malam.

Ada lima poin yang disepakati kedua pihak saat mediasi.

Pertama, Desa Adat Jasri tetap menggunakan rute jalan untuk prosesi usaba nini yang digelar 19 Maret - 17 Mei 2020. 

Memasang penjor dan bener. Kelengkapan yang dipasang bukan penanda tapal batas.

Kedua, terkait tapal batas kedua belah pihak sepakat mengikuti  proses serta keputusan Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Karangasem dan Provinsi Bali.

Ketiga, Desa Adat Jasri serta Desa Adat Perasi sepakat menerima  putusan Majelis Desa Adat Kabupaten dan  Provinsi Bali.

Keempat,  hari Sabtu (21/3) pukul 18.30 Wita, dilaksanakan ngantag nyerit.

Sejak dilaksanakan ngantag nyerit, seluruh umat Hindu yang tinggal di Desa Adat Jasri tidak diperkenankan melaksanakan kegiatan meron busung hingga Selasa (24/3)  pukul 08.00 Wita,

Poin kelima, kedua belah pihak menyepakati dan mematuhi kesepakatan serta tak membuat hal yang dapat menganggu kamtibnas.

Apabila ada hal yang ingin disampaikan supaya  langsung hubungi Kapolres Karangasem.

Ketua MDA Karangasem, Wayan Arthadipa mengatakan, solusi tapal batas menunggu proses lebih lanjut. Untuk meneliti tapal batas perlu pendukungnya seperti peta belok, awig dan mendengarkan orang tua.

"Perdamaian ini hanya berkaitan dengan kelangsungan untuk upacara. Terkait tapal batas menunggu proses lebih lanjut,"  kata Arthadipa.

Majelis Desa Adat Kabupaten Karangasem akan bentuk tim panuraksa untuk meneliti serta mengkaji.

Tim berasal dari MDA. Kedua desa harus siapkan bahan.

Setelah itu buat keputusan bersama (saba kerta) di Karangasem.

"Seandainya keputusan tersebut tidak bisa diterima atau keberatan dari salah satu desa, tentu masih boleh atau boleh melakukan upaya banding ke Mejelis Desa Adat Provinsi Bali," tambah Wayan Arthadipa. (*) 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved