WIKI BALI

WIKI BALI - 6 Ogoh-Ogoh Ramah Lingkungan di Kota Denpasar Menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Caka 1942

STT di Denpasar menuangkan ide kreatif membuat ogoh-ogoh dengan bahan ramah lingkungan. Berikut 6 ogoh-ogoh berbahan ramah lingkungan di Kota Denpasar

Penulis: Noviana Windri | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Tribun Bali/I Putu Supartika
Ogoh-ogoh Sanghyang Penyalin Banjar Dangin Peken Sanur, Denpasar, Bali. 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Noviana Windri Rahmawati

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Semakin ngetrennya ogoh-ogoh berbahan ramah lingkungan membuat para pemuda Seka Teruna Teruni (STT) di banjar-banjar Kota Denpasar berlomba-lomba membuat ogoh-ogoh ramah lingkungan dan menuangkan seluruh ide-ide kreatifnya.

Ada yang membuat dari kuaci, biji-bijian, kerupuk udang dan bahan ramah lingkungan lainnya untuk menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Caka 1942.

Berikut 6 ogoh-ogoh berbahan ramah lingkungan di Kota Denpasar.

1.   Pengadangadang

Ogoh-ogoh yang dipamerkan dalam Pameran dan Lomba Sketsa Ogoh-ogoh Caka 1942, Senin (16/3/2020)
Ogoh-ogoh yang dipamerkan dalam Pameran dan Lomba Sketsa Ogoh-ogoh Caka 1942, Senin (16/3/2020) (Tribun Bali/Rizal Fanany)

Ogoh-ogoh STT Tunas Muda, Banjar Dukuh Mertajati, Sidakarya yang diberi nama ‘Pengadangadang’ dengan bahan dasar pembuatan ogoh-ogoh ‘Garuda Pengadang’ dari kardus bekas, koran bekas, dan ulatan bambu.

Uniknya, ogoh-ogoh ‘Garuda Pengadang’ berlapis ribuan kuaci dan wijen di mana proses penggarapan ogoh-ogoh dimulai sejak 5 Januari 2020.

“Bahan-bahan untuk untuk ogoh-ogoh figuran dari kardus bekas untuk kerangka dasar. Sedangkan untuk ogoh-ogoh utamanya tetep pakai ulatan bambu."

"Ogoh-ogoh figurannya kami lapisi wijen. Sedangkan ogoh-ogoh utamanya kami lapisi kuaci,” jelas Ade Widiantara, Ketua STT Tunas Muda, Banjar Dukuh Mertajati, Sidakarya, Rabu (4/3/2020).

Anggaran untuk pembuatan ogoh-ogoh ‘Garuda Pengadang’ sebanyak Rp 40 juta.

Untuk membuat ogoh-ogoh utama yang berlapis kuaci hingga saat ini telah menghabiskan sebanyak 10 kilogram.

Untuk ogoh-ogoh figuran yang berlapis wijen telah menghabiskan sebanyak 14 kilogram.

Ogoh-ogoh ‘Garuda Pengadang’ memiliki panjang 9 meter tinggi 5 meter dan terdiri jadi 3 bagian, yakni bagian kelahiran, kehidupan, kematian. 

Terdapat 7 karakter dalam ogoh-ogoh ‘Garuda Pengadang’ yaitu karakter Garuda sebagai ogoh-ogoh utama dan 6 karater ogoh-ogoh figuran yang memiliki 6 sifat yang harus dilawan atau ‘Sad Ripu’.

Yaitu karakter kerbau, bunglon, anjing, monyet, buaya, dan tikus.

Karakter kerbau yang menggambarkan sifat dungu, karakter bunglon menggambarkan sifat yang tidak teguh pendirian dan berubah-ubah, karakter anjing yang menggambarkan sifat banyak bicara.

Karakter monyet menggambarkan sifat suka mengolok-ngolok dan suka berbohong, karakter buaya menggambarkan sifat yang tidak bisa menahan nafsu, dan karakter tikus yang menggambarkan sifat yang rakus.

2.     Legu Gondong

Ogoh-ogoh 'Legu Gondong' karya STT Dharma Subhiksa, Banjar Sasih Panjer, Denpasar, Bali, Rabu (4/3/2020).
Ogoh-ogoh 'Legu Gondong' karya STT Dharma Subhiksa, Banjar Sasih Panjer, Denpasar, Bali, Rabu (4/3/2020). (Tribun Bali/Noviana Windri)

Para pemuda STT Dharma Subhiksa, Banjar Sasih, Panjer, Denpasar pun membuat ogoh-ogoh cukup unik dan berbahan ramah lingkungan tentunya.

Ogoh-ogoh diberi nama ‘Legu Gondong’ terbuat dari ribuan biji-bijian seperti beras merah, ketan putih dan hitam, kacang hijau, biji jagung, selai itu juga dari serbuk kayu serta beberapa cangkang telur.

Pembuatan ogoh-ogoh ‘Legu Gondong’ sendiri dimulai sejak pertengahan Januari 2020 dengan anggara sebesar Rp 10 juta.

Ketua STT Dharma Subhiksa, Made Sandi Jaya menjelaskan biji-bijian yang digunakan didapatkan dari membeli dan sebagian didapatkan dari pemberian warga.

Sementara, untuk serbuk kayu didapatkan dari para pemuta STT mendatangi pengrajin kayu untuk meminta limbah serbuk kayu yang tidak dipakai.

Pemakaian bahan-bahan tersebut juga berdasarkan hasil diskusi dengan para pemuda STT untuk mendapatkan warna alami tanpa menggunakan warna buatan dari karakter ogoh-ogoh.

Ogoh-ogoh ‘Legu Gondong’ menggambarkan dua karakter yaitu legu atau nyamuk dan manusia.

Untuk biji-bijian digunakan pada bagian badan karakter ‘Legu’ atau Nyamuk yang warnanya didominasi hitam dan putih.

Serbuk kayu digunakan pada bagian badan karakter manusia untuk mendapatkan warna alami kulit manusia di Indonesia pada umumnya.

Sedangkan cangkang telur digunakan untuk kuku karakter manusia.

3.     Subrada Larung

Foto: ogoh-ogoh 'Subrada Larung' menghabiskan kerupuk udang sebanyak 25 kilogram
Foto: ogoh-ogoh 'Subrada Larung' menghabiskan kerupuk udang sebanyak 25 kilogram (TRIBUN BALI/NOVIANA WINDRI)

STT Dharma Castra, Banjar Tengah, Sidakarya, Denpasar Selatan membuat ogoh-ogoh 'Subrada Larung' memiliki keunikannya sendiri yaitu berlapis kerupuk udang mentah.

Arsitek ogoh-ogoh 'Subrada Larung', Kadek Doni Suarsana menjelaskan pembuatan ogoh-ogoh memakan waktu selama kurang lebih hampir 3 bulan terhitung dimulai sejak Januari 2020.

Bahan ramah lingkungan yang digunakan yaitu dari kertas bekas, plester, bambu, kardus dan kerupuk udang.

Alasan digunakannya kerupuk udang untuk sisik karakter ogoh-ogoh adalah karena mudah didapatkan.

Dalam pembuatan ogoh-ogoh 'Subrada Larung' menghabiskan kerupuk udang sebanyak 25 kilogram.

Kerupuk udang sendiri digunakan pada bagian sisik karakter naga dan badan raksasa.

Yaitu pada bagian tangan, punggung, ekor, dan kaki karakter naga.

Pada beberapa bagian tubuh karakter raksasa.

Bagian tersulit dari penggarapan ogoh-ogoh 'Subrada Larung' adalah pembuatan teknologi hingga pihaknya merangkai selama sebulan penuh.

Selain itu, juga mengalami kesulitan saat proses penempelan kerupuk udang karena susah dan tidak cukup sekali saja memberikan lem tetapi bisa sampai tiga kali.

4.     Sanghyang Penyalin

Warga memotret Ogoh-Ogoh Sang Hyang Penyalin di Banjar Dangin Peken, Sanur,Denpasar, Senin (16/3/2020).
Warga memotret Ogoh-Ogoh Sang Hyang Penyalin di Banjar Dangin Peken, Sanur,Denpasar, Senin (16/3/2020). (Tribun Bali/AA Seri Kusniarti)

Ogoh-ogoh ‘Sanghyang Penyalin‘ karya ST Dhananjaya, Banjar Dangin Peken, Desa Sanur Kauh, Denpasar, Bali seluruh badannya menggunakan penyalin atau rotan yang dianyam.

Ogoh-ogoh ini merupakan perwujudan Bhanaspati Raja dengan satu kaki menyentuh tanah dan satu lainnya mengambang dan dibagian belakang terdapat ekor.

Rotan ini pun tak diberi warna dan tetap menampilkan warna alami dari rotan tersebut.

Sementara itu, untuk tapel ogoh-ogoh menggunakan kertas koran dan tanah liat, sedangkan ornamen atau hiasan menggunakan kelopak batang pisang serta kelopak bambu.

Rotan yang ujungnya berisi gangsing dan janur itu seolah hidup mengikuti alunan lagu, meliuk-liuk.

Ide awal pembuatan ogoh-ogoh dengan rotan ini bermula dari sisa rotan yang digunakan untuk membuat instalasi.

Ogoh-ogoh karya Apel Hendrawan ini pun minim bugdet dan tak lebih dari Rp 20 juta.

5.     Ngeruak

Ogoh-ogoh Ngeruak Banjar Yangbatu Kauh Denpasar
Ogoh-ogoh Ngeruak Banjar Yangbatu Kauh Denpasar (Tribun Bali/Putu Supartika)

Ogoh-Ogoh karya ST Eka Dharma Canti, Banjar Yangbatu Kauh, Denpasar Timur, menggangkat tema Ngeruak.

Yang menceritakan sosok bhuta kala perempuan terlihat kurus kering dengan lidah menjulur serta rambut putih.

Sementara sosok bhuta kala lelaki juga tak kalah seram dengan tubuh agak gempal dan tarin yang runcing.

Uniknya dalam ogoh-ogoh ini, yakni warna pada bhuta kala lelaki menggunakan bunga kamboja kering.

Bunga yang digunakan yakni 2.5 kilogram.

Dalam pengerjaan, suasana gotong royong kental terasa.

Ada yang mengerjakan body, pepayasan, ukiran dan lain sebagainya dengan bimbingan undagi utama I Nyoman Wista Darmada dan I Wayan Boby Agus Sanjaya.

Sehingga selain dimanfaatkan untuk pembuatan ogoh-ogoh, ajang ini juga dapat memberikan bekal edukasi dan ketrampilan bagi anggota STT.

Seperti halnya membuat gantungan kunci dari ukiran kertas, serta membuat keterampilan lainya yang memiliki nilai ekonomis.

Untuk bahan pun dapat dikatakan unik, pasalnya selain menggunakan bambu dan kertas, dalam menciptakan tekstur juga turut digunakan tisue dan bunga jepun yang sudah kering. 

Terdapat pula tali enceng gondok, serabut kelapa, pelepah pisang, daun pisang kering dan banyak lagi bahan alam yang digunakan sebagai wujud ramah lingkungan

6.     Sang Bakasura

STT Perabhu, Banjar Ratna Bhuana, Sumerta Kauh, Denpasar Timur membuat ogoh-ogoh ini pun diberinama Sang Bakasura.

Untuk Pangerupukan tahun ini, mereka menggunakan bahan ramah lingkungan dalam pembuatan ogoh-ogohnya

Dimana pada tahun ini pemuda STT Perabhu mulai ngulat untuk kerangka ogoh-ogoh, kuku ogoh-ogoh dari serabut kelapa, untuk warna kulit dari Bakasura menggunakan kulit telur yang diminta dari pedagang nasi goreng maupun martabak.

Bahkan untuk mewarnai kulit Bakasura ini, diperlukan kurang lebih sebanyak 30 kg kulit telur.

Nantinya kulit telur ini akan dipernis dan ditambahi shading untuk memberikan efek bayangan.

Selain itu, untuk tapel juga menggunakan serabut kelapa, serta untuk saput menggunakan tapis (ijuk pohon kelapa) serta kembennya menggunakan motif lukisan kamasan khas Klungkung serta bagian kotaknya rencananya akan menggunakan kulit kacang tanah.

Tak hanya menggunakan bahan ramah lingkungan, ogoh-ogoh ini juga bisa membelah diri.

Bagian yang membelah diri yakni Sang Bakasura, dimana saat tubuhnya terbelah dari dalam tubuhnya keluar Krisna dengan membwa cakra serta menjunjung kepala Bakasura.

Untuk membuat ogoh-ogoh terbelah ini dirinya menggunakan dinamo pompa air serta smart breaker.

Selain itu untuk mengendalikannya ia juga menggunakan aplikasi android dan menyambungkannya menggunakan hotspot.

Bahkan untuk pembuatan ogoh-ogoh ini anggarannya kurang dari Rp 15 juta, dimana untuk membeli mesin Rp 3 juta, dan konstruksi Rp 5 juta serta keperluan lainnya.

Sementara tinggi ogoh-ogoh saat tubuh Bakasura tertutup yakni 4.2 meter, sedangkan jika dibuka dan Krisna keluar menjadi 4.5 meter. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved