Ekonom Ini Akui Krisis Moneter Mengintai, Trisno: BI Terus Perkuat Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah

Kepala Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho, menjelaskan penurunan Rupiah saat ini karena adanya shock outbreak COVID-19

tribunnews
Foto ilustrasi uang rupiah 

Memperkuat instrumen Term Deposit valuta asing, guna meningkatkan pengelolaan likuiditas valuta asing di pasar domestik, serta mendorong perbankan untuk menggunakan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) valuta asing yang telah diputuskan Bank Indonesia untuk kebutuhan di dalam negeri. 

Mempercepat berlakunya ketentuan penggunaan rekening Rupiah dalam negeri (Vostro) bagi investor asing sebagai underlying transaksi dalam transaksi DNDF, sehingga dapat mendorong lebih banyak lindung nilai atas kepemilikan Rupiah di Indonesia, berlaku efektif paling lambat pada 23 Maret 2020 dari semula 1 April 2020.

“Memperluas kebijakan insentif pelonggaran GWM harian dalam Rupiah sebesar 50bps yang semula hanya ditujukan kepada bank-bank yang melakukan pembiayaan ekspor-impor, ditambah dengan yang melakukan pembiayaan kepada UMKM dan sektor-sektor prioritas lain, berlaku efektif sejak 1 April 2020,” katanya.

Serta memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung upaya mitigasi penyebaran COVID-19. 

Disisi lain, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira,  mengatakan bahwa krisis moneter tidak bisa ditutupi lagi.

“Bahwa kondisi ekonomi semakin memburuk. Pelemahan kurs rupiah terhadap dollar yang bergerak dalam tempo cepat menjadi indikator pra-krisis ekonomi,” jelasnya kepada Tribun Bali, Senin (23/3/2020).

Bahkan diperkirakan krisis ekonomi akan lebih parah dibandingkan tahun 2008.

“Saya tidak mau menutup-nutupi lagi, bahwa amunisi bank sentral untuk meredam pelemahan rupiah makin terbatas,” tegasnya.

Hal ini bisa terlihat dari rasio cadangan devisa Indonesia yang kecil dibandingkan negara lainnya.

Perbandingan cadangan devisa terhadap PDB Indonesia menurut data CEIC per 2019 adalah 10,9 persen  dan trennya terus alami penurunan.

Sementara Rasio cadev terhadap PDB Malaysia 27,2 persen, Thailand 39,4 persen, dan Filipina 21,7 persen.

“Artinya dibandingkan negara lain di Asean, Indonesia paling kecil amunisi Bank sentral untuk menjaga stabilitas kurs rupiah,” sebutnya.

Ia menyarakankan kepada seluruh pengusaha baik pengusaha menengah-besar maupun UMKM, untuk bersiap menghadapi situasi yang terburuk.

Pelemahan kurs rupiah akan berjalan, dan tidak menutup kemungkinan krisis terjadi sebelum semester-I 2020 berakhir.

“Dengan krisis ekonomi, perusahaan harus lakukan langkah-langkah penghematan anggaran, mulai mengurangi ketergantungan pembiayaan valas, serta merubah strategi ekspansi menjadi lebih berhati-hati,” jelasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved