Apa Itu Istilah Quarantine Shaming di Tengah Wabah Covid-19? Begini Kata Psikolog

Imbauan pemerintah soal Physical dan Social Distancing menggema demi mencegah penularan virus Corona atau Covid-19.

Editor: Ady Sucipto
twitter.com/danedgustama via Tribun Jogja
Contoh tindakan berlebihan, 2 Orang Belanja di Supermarket Pakai APD Lengkap 

TRIBUN-BALI.COM -- Imbauan pemerintah soal Physical dan Social Distancing menggema demi mencegah penularan virus Corona atau Covid-19

Namun terkadang, di luar sana saat kebijakan sosial distancing diberlakukan, ada juga orang yang kita temui nekat mengenakan sarung tangan lateks untuk berbelanja. 

Ulah seperti ini kini mendapat kritikan tajam sebagai orang egois, arogan dan membahayakan diri dan lingkungan. 

Melansir Kompas.com, kritikan itu diistilahkan dengan quarantine shaming.

Kritikan terhadap orang yang tidak patuh pada aturan untuk tetap tinggal di rumah juga beredar di media sosial.

Bahkan, belakangan ini ada tagar #COVIDIOTS yang ditujukan pada mereka yang masih membuat acara kumpul-kumpul.

Dalam beberapa hari terakhir juga viral video dua orang memakai hazmat suit (alat pelindung diri) yang biasa dipakai tenaga medis, sedang berbelanja ke supermarket.

Kedua orang itu mungkin memakai pakaian tersebut untuk melindungi diri dari virus.

Tak ayal, cercaan pun ditujukan kepada kedua orang yang dianggap egois, mengingat saat ini para tenaga medis di seluruh daerah sedang mengeluhkan kekurangan APD.

Psikolog sosial mengatakan, upaya mempermalukan orang lain seperti itu bisa memainkan peran penting untuk mendorong pembentukan norma-norma sosial, terutama ketika norma dengan cepat berubah akibat wabah virus corona.

Kendati begitu, menjaga jarak sosial juga dianggap sulit, terutama ketika ada saran yang membingungkan tentang aturan kapan dan bagaimana orang boleh ke luar rumah. Saran dari otoritas juga seringkali membingungkan.

Di satu sisi kita diminta untuk tetap tinggal di rumah. Tapi di sisi lain, kantor tidak meliburkan karyawannya .

Kita diminta untuk menjaga jarak sosial, tetapi berdesak-desakan di kendaraan umum.

Apakah mempermalukan orang lain efektif? Mempermalukan orang alias public shaming lain bisa rumit dan kontroversial.

Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa orang yang menjadi korban dipermalukan online bahkan sampai kehilangan pekerjaan atau menerima ancaman kematian.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved