Ngopi Santai

Pelajaran Berharga dari Malangnya Nasib Karna

Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari epos kisah Mahabharata. Satu diantaranya kisah Sang Karna.

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/AA Seri Kusniarti
(Ilustrasi) Saat Kunti membuang Karna ke Sungai Gangga. 

Oleh Anak Agung Seri Kusniarti 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari epos kisah Mahabharata. Satu diantaranya kisah Sang Karna.

Tokoh Karna mungkin tak seterkenal Arjuna, atau Panca Pandawa lainnya. Namun tokoh ini merupakan poin penting, dari kemenangan Panca Pandawa saat berperang di Kuruksetra. 

Kenapa? karena Karna adalah kakak tertua Panca Pandawa, yang tidak diakui karena kesalahan ibunya Kunti

Nasibnya tak sebaik Panca Pandawa, yang diakui sebagai keturunan raja dan ksatria zaman Mahabharata. 

Awalnya, Putri Kunti mendapat anugerah dari Rsi Durwasa, yaitu bisa memanggil dewa. Rasa penasaran ingin mengetes anugerah tersebut. 

Kunti kemudian memanggil Dewa Surya. Tak dinyana, sinar Surya datang menghampiri.

Karena anugerah Rsi Durwasa, Dewa Surya memberikan seorang anak tanpa menghilangkan kesucian Kunti. Anak tersebutlah bernama Karna.

Kunti yang belum menikah, kebingungan dan takut. Ia menyesal atas tindakan cerobohnya. Akhirnya dibuanglah Karna ke Sungai Gangga dan berharap agar sang anak tetap hidup. 

Kunti menyimpan rahasia ini sampai menikah dengan Raja Pandu, dan menjadi orang tua Panca Pandawa

Karna akhirnya dipungut oleh Adirata, seorang kusir kuda. Ia hidup sederhana, dan tahu bahwa orang tuanya adalah orang tua angkat. Sebab Adirata dan istrinya tak mau membohongi Karna.

Karna yang hanya anak kusir, di zaman feodal tak memiliki status ksatria. Namun ia selalu bingung dengan kemampuannya yang tak seperti masyarakat biasa. 

Karna ingin kemampuannya diakui, tapi karena statusnya ia terus mendapat hinaan, apalagi dengan kemampuan yang dimiliki ia kerap diremehkan. 

Tak ada guru yang mau mengajarinya, termasuk Guru Drona, karena Karna bukan keturunan ksatria. Sampai ia belajar dengan Bhagawan Parasurama, dengan mengaku sebagai petapa.

Kemampuan Karna mampu menandingi Arjuna, dan membuat Duryodhana tertarik. Diangkat lah Karna menjadi Raja Angga dan masuk koalisi Korawa. 

Saat perang Kuruksetra, Karna bergabung dengan Korawa melawan saudara kandungnya para Panca Pandawa.

Sang ibu (Kunti) yang tahu Karna anak kandungnya terus sedih, atas kesalahan yang ia lakukan dahulu. 

Kesalahan yang membuat hidup Karna penuh hinaan dan jalan terjal. Karena statusnya berubah dari ksatria menjadi anak kusir. 

Sampai akhirnya Karna meninggal di tangan Arjuna, dan sejatinya Karna ada andil dalam kenangan Panca Pandawa

Dari cuplikan kisah ini, kita dapat mengambil pelajaran. Bahwa apapun yang dilakukan dengan main-main tak akan menghasilkan sesuatu yang baik. 

Orang tua yang tak mampu menjaga anaknya, membuat anaknya tak mendapatkan jalan yang baik dan benar.

Untuk itu, kesiapan dan tanggung jawab pasangan sangat penting sebelum melangkah ke jenjang pernikahan.

Sebab pernikahan sejatinya adalah upaya meneruskan keturunan ke dunia ini.

Anak adalah karunia Tuhan jadi harus dijaga dengan baik. (*) 

 


Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved