Corona di Indonesia

Jubir Kasus Covid-19: Ini Hal Yang Harus Dipikirkan Sebelum New Normal

Juru bicara pemerintah untuk penanganan kasus virus Covid-19, Achmad Yurianto, juga hadir dalam webinar online bersama Cok Ace

Istimewa
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, dr. Achmad Yurianto dalam konferensi pers di Graha BNPB Jakarta, Selasa (31/3/2020). 

TRIBUN-BALI.COM- Juru bicara pemerintah untuk penanganan kasus virus Covid-19, Achmad Yurianto, juga hadir dalam webinar online bersama Cok Ace.

“Masalah Covid-19 adalah masalah global atau dunia makanya disebut pandemi. Artinya tidak mungkin satu negara bisa melepaskan diri dan semakin lama kasus ini semakin melebar di seluruh wilayah tanah air,” jelasnya.

Kejadian hari per hari kasusnya masih terus bertambah, artinya bahwa proses penularan masih berjalan.

Dengan orang yang berpotensi menularkan berada di tengah masyarakat, dan ada masyarakat rentan tertular tidak sadar.

Posisi strategis Bali, harus siap menerima siapapun darimanapun bahkan untuk tujuan apapun.

“Namun harus disadari faktor pembawa penyakit ini adalah manusia,” tegasnya. Sehingga mobilitas manusia dalam melaksanakan fungsi sosialnya, akan menjadi pembawa penyebaran virus ini. Ia menjelaskan grafiknya masih fluktuatif luar biasa. Apalagi adanya perbedaan karakteristik wilayah dari Sabang sampai Merauke dari aktivitas sosial masyarakat.

Alasan aktivitas sosial, kata dia, pertama adalah faktor ekonomi dan faktor non ekonomi serta sosial budaya lainnya. “Harus disadari ini akan mempengaruhi transmisi penyakit dari satu orang ke orang lain karena faktor pembawanya adalah manusia,” tegasnya. Sehingga harus dipikirkan agar tetap produktif tetapi aman dari Covid-19.

Bahkan seluruh dunia berpikir sama, dalam bangkit kembali produktif tetapi aman dari Covid-19. Ini dasar, sehingga kebijakan apapun yang akan dilakukan dalam rangka produktif didasari oleh perilaku aman. Sebab jika perilaku tidak dikendalikan untuk menghindari Covid-19, maka jumlah yang sakit dan angka kematian, biaya, dan dampaknya juga mengikuti lebih buruk.

Namun dengan upaya lebih baik dan aman, disiplin ketat, maka semua masyarakat akan aman ke depannya. “Kita semua optimistis bisa melakukannya,” katanya. Pada prinsipnya, kata dia, ada 3 faktor yang harus dilakukan dalam strategi penanganan ini. Diantaranya mendeteksi, mencegah, dan merespon. Sehingga peran mencegah adalah peran dominan.

“Pandemi di masa lalu bisa ditangani, karena tidak ada lagi proses transmisi penularan. Sehingga lama-lama virusnya menghilang. Oleh karena itu kuncinya mencegah,” tegasnya. Kegiatan prevensi menjadi budaya baru, atau new normal dalam kerangka pencegahan. Ia mengingatkan PSBB ataupun tidak, suatu daerah tetap harus melakukan upaya preventif.

Ia mengingatkan, ada kegiatan sosial yang harus dibatasi dalam memutus rantai penyebaran. Sehingga kontak dekat, tetap berkerumun, tidak mencuci tangan, harus diganti menjadi langkah antisipasi. Lanjutnya, apabila di suatu daerah tidak signifikan terjadi penambahan kasus, tidak signifikan sebaran luas, dan local transmision, maka akan daerah tersebut akan dilonggarkan perlahan.

 Relaksasi dengan tetap social dan physical distancing dan terus dievaluasi. “Beberapa negara sudah melakukan ada yang berhasil dan tidak berhasil. Seperti di Selandia Baru fasilitas belanja dibuka tetapi menutup fasilitas food court, kalaupun makanan dijual itu harus take away,” katanya. Implementasi new normal, kata dia, harus dilihat aspek epidemologinya. Apakah kasusnya bertambah atau tidak, apakah ada penularan atau tidak. Apabila tidak terjadi berarti aman.

Kemudian dengan kesiapan sistem kesehatan, apakah fasilitas siap ataun tidak.  Semisal fasilitas mencuci tangan yang memenuhi syarat, atau penerapan physical distancing yang baik dan benar. “Ini ujian harian, day by day harus dinilai ini,” tegasnya. Sehingga perlu dibuatkan pedoman dan protokol. Harus sangat spesifik untuk sebuah daerah. Tidak mungkin dibuat secara nasional karena ada kearifan lokal dan kapasitas masing-masing daerah.

Sehingga semuanya harus lebih spesifik di setiap daerah dalam penerapan new normal ini. “Semisal di hotel, maka protokolnya harus spesifik di hotelnya dia saja. Beda dengan yang lain dan itu dikontrol setiap hari,” imbuhnya. Termasuk bagaimana penanganan bagaimana yang sakit, rujukannya, bagaimana kelompok yang rentan. Semuanya harus dipikirkan.

Ia menegaskan beberapa hal yang dibuat oleh kementerian hanyalah guiding saja. “Itu hal pokok, jadi harus diterjemahkan dalam pedoman operasional yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing,” katanya. Segmen peran bersama adalah mencegah sampai tingkat paling dasar. Bahwa manusia adalah subyek dan obyek untuk mencegah Covid-19. Sehingga bukan peraturan pemerintah yang digunakan untuk mencegah, tetapi komitmen masyarakat yang kuat untuk mencegah.

“Bukan menjalani new normal karena diperintah, tetapi karena sadar pentingnya hidup sehat,” tegasnya. Ia melihat kekuatan yang besar di Bali justru peran tokoh-tokoh non formal memiliki peran paling besar dalam mencegah penyebaran Covid-19. Sehingga muncul paradigma baru bukan karena diperintah melainkan kesadaran masyarakat yang dibangkitkan para tokoh untuk menjaga jarak dan kebersihan serta kesehatan dari penularan Covid-19. (ask)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved