Corona di Indonesia
Hampir Punah & Hilang Bertahun-Tahun, 2 Hewan Langka Ini Muncul Lagi di Masa Pandemi Covid-19
Bahkan ada pula hewan yang baru pertama kali ditemukan di Taman Nasional Gunung Ciremai.
TRIBUN-BALI.COM - Sejumlah hewan langka yang nyaris punah kembali bermunculan di masa pandemi covid-19 di beberapa taman nasional yang ada di Indonesia.
Bahkan ada pula hewan yang baru pertama kali ditemukan di Taman Nasional Gunung Ciremai.
Mari kita simak hewan-hewan tersebut :
1. Kodok Merah Gunung Salak
• Kasus Transmisi Lokal Covid-19 di Bali Meningkat, Koster: Sing dadi bengkung lan maboya
• Iuran Tapera Mulai 2021 : Perusahaan Wajib Potong Gaji Karyawan Sebelum Tanggal 10
• Petugas Damkar Kena Prank Laporan Palsu, Saat Tim Datangi Lokasi Ternyata Tidak Ada Kejadian
Akun instagram resmi TNGHS @halimunsalak_np, mengabarkan bahwa kodok merah kembali muncul di TNGHS pada Rabu (3/6/2020) malam.
Sebelumnya, Kodok Merah ini menghilang selama 5 tahun dari pantauan petugas TNGHS.
Beberapa volunteer dan petugas TNGHS yang tergabung dalam tim survei keanekaragaman hayati berhasil mendokumentasikan kemunculan Kodok Merah (Leptophryne cruentata) di sisi timur Gunung Salak.
Satwa yang dalam bahasa Inggris disebut bleeding toad ini memiliki karakteristik pola corak kulit tubuh berwarna merah seperti darah.
Spesies ini merupakan satu-satunya amfibi yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia.
Menurut The International Union for Conservation of Nature (IUCN), populasinya di alam berada dalam kondisi kritis atau critrically endangered.
Pada lokasi yang sama "kodok berdarah" ini terakhir dijumpai pada tahun 2015, dan TNGHS terus berusaha mencari keberadaannya.
Akhirnya pencarian selama dua tahun belakangan ini membuahkan hasil.
Kodok merah itu ternyata masih hidup dengan baik di TNGHS.
Selama masa pandemi covid-19 ini TNGHS memang menutup kunjungan umum.
Aktivitas pengelolaan kawasan juga dilakukan dengan terbatas, namun petugas tetap bekerja di lapangan.
• AirAsia Layani Mobilisasi Tenaga Kerja di Tanah Air
• Ramalan Shio 8 Juni 2020, Shio Kerbau Jangan Begadang untuk Hal Tak Penting, Bagaimana Shiomu?
• Lolos Masuk Bali Tanpa Rapid Test, 26 Sopir Asal Luar Bali Diamankan Tim Gabungan Satgas Covid-19
2. Tikus Gunung Ciremai
Sementara itu, sebelumnya, petugas Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) menemukan seekor tikus yang belum dapat diidentifikasi jenisnya.
Hal tersebut dikabarkan lewat akun resmi instagram Taman Nasional Gunung Ciremai @gunung_ciremai.
Dari foto yang diposting, tikus itu tampak berbulu cokelat dengan sedikit bulu hitam.
Ukurannya tubuhnya kecil, dan memiliki buntut panjang dengan motif kotak di sepanjang buntut.
Dalam tulisan yang diposting @gunung_ciremai dan ditulis oleh Robi Gumilang, disebutkan bahwa jenis tikus yang ditemukan ini belum tercatat di data TNGC.
Berdasarkan pencocokan dokumentasi dan buku panduan mamalia diperkirakan jenis tersebut adalah Tikus Ranai (Haeromys sp.) atau Nyingnying (Chiropodomys sp.).
Dalam kolom komentar, pihak TNGC menjelaskan bahwa identifikasinya masih awal dan belum yakin karena keterbatasan pustaka.
Oleh karena itu proses identifikasi masih terus berlanjut.
Selain itu, pihak TNGC juga memberikan kesempatan bagi untuk menjelaskan jika ada pembacanya yang mengetahui jenis tikus tersebut.
Sekadar diketahui, sepanjang 2007 - 2017, TNGC mencatat ada 12 jenis tikus dan cucurut di kawasan Gunung Ciremai.
Sehingga, bisa jadi tikus yang kini belum terindentifikasi jenisnya in akan menjadi jenis ke 13 yang ada di Gunung Ciremai.
Video Langka Elang Jawa Gunung Salak
Sementara itu, Petugas Taman Nasional Gunung Halimun Salak mendapat temuan unik dari keluarga elang jawa di salah satu sarang di sisi utara gunung salak.
Petugas bahkan sudah memberi nama terhadap seluruh individu dalam sarang di sisi utara gunung salak itu.
Jantan dewasa (ayah) dinamai Ki Jalu, betina dewasa (ibu) dinamai Nyai Beti, Jantan muda atau anak sulung Ki Jalu dan Nyai Beti dinamai Rakata, sedangkan anak bungsu Ki Jalu dan Nyai Beti dinama Wira.
Rakata usianya sudah 2 tahun, sedangkan Wira baru lahir sekitar akhir April 2020 ini.
Sehingga Wira belum bisa terbang, dan bergantung dari makanan pemberian induknya.
Lalu apa yang unik?
Ternyata Wira tidak hanya diberi makan oleh Nyai Beti.
Sang kakak, Rakata, ternyata ikut mencari makan untuk Wira.
Ditulis instagram resmi Taman Nasional Gunung Halimun Salak @halimunsalak_np, diketahui bahwa pertengahan Mei 2020 ini, Rakata terpantau berada di sarang bersama induknya.
Setidaknya sekali dalam sehari, Rakata membawa pakan ke sarang.
Setelah meletakkan pakan di sarang, Nyi Beti mencabik-cabik dan memberikan pakan itu kepada Wira.
Rakata terus tumbuh dan berkembang membantu pengasuhan Sang Adik, sebelum Wira benar-benar meninggalkan sarang, mencari rumah baru dan pasangan.
@halimunsalak_np menulis bahwa tandem nursing dapat dipahami sebagai aktivitas merawat dua anak secara bersama oleh sang Induk dalam satu sarang.
Momen ini tergolong sangat langka bisa dijumpai di habitat alaminya.
“Sepanjang pengetahuan kami, bahwa sampai saat ini belum ada yang mendokumentasikan dan mempublikasikan kejadian tandem nursing pada keluarga Elang Jawa,” cerita Wardi Septiana, PEH senior TanaHalisa.
Berdasarkan referensi dan komunikasi dengan para ahli, diantaranya Yamazaki, tandem nursing sangat mungkin terjadi karena masa pemeliharaan anak berlangsung selama 3 hingga 5 tahun sedangkan Elang Jawa sendiri berbiak setidaknya setiap 2 tahun sekali.
Tapi @halimunsalak_np tidak menjelaskan peran Ki Jalu.
Namun, diambil dari berbagai sumber oleh Warta Kota, salah satunya dari STUDI POPULASI ELANG JAWA (Spizaetus bartelsi STRESEMANN, 1924) DI GUNUNG SALAK oleh Dharmawan Pandu Pribadi, Program Studi Biologi FMIPA Universitas Negeri Jakarta, Indonesia pada tahun 2004.
Dari studi tersebut, dapat diketahui bagaimana peran pejantan dewasa elang jawa yang telah berkeluarga.
Ternyata elang jawa yang telah membentuk keluarga memiliki sifat unik, yakni menandai wilayah teritorinya dengan terbang berputar di atas sarang mereka.
Pada studi yang dilakukan oleh Dharmawan Pandu Pribadi, diketahui bahwa pada lokasi Kawah Ratu terdapat 2 individu Elang Jawa dengan rincian keduanya merupakan individu dewasa.
Selama penelitian di lokasi ini, kedua individu ini terlihat terbang bersama.
Ternyata terbang bersama antara jantan dewasan dan betina yang telah membentuk keluarga adalah untuk menunjukkan wilayah teritori mereka.
Sedangkan di lokasi lokasi Curug Seribu, terdapat 2 individu Elang Jawa dengan rincian keduanya merupakan individu dewasa.
Selama penelitian di lokasi ini, salah satu individu melakukan penyerangan dan akhirnya berkelahi.
Maka ditarik kesimpulan bahwa pasangan kawin Elang Jawa sangat mempertahankan sarangnya, salah satu elang dari pasangan kawin akan menyerang elang jenis lain maupun Elang Jawa lainnya bila memasuki teritorinya.
Dengan gambaran ini, nampaknya Ki Jalu punya mengambil peran menjaga sarang dari jantan-jantan elang jawa lain yang berani masuk ke wilayah teritori sarangnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul 2 Hewan Hampir Punah yang Muncul Lagi di Masa Pandemi Covid-19 Usai Hilang Bertahun-Tahun.