Corona di Bali

1.268 Desa Adat di Bali Sudah Selesai Susun Pararem Gering Agung Covid-19

Seluruh desa adat di Bali diminta membuat Pararem Penanganan dan Pencegahan Gering Agung Covid-19

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/I Wayan Sui Suadnyana
Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali, I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Seputra saat ditemui usai mengikuti penutupan Bulan Bung Karno di Gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernur Bali, Selasa (30/6/2020) siang 

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Seluruh desa adat di Bali diminta membuat Pararem Penanganan dan Pencegahan Gering Agung Covid-19.

Permintaan itu sesuai dengan surat edaran dari Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali.

Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali, I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Seputra mengatakan, saat ini semua desa adat sudah menyusun pararem tersebut.

Dari 1.493 desa adat, sebanyak 1.268 desa adat sudah menyelesaikan pararem Penanganan dan Pencegahan Gering Agung Covid-19.

“Sisanya masih kurang sedikit, mudah-mudahan cepat selesai,” kata dia saat ditemui usai mengikuti penutupan Bulan Bung Karno di Gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Bali, Selasa (30/6/2020) siang.

Menurutnya, pararem sebagai salah satu instrumen hukum yang sangat strategis di desa adat.

Dengan instrumen hukum tersebut, desa adat nantinya akan lebih bisa melaksanakan kewenangan dalam menjaga wewidangan-nya dari Covid-19.

“Karena di pararem itu sudah diatur tata tertib krama desa adat,” tuturnya.

Dalam pararem tersebut, krama di desa adat diatur dalam melaksanakan pertemuan, melaksanakan yadnya dan terdapat juga aturan kepada warung dan pasar, termasuk ngeneng-ngening di desa adat.

Dengan adanya pararem tersebut, jika misalnya di suatu desa adat terdapat krama yang terpapar Covid-19, maka desa adat bisa melakukan ngeneng-ngening atau isolasi wewidangan-nya.

Selain itu dalam pararem tersebut juga memuat sanksi yang bisa dikenakan kepada pelanggar pararem yang disesuaikan dengan dresta desa adat masing-masing.

Agung Kartika menggarisbawahi, sanksi yang diberikan kepada pelanggar pararem lebih bersifat pada pembinaan agar masyarakat bisa berperilaku disiplin dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Dirinya mengatakan, bagi desa adat yang sudah selesai membuat pararem agar membawa ke MDA untuk diverifikasi.

Setelah selesai diverifikasi oleh MDA, pihak desa adat bisa membawa pararem tersebut ke Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali untuk diberikan nomor registrasi. 

Jika kedua hal tersebut sudah terpenuhi maka desa adat sudah bisa menerapkan pararem yang dibuatnya tersebut.

“Nah kalau itu sudah bisa diterapkan oleh desa adat, mulai disosialisasikan dahulu, baru efektif dilaksanakan,” jelasnya.

Agung Kartika mengatakan, desa adat di Bali sudah sangat siap dalam menangani pandemi Covid-19.

Sejak kasus Covid-19 muncul dari awal, pihaknya sudah menyiapkan Satuan Tugas (Satgas) Gotong Royong dan pendanaan melalui refocusing anggaran. 

“Semua sudah disiapkan dari awal sehingga ini betul-betul desa adat sangat siap menghadapi Covid-19. Kalau tidak, ini mungkin luar biasa sudah ini penyebarannya” kata dia.

Baginya, Covid-19 ini tidak bisa ditangani sendiri sehingga Pemprov Bali melakukan sinergi dengan berbagai pihak, termasuk dengan desa adat.

Hal ini menurutnya sebagai bagian dari inovasi daerah karena tidak ada satupun daerah lain di Indonesia yang turut bersinergi dengan desa adat dalam penanganan Covid-19.

Terlebih di Bali sendiri memiliki penanganan Covid-19 yang cukup lengkap, baik dari sekala maupun niskala.

“Itu yang tidak ada di daerah lain. Jadi Satgas kita itu di sana unggulnya, ada secara skala dan niskala yang bisa dilaksanakan dengan baik,” paparnya.

Agung Kartika berharap masyarakat beserta prajuru di desa adat mengetahui betul bahwa Covid-19 penyebarannya sangat cepat dan mematikan.

Oleh karena itu, penanganannya di desa adat harus serius dan disiplin.

“Makannya ini dibuatkan pararem, dengan harapan bisa mendisiplinkan krama desa adat. Pang ten ampah-ampah nanti, keluar tidak cuci tangan, tidak memakai masker,” kata dia.

Terlebih, tuturnya, saat ini penyebaran Covid-19 di Bali lebih banyak melalui transmisi lokal.

Banyak orang tanpa gejala (OTG) dengan kondisi yang sehat dan bisa menyebarkan virus ke orang lain.

Maka dari itu, Agung Kartika menilai tidak ada jalan lain dalam menangani Covid-19 selain dengan perilaku disiplin dalam mengikuti protokol kesehatan agar bisa produktif tetapi tetap aman Covid-19.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved