Begini Perjalanan Kasus Pembobolan BNI yang Melibatkan Maria Pauline Lumowa
Perjalanan kasus Maria adalah pemilik PT Gramarindo Mega Indonesia yang ditetapkan sebagai tersangka utama dari kasus pembobolan
TRIBUN-BALI.COM- Buronan kasus pembobolan Bank Negara Indonesia (BNI) Maria Pauline Lumowa dijadwalkan tiba di Indonesia pada hari ini, Kamis (9/7/2020).
Maria Pauline Lumowa yang berstatus sebagai tersangka itu telah diekstradisi dari Serbia.
"Dengan gembira, saya menyampaikan bahwa kami telah secara resmi menyelesaikan proses handing over atau penyerahan buronan atas nama Maria Pauline Lumowa dari Pemerintah Serbia," kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Menurut Yasonna, proses ekstradisi Maria Pauline Lumowa ini tak lepas dari diplomasi hukum dan hubungan antarnegara serta komitmen pemerintah dalam penegakan hukum.
Berikut ini perjalanan kasus kasus pembobolan BNI yang melibatkan Maria alias Ny Erry.
Perjalanan kasus Maria adalah pemilik PT Gramarindo Mega Indonesia yang ditetapkan sebagai tersangka utama dari kasus pembobolan dana Bank Negara Indonesia (BNI) melalui surat kredit (L/C) senilai Rp 1,2 triliun pada 2003.
• Mahasiswa Doktoral Tewas di Kamar Kos, Ternyata ini Penyebabnya
• Ramalan Zodiak 10 Juli 2020: Capricorn Terlibat Pertengkaran, Sagitarius Penuh Kegembiraan
• Latihan Bareng 2 Pemain Timnas Indonesia U-19, Pesan Taufiq jika Ingin Karier Panjang di Sepakbola
Kasus tersebut terjadi ketika BNI hendak melakukan pelepasan saham tahap kedua dan situasi ekonomi Indonesia yang sulit.
PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari "orang dalam" karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi BNI.
Harian Kompas, 11 Mei 2004, memberitakan, delapan perusahaan yang tergabung dalam grup Gramarindo mendapatkan kredit senilai Rp 1,2 triliun tanpa analisis kredit dari BNI.
Pencairan dana dilakukan atas pengajuan 41 lembar surat kredit (letter of credit), sedangkan dokumen-dokumen ekspor yang menyertainya diketahui fiktif.
Sejumlah nama yang tersandung dalam kasus ini adalah Edy Santosa (mantan Kepala Bagian Customer Service Luar Negeri pada Kantor Utama Cabang Bank BNI Kebayoran Baru, Jakarta Selatan) dan Kusadiyuwono (mantan Kepala Kantor Utama Cabang Bank BNI Kebayoran Baru, Jakarta Selatan).
Sementara itu, beberapa nama dari pihak pengusaha termasuk Haji Ollah Abdullah Agam (Direktur PT Gramarindo Mega Indonesia), Adrian Pandelaki Lumowa, Direktur PT Maqnetique Usaha Esa Indonesia, Yudi Baso (Direktur PT Basomindo), Jeffery Baso (pemilik PT Basomasindo dan PT Trianu Caraka Pacific), serta Aprilia Widharta (Dirut PT Pan Kifros).
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, Maria belum pernah sekali pun mengikuti sidang secara langsung di Indonesia.
Saat itu, Maria diketahui tengah berada di Singapura. Tak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura menjadi dalih kepolisian dalam upaya penangkapan Maria.
"Kami terus berusaha agar jalur-jalur yang bisa digunakan seperti Interpol dan andaikan ada hubungan perjanjian ekstradisi, dimaksimalkan. Tetapi, pada intinya, akan kembali pada iktikad baik negara terkait," kata Kepala Polri saat itu, Da'i Bachtiar, dilansir dari harian Kompas, 12 Juni 2004.