Jaksa Tolak Eksepsi Kasus Penggelapan Sertifikat Tanah Ketua Koperasi di Jembrana
JPU Kejari Jembrana menolak eksepsi yang diajukan terdakwa kasus penggelapan sertifikat tanah
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, JEMBRANA - Jaksa Penunut Umum (JPU) Kejari Jembrana menolak eksepsi yang diajukan terdakwa kasus penggelapan sertifikat tanah, yakni Ketua Koperasi KSP Sedana Yoga Sri Artini (43).
Eksepsi sebelumnya diajukan oleh Penasihat Hukum (PH) terdakwa Supriyono pada sidang Selasa (7/7/2020) lalu.
Penolakan eksepsi oleh JPU itu disampaikan dalam sidang daring yang dilakukan di tiga tempat berbeda, Jumat (10/7/2020).
Ada beberapa hal yang ditolak dalam eksepsi yang dimohonkan PH terdakwa.
Seperti halnya, tudingan dakwaan yang dianggap prematur, yang akhirnya dibantah karena perkara pidananya tidak terikat dengan putusan perdata.
Hal tersebut disampaikan Jaksa Penutut Umum Kejari Jembrana Ni Made Desi Mega Pratiwi.
"Baik yang mulia, dengan ini Jaksa Penutut Umum menolak eksepsi dari penasihat hukum terdakwa," ucap JPU Mega.
Jaksa dalam hal ini menilai penolakan itu dikarenakan penasihat hukum terdakwa keliru menafsirkan dakwaan yang mengatakan dakwaan disusun secara subsidiaritas.
Padahal JPU menyusun dakwaan secara alternatif.
Karena perbedaan dakwaan sebagai dasar pemeriksaan perkara pidana berdampak pada pembuktian perbuatan terdakwa.
Kemudian, alasan eksepsi PH terdakwa yang menyatakan jaksa penutut umum obscuur libel.
Hal itu dinilai JPU tidak beralasan dan sudah masuk pada pokok perkara sehingga bukan merupakan materi eksepsi.
“Dalam eksepsi yang menyebut dakwaan prematur dibantah karena pemeriksaan perkara pidana tidak terikat dengan putusan perkara perdata,” tegasnya.
Dengan demikian, sambung JPU Mega, JPU memohon pada majelis hakim menyatakan dakwaan telah disusun sebagaimana mestinya.
Serta menyatakan eksepsi dari penasihat hukum terdakwa batal, sehingga pemeriksaan perkara dapat dilanjutkan.
Terpisah, PH Saksi Korban Yulius Benyamin Seran mengaku eksepsi PH terdakwa yang menganggap materi dakwaan sudah masuk ranah perdata adalah keliru.
Alasannya, substansi dakwaan JPU sudah cukup jelas dan terang.
Pendek kata, berangkat dari adanya perbuatan terdakwa yang melakukan rekayasa utang untuk menguasai sertifikat tanah milik orang lain dan tentu saja melawan hukum.
"Maka jelas masuk delik penipuan dan atau penggelapan dan sama sekali bukan soal utang piutang lagi, oleh karenanya eksepsi PH patut dikesampingkan," bebernya.
Terlebih lagi, sambungnya, perkara perdata sudah selesai dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap yang dimenangkan saksi korban.
Sehingga cukup kuat, JPU kemudian menolak keseluruhan eksepsi PH terdakwa.
Kasus penggelapan dan penipuan sertifikat dengan sangkaan dakwaan pasal 372 dan 378 KUHP ini berawal pada tahun 2016.
Saksi korban I Made Wirantara baru mengetahui sertifikat tanah atas nama bapaknya ada pada terdakwa.
Saat itu terdakwa menghadiri sidang gugatan perdata utang piutang.
Ternyata setelah ditelusuri, sebelum perkara perdata itu, saksi korban yang saat itu menjadi tahanan di Rutan Kelas II B Negara karena kasus pidana, bulan Mei 2016 sempat dibesuk terdakwa.
Saat itu terdakwa bercerita bermimpi bertemu dengan bapak korban yang sudah meninggal, dalam mimpi itu bapak korban memerintahkan mengamankan sertifikat dengan alasan korban sering berjudi.
Kemudian pada pertemuan kedua, terdakwa menjenguk korban membawa surat pengakuan utang dan menyuruh korban tanda tangan sebesar Rp 185 juta.
Karena tidak merasa punya utang, korban menolak.
Namun usaha mendapatkan tanda tangan terus dilakukan hingga korban bersedia tanda tangan karena disertai ancaman.
Kasus ini pun bergulir dengan sidang perdata dan dimenangkan korban.
Namun, karena terdakwa tetap menguasai sertifikat itu, akhirnya berujung pada laporan penggelapan dan penipuan.
Terdakwa dilaporkan oleh korban berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/393/X/2019/Bali/SPKT.
Tersangka diduga menggelapkan satu buku tanah asli Sertifikat Hak Milik No. 1726/Desa Manistutu seluas 5900 Meter persegi atas nama I Putu Sarwa (almarhum) yang merupakan ayah kandung dari Wirantara.
(*)