RS di Klungkung dan Denpasar Kesulitan Cari Alat Rapid Test Murah

Pemerintah Pusat sudah mengeluarkan ketentuan jika biaya rapid test mandiri, tidak boleh melebihi Rp 150 ribu.

Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Ady Sucipto
Shutterstock/Kompas.com
(Ilustrasi) alat rapid test yang digunakan sebagai alat deteksi virus corona, tes covid-19, tes corona. 

TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA - Pemerintah Pusat sudah mengeluarkan ketentuan jika biaya rapid test mandiri, tidak boleh melebihi Rp 150 ribu.

Menindaklanjuti hal ini, RSUD Klungkung telah menurunkan tarif rapid test mandiri dari Rp 275 ribu menjadi Rp150 ribu.

Hanya saja RSUD Klungkung masih kesulitan mencari alat rapid test murah agar bisa menerapkan tarif tersebut.

"Tadi saya sudah tanda tangan SK (surat keputusan) untuk penentuan biaya rapid test itu. Jadi saat ini ditentukan biaya rapid test di RSUD Klungkung Rp 150 ribu, tapi saat ini alat rapid testnya yang harga segitu kami belum dapat," ungkap Direktur RSUD Klungkung, dr Nyoman Kesuma, Kamis (9/7).

Sebelumnya tarif rapid test di RSUD Klungkung mencapai Rp 275 ribu.

Itu sudah termasuk biaya jasa pelayanan. Dengan penerapan tarif rapid test yang Rp150 ribu, setidaknya pihaknya harus mendapatkan alat rapid test yang harganya di bawah Rp100 ribu.

Hanya saja ketentuan yang diberikan pemerintah pusat tersebut, tanpa memberikan rekomendasi alat rapid test apa yang standar dengan harga yang telah ditentukan.

"Dalam surat edaran itu, tidak diinformasikan alat mana yang bisa digunakan dengan harga segitu, sehingga kami bisa terapkan biaya rapid test Rp 150 ribu sesuai ketentuan," jelasnya.

Sebelumnya RSUD Klungkung menggunakan alat rapid test yang harganya Rp 180 ribu per unitnya.

Saat ini pihak RSUD Klungkung masih bertanya-tanya ke rekanan/penyedia untuk mendapatkan alat rapid test yang harganya sesuai dengan ketentuan tarif.

Jika nanti tidak mendapatkan alat rapid test dengan harga yang sesuai, tidak menutup kemungkinan RSUD Klungkung tidak melayani rapid test mandiri.

"Kebetulan alat rapid test kami habis. Tadi saja ada warga yang hendak rapid test mandiri, kami arahkan untuk rapid ke faskes lain," ungkap Kesuma.

Selama ini di RSUD Klungkung, rata-rata setiap harinya ada 10 warga yang menjalani rapid test mandiri. Mereka biasanya merupakan pelaku perjalanan.

Di era new normal ini, masyarakat yang akan melakukan rapid test mandiri diperkirakan bakal semakin banyak. Menyusul keputusan pemerintah yang mengharuskan pekerja pariwisata untuk rapid test mandiri.

Sementara itu, RSUD Wangaya Denpasar akan kembali mengatur dan menyesuaikan harga rapid test yang sebelumnya ditarif Rp 360 ribu. 

"Saya belum bisa pastikan berapa harganya, kita harus survey pasar dulu untuk tahu berapa harga reagen rapid test di pasaran, yang jelas tidak melebihi ketetapan dari kementrian kesehatan," kata Kepala Humas RSUD Wangaya, Ketut Sutikayasa, saat dihubungi Tribun Bali, Kamis (9/7) sore.

Kata dia ada juga alat rapid test yang diberikan gratis oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali.

Harganya lebih murah karena pasien hanya menanggung biaya penanganan dan pelayanan dokter.

"Kalau pakai dropingan rapid dari Dinas Kesehatan Bali, maka tarifnya lebih murah berkisar Rp 90 ribu. Itu bayar tindakan dokter dan fasilitas.

Kalau yang normal, artinya alat rapidnya kami beli sendiri itu harga totalnya Rp 360 ribu," jelasnya.

Terpisah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali menyambut baik kebijakan harga tes cepat (rapid test) sesuai surat edaran SE Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI nomor HK.02.02/I/2875/2020 Tentang Batasan Tarif Tertinggi Rapid Test Antibodi itu, Kemenkes RI mematok tarif termahal sebesar Rp 150 ribu.

Wakil Ketua DPRD Bali, I Nyoman Sugawa Korry, mengatakan hal itu akan menjadi kepastian bagi masyarakat yang akan melakukan rapid test untuk kepentingan lain, seperti perjalanan dan bekerja.

Di samping itu, penetapan harga rapid test ini juga bisa dijadikan sebagai antisipasi pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan keadaan untuk mencari keuntungan.

“Ya kami menyambut baik Surat Edaran tersebut. Untuk menghindari kesimpangsiuran tarif rapid test dan agar jangan rapid test digunakan untuk mencari keuntungan,” ujar Sugawa Korry saat dikonfirmasi oleh awak media, Kamis (9/7).

Sugawa Korry menyarankan kepada seluruh faskes yang mengadakan rapid test agar menjalankan SE yang telah dikeluarkan oleh Kemenkes RI tersebut.

Ia juga meminta pemerintah agar tetap melakukan pengawasan dan monitoring terhadap penerapan harga sesuai dengan kebijakan Kemenkes RI.

“Agar edaran ini ditaati, hendaknya dimonitor oleh instansi terkait,” tambah Sugawa Korry yang juga sebagai Ketua DPD I Partai Golongan Karya (Golkar) Provinsi Bali itu.

Tak hanya itu, ia juga meminta kepada semua pihak tunduk dan tidak main-main mengenai urusan kesehatan masyarakat, terlebih sampai saat ini belum diketahui kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.

“Dalam situasi masyarakat sedang susah seperti ini, semua pihak hendaknya mematuhi edaran Kemenkes tersebut,” pintanya. (mit/mfs/sui)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved