China Konfirmasi 5 Kematian Akibat Virus SFTS di Tengah Pandemi Covid-19, Awalnya Dikira DB

China telah mengonfirmasi adanya penyebaran virus mematikan Fever with Thrombocytopenia Syndrome (SFTS) di tengah masa pandemi Covid-19

Editor: Irma Budiarti
easttennesseewildflowers.com
Ilustrasi kutu. 

TRIBUN-BALI.COM - China telah mengonfirmasi adanya penyebaran virus mematikan Fever with Thrombocytopenia Syndrome (SFTS) di tengah masa pandemi Covid-19.

Virus SFTS disebabkan dari gigitan kutu.

Kutu diketahui membawa setidaknya 83 virus.

Ini merupakan penyakit epidemi baru, berasal dari alam yang sudah muncul dalam beberapa tahun terakhir di beberapa bagian China.

Penyakit ini menimbulkan gejala seperti demam berat, trombositopenia, mual, juga muntah, mirip gejala demam berdarah.

Komisi Kesehatan Kota Lu'an, Provinsi Anhui di Tiongkok Timur lah yang sudah mengonfirmasi virus ini pada Jumat (10/7/2020).

Virus ini semula dikira demam berdarah.

Diketahui sudah 5 warga China tewas akibat virus SFTS.

Bukan hanya itu saja, 23 pasien lain pun menjalani perawatan rumah sakit di daerah Jinzhai, Lu'an, Provinsi Anhui sejak April 2020.

Paparan informasi ini sekaligus mengonfirmasi isu yang menyatakan kematian tersebut disebabkan demam berdarah.

Dilansir Tribunnewswiki dari Global Times, media pemerintah China, pihak berwenang di Kota Lu'an sudah mengonfirmasi SFTS yang disebabkan gigitan kutu bukan demam berdarah, yang juga disebarkan oleh serangga.

Berita yang beredar sebelumnya adalah kasus kematian di Kabupaten Jinzhai adalah hasil dari demam berdarah.

Seorang staf pengontrol penyakit dari Komisi Kesehatan Lu'an memnyebutkan, Lu'an merupakan daerah pegunungan dan penduduk desa yang bekerja di ladang sering digigit kutu dan lintah.

Manusia yang rentan pada gigitan serangga lebih mungkin terserang penyakit yang ditularkan serangga.

Penyakit STFS disebabkan oleh virus Bunya (Bunyavirus) baru yang ditularkan oleh kutu.

Orang yang sudah terjangkit virus Bunya baru ini bisa menularkan infeksi ke orang lain.

Bahkan, darah mayat dan sekresi berdarah pasien juga menular.

Pihak berwenang setempat pun mengingatkan masyarakat setempat, gigitan kutu juga menyebarkan ensefalitis dan demam berdarah.

SFTS merupakan zoonosis (menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya) yang muncul di China, Jepang, dan Korea Selatan.

SFTS telah dikonfirmasi di China pada 2009, selanjutnya SFTS dilaporkan secara retrospektif di Korea Selatan pada 2012 dan di Jepang barat pada 2013.

Menurut penelitian yang dikerjakan pakar China di daerah endemik SFTS, Daerah Yiyuan, Provinsi Shandong, China, penyakit ini sangat mematikan dengan tingkat fatalitas kasus 12%.

Virus Bunya merupakan satu genus dalam Bunyaviridae, keluarga virus yang menyerang mamalia dan burung, juga arthropoda.

Berdasarkan karakteristik genom, antigen nukleokapsid, dan cara transmisi, Bunyaviridae dibagi menjadi beberapa genus.

Seperti Bunyavirus yang banyak menginfeksi nyamuk, Phlebovirus yang menyerang tungau, Hantavirus (virus Hanta) yang menyerang arthopoda dan hewan pengerat, dan Nairovirus yang menyebabkan penyakit hemorrhagic.

Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, Hantavirus yang ternyata saudara virus Bunya, pun ikut mengambil korban nyawa di China.

Berdasarkan informasi, pria asal Yunnan meninggal dunia setelah paparan wabah Hantavirus tersebut.

Saat ini dilaporkan sudah ada 32 orang melakukan tes Hantavirus sejak kasus pertama Hantavirus menginfeksi seorang pria.

Dikutip Tribunnewswiki dari Daily Times, adanya Hantavirus di kala masa pandemi virus Corona menimbulkan kepanikan di antara penduduk Provinsi Yunnan.

Kepanikan tersebut menghampiri warga usai seorang pria meninggal dunia, usai dites positif Hantavirus.

Dikutip dari Global Times China, pria yang dimaksud tersebut terinfeksi Hantavirus yang diduga berasal dari tikus.

Waktu itu, mereka sedang dalam perjalanan ke Provinsi Shandong dengan bus saat dia meninggal dunia.

Sebelumnya Rusia juga dilaporkan mendapatkan serangan kutu yang membawa penyakit Lyme, dan ada 17.242 orang sudah digigit kutu.

Sebagian yang berjumlah 4.334 adalah anak-anak, dengan 36% dikatakan mempunyai penyakit Lyme, Sabtu (13/6/2020).

Berdasarkan dari paparan Hindustan Times, Menteri Pertahanan Rusia Zvezda menuturkan, wilayah ini sudah dilanda kawanan besar kutu hibrida dan di satu wilayah, yaitu Siberia.

"Kutu mutan yang menyerang ini bukan berita utama tabloid tetapi fakta," sambung laporan Zvezda.

Kutu ini melekat pada manusia dari rumput panjang dan pendek sebelum menemukan tempat untuk menggigit korban mereka, dari mana mereka menghisap darah.

Kutu mutan bahkan bisa membawa agen infeksi yang terkait dengan kedua spesies induk.

Mayo Clinic memberikan ulasan, penyakit Lyme menyebar lewat kutu berkaki hitam yang terinfeksi, bisanya dikenal sebagai kutu rusa.

Pada umumnya, gejala penyakit Lyme ini akan terasa sesudah 30 hari seseorang mengalami gigitan kutu.

Pasien yang terpapar akan mengalami ruam merah, ruam kulit yang membelah dan menyebar luas, nyeri sendi, gangguan neurologis (saraf), hingga gangguan jantung.

Sebagai pengingat semua orang yang digigit kutu perlu mencari bantuan medis untuk memeriksa apakah makhluk itu terinfeksi.

Rumah sakit kehabisan vaksin dan obat untuk jenis penyakit yang bisa menyebabkan kutu pada manusia.

Maslah ini termasuk termasuk ensefalitis dan penyakit Lyme.

Menurut keterangan dari situs WebMD, ensefalitis atau radang otak adalah peradangan yang terjadi pada jaringan otak yang dapat menyebabkan gejala gangguan saraf.

Gejala gangguan saraf yang ditimbulkan bisa seperti penurunan kesadaran, kejang, maupun gangguan dalam bergerak.

Ensefalitis dapat menyebabkan kerusakan otak permanen.

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Kaka)

Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki dengan judul Virus Baru yang Mematikan Kembali Muncul di China, 5 Warga Tewas, Virus Menyebar Lewat Gigitan Kutu

Sumber: TribunnewsWiki
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved