Populer di Tribun Bali

POPULER: Dugaan Kasus Prostitusi Artis FTV HH Hingga Nyoman Yasa Lepas 70 Ekor Ular

Berita populer Tribun Bali, Senin (13/7/2020) kemarin. Berikut tiga berita populer di Tribun Bali yang mungkin kamu lewatkan:

Pixbay
Ilustrasi diri atau self 

TRIBUN-BALI.COM -  Berita populer Tribun Bali, Senin (13/7/2020) kemarin.

Berikut tiga berita populer di Tribun Bali yang mungkin kamu lewatkan:

1.       Seorang Wanita Ditangkap Terkait Dugaan Prostitusi di Hotel

Pada Minggu (13/7/2020) malam dilaporkan, seorang artis FTV berinisial H berusia 23 tahun tertangkap personel Satreskrim Polrestabes Medan, Polda Sumatera Utara, terkait dugaan kasus prostitusi. 

Melansir dari TribunMedan.com, artis FTV HH  tersebut diamankan di sebuah hotel bintang lima dengan seorang pria sekitar pukul 22.30 WIB. 

Adapun perihal penangkapan artis FTV tersebut diungkapkan oleh Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Riko Sunarko. 

Riko menuturkan bahwa awal terungkapnya kasus ini dari informasi bahwa ada muncikari yang bisa mendatangkan artis.

"Jadi beberapa hari yang lalu teman-teman Satreskrim dan Satintelkam bahwa ada yang diduga seperti muncikari menawarkan ke Orang-orang di Medan bisa menghadirkan artis-artis dalam rangka prostitusi," ungkapnya, Senin (13/7/2020).

Ia menyebutkan bahwa artis berinisial H ini diamankan bersama seorang pria di sebuah hotel bintang lima.

"Ini sedang kita dalami, Kemudian informasi tadi pagi kita dapatkan, kita amankan satu perempuan inisial H pengakuannya baru landing dari Jakarta tadi pagi menginap di salah satu hotel dengan rekannya," tuturnya.

Riko menyebutkan bahwa H diamankan bersama seorang pria di sebuah hotel berbintang.

"Sedang dengan satu orang laki-laki di salah satu hotel di Kota Medan untuk kejelasan dalam rangka apa mungkin besok kita jelaskan," ungkapnya.

Namun, ia menegaskan pihaknya masih dalam pendalaman terkait kejelasan terkait kebenaran kasus prostitusi dan akan segera menginformasikannya.

"Ini sedang kita dalami apakah betul dugaan kita berkaitan prostitusi dan apakah betul ini artis atau bukan sedang kita dalami.

Malam ini kita pendalaman dan semoga besok pagi kita punya informasi lengkap," pungkasnya.

Baca berita selengkapnya di sini.

2. Menjadi Diri Sendiri dan Masa Bodoh

Kadangkala kita konyol. Karena membaca buku-buku motivasi atau telah ikut pelatihan pengembangan diri, kita kemudian terobsesi untuk terus memperbaiki diri. Bukan menerima kekurangan diri.

Ironisnya, tidak jarang perbaikan diri itu mendasarkan pada referensi atau pegangan, salah-satunya, standar lingkungan sosial.

Atau kalau kita karyawan, referensi dan pegangannya adalah target dan tujuan perusahaan. Jika kita pelajar, ukurannya adalah indeks prestasi.

Kalau sudah sesuai target dan standar eksternal itu, kita merasa sudah jadi baik, bahkan lebih baik. Sudah mengalami perbaikan diri.

Akhirnya, kita makin jauh dari diri kita sendiri, dan bisa-bisa malah tidak lagi mengenal diri. "Kehilangan" diri sendiri.

Akan tetapi, problem nyatanya: beranikah Anda berlawanan dengan standar dan penilaian umum?

Beranikah Anda berlawanan arus dengan teman-teman sekantor Anda, dengan teman-teman seangkatan Anda yang menjadikan pujian dari masyarakat, atasan atau rektor masih sebagai target mereka?

Pertanyaan kuncinya: berani dan mampukah Anda menjadi apa adanya Anda dengan segala kemungkinan konsekuesi dan risikonya?

Sepertinya, soalnya bukan sekadar menjadi diri sendiri. Tetapi menjadi diri sendiri yang (seperti) apa/siapa dan bagaimana?

Jikalau demikian, ini adalah mengenai siapakah sejatinya Anda, apa tujuan hidup Anda, dan apa makna yang ingin Anda berikan & wariskan kepada hidup yang Anda jalani?

Jadi, tidak sesederhana ungkapan menjadi diri sendiri, dalam arti menerima kekurangan diri, lantas masa bodoh dengan penilaian pihak lain tentang kekurangan Anda. Bukan itu malah.

Tetapi, dengan menerima kekurangan Anda itu, Anda mau jadi apa, hendak kemana, tujuan Anda kemana?

Maka, pahami dulu apa yang para tetua Jawa katakan sebagai sangkan paraning dumadi.

Itu adalah pengetahuan falsafah tentang dari mana Anda (manusia) berasal, mau jadi apa, dan kemana Anda akan kembali kelak.

Kalau hal itu belum/tidak jelas bagi Anda, maka ungkapan "jadilah dirimu sendiri dan bullshit dengan anggapan orang lain..." bakal bertemu dengan tembok nihilisme di ujungnya. Akan berujung pada kehampaan eksistensial, yang membuat frustrasi.

Baca berita selengkapnya di sini.

3. Bisnis Kena Covid, Nyoman Yasa Lepas 70 Ekor Ular Sanca ke Tukad Jinah

I Nyoman Yasa (55) sedang bersantai ketika ditemui di rumahnya di Desa Timuhun, Banjarangkan, Klungkung, Minggu (12/7/2020).

Pria ini selama bertahun-tahun menjalankan usaha jual-beli ular.

Namun selama pandemi Covid- 19 ini, sepi orderan.

Bahkan karena tidak ada orderan, ia harus melepaskan kembali 70 ekor ular hasil buruannya ke alam liar.

Nyoman Yasa menjelaskan, perburuannya terhadap ular telah berlangsung sejak kecil.

Ia rela berjalan kaki berkilometer jauhnya, demi mencari ular.

"Sejak kecil saya sudah suka ular. Saya menjelajah hingga ke Karangasem, Gianyar dan lainnya hanya untuk mencari ular," ujar pria berambut gimbal ini.

Seiring berjalannya waktu, hobinya menangkap ular membuatnya kenal dengan banyak orang.

Karena telah memiliki relasi, ia pun berinisiatif untuk jual-beli ular.

Biasanya ular yang ia jual merupakan jenis sanca atau piton.

Ia biasanya mencari ular dengan menjelajah habitat ular di sungai-sungai sekitar Klungkung, bahkan sampai ke Karangasem.

Jika sepi, dalam beberapa bulan ia tidak menangkap seekor ularpun.

Namun jika banyak, dalam semalam ia bisa mendapatkan lebih dari 15 ekor ular dalam semalam.

Paling besar, Nyoman Yasa sempat menangkap ular sepanjang 4,5 meter dan besarnya nyaris sebesar paha orang dewasa.

“Saya biasanya mendapatkan kebanyakan di sungai saat malam hari. Saya bisa cium aroma ular itu," jelasnya.

Selain memburu ular sendiri, ia biasanya juga membeli ular dari warga.

Ular yang ia beli berkisar antara Rp 70 ribu sampai Rp 100 ribu, sesuai ukurannya.

“Awal tahun 2000-an itu sangat senang saya. Banyak yang beli ular dan saya sampai jual ke Jawa," ujarnya.

Dulu, ular dengan panjang sekitar 2,5 meter, ia mampu menjualnya sampai Rp 250 ribu per ekor.

Ular yang banyak dibeli adalah ular sanca yang kulitnya dimanfaatkan untuk fashion.

Sementara ada juga yang khusus mengambil empedunya untuk obat.

“Jika order ular jenis lainnya jarang, biasanya hanya piton. Tapi ada juga dokter, yang selalu minta dicarikan ular hijau," jelasnya.

Namun semenjak pandemi Covid- 19, dirinya sepi order.

Bahkan tiga bulan terkahir ia sama sekali tidak ada order.

Karena kondisi ini, ia sempat melepas 70 ekor ular sanca yang ditangkap dan dibeli ke alam liar di Tukad Jinah.

“Kalau tidak ada order dan dibiarkan di rumah, nanti ularnya kurus dan mati. Saya tidak bisa pelihara, sehingga saya lepas sekitar 70 ular ke Tukad Jinah," ungkapnya.

Selain sebagai pemburu dan jual-beli ular, Nyoman Yasa mengaku memiliki kemampuan alami untuk menyembuhkan orang yang digigit ular.

Baca berita selengkapnya di sini.

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved