Kemenkeu Sebut Resesi di Singapura Tidak Berdampak Langsung ke Ekonomi Indonesia

pemerintah lewat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut, resesi di Singapura tidak serta-merta berdampak terhadap perekonomian dalam negeri.

Editor: Wema Satya Dinata
dok Biro Pers Setpres/Laily Rachev
ILUSTRASI-Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong saat menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman para pejabat terkait seusai pertemuan Indonesia-Singapura Leader's Retreat yang digelar pada 11 Oktober 2018 di Hotel The Laguna Resort Spa Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali. 

TRIBUN-BALI.COM - Pada paruh pertama tahun 2020, Singapura resmi masuk ke zona resesi setelah berturut-turut dalam periode kuartal I dan II 2020 pertumbuhan ekonomi Singapura mengalami kontraksi.

Kendati begitu, pemerintah lewat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut, resesi di Singapura tidak serta-merta berdampak terhadap perekonomian dalam negeri.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Fiskal dan Makro Ekonomi Masyita Crystallin mengatakan resesi, di Singapura tidak terlalu berdampak secara langsung, selama fungsi Singapura sebagai trade-hub dan financial center di Asia tidak terganggu.

Menurutnya, Indonesia akan lebih terdampak jika terjadi downside risk terhadap perekonomian yang merupakan mitra dagang utama seperti China, meskipun secara jarak geografis lebih jauh.

Website Diserang Hacker, Ketua KPU: Tidak Merusak, Tapi Bikin Kerja Jadi Lambat

Aparat di Kelurahan Sesetan Catat Tempat Usaha yang Tak Sediakan Tempat Cuci Tangan

Daftar Harga iPhone Edisi 15 Juli 2020: Mulai iPhone 7 Plus hingga 11 Pro Max, dan Bocoran iPhone 12

Data Badan Pusat Statistik (BSP) menunjukkan, neraca perdagangan non-migas Indonesia dengan Singapura tercatat surplus US$ 8,1 juta pada Juni 2020 lalu.

Surplus tersebut terjadi saat ekonomi Singapura minus 12% di kuartal II-2020.

Dari sisi, ekspor non-migas ke Singapura terjadi peningkatan sebesar US$ 137,3 juta.

Sementara, di periode sama impor non-migas dari Singapura meningkat US$ 129,2 juta.

“Data ekspor impor dari Singapura tersebut adalah karena fungsinya sebagai trade hub, jadi barang tersebut berasal dari negara lain dan kalau dari Indonesia ditujukan untuk negara lain. Karena itu, jika fungsi sebagai trade-hub tetap berjalan maka pengaruhnya tidak akan sebesar misalnya China mengalami resesi,” kata Masyita kepada Kontan.co.id, Rabu (15/7/2020).

Sementara itu, hubungan ekonomi Indonesia-Singapura juga mencakup investasi.

Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukan di kuartal I-2020, realisasi foregn direct investment (FDI) Singapura sebesar US$ 2,7 juta atau setara 40% dari total FDI senilai US$ 6,8 juta.

Pencapaian itu menempatkan Singapura sebagai kontributor utama FDI di Indonesia.

Investasi Singapura mengalahkan China yang hanya mencatatkan realisasi sebesar US$ 1,3 juta pada Januari-Maret 2020.

Investasi Singapura di Indonesia pun sebetulnya sudah mendominasi sejak tahun 2015.

Belum Lepas status WNI, Jaksa Agung: Djoko Tjandra Warga Negara Mana, Kita Juga Enggak Tahu

Rio Loho Amankan Posisi Pertama di Seri Perdana Honda Racing Simulator Championship

Membedakan Peach Gum Palsu dan Asli, Kenali Ciri-cirinya

Masyita menilai sebetulnya Singapura merupakan salah satu financial center di Asia, banyak dana dari luar Singapura tercatat sebagai investasi dari Singapura.

 Setali tiga uang, bila investasi menuju negara berkembang sedang turun, maka terefleksikan pula di data aliran modal dari Singapura.

“Saya rasa Singapura tidak mungkin mengurangi fungsinya sebagai trade-hub dan financial center, justru di masa krisis ini mereka lebih membutuhkan nilai tambah dari fungsinya tersebut,” kata Masyita.

Dari sisi investasi pasar modal, Masyita menyampaikan, secara umum investasi di dunia sudah mulai mengindikasikan perpindahan ke negara berkembang.

Hal tersebut, terlihat dari aliran modal masuk  yang sudah mulai keluar dari safe heaven asset seperti US Treasury menuju obligasi dan saham negara berkembang.

“Mungkin tidak akan kembali seperti semula karena fundamental ekonomi dunia masih lemah, namun tidak seperti di kuartal II-2020 terutama antara bulan Maret-Mei dimana pasar finansial global mengalami syok berat,” ujar Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani itu.

Ke depan, Masyita optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia di semester kedua 2020 akan lebih baik daripada kuartal II-2020.

Kepercayaan itu dilandasi oleh meningkatkan konsumsi masyarakat karena pelonggaran pembatasan sosial bersekala besar (PSBB).

Di sisi lain, berbagai stimulus untuk penganggulangan dampak corona virus disease 2019 (Covid-19) sudah lebih berjalan di kuartal III-2020 dibandingkan kuartal II-2020.

Sebagai catatan, per 24 Juni 2020 anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) baru terealisasi Rp 117,91 triliun atau setara 16,9% dari total anggaran sebesar Rp 695,2 triliun.

Untuk bisa mendanai program PEN, Masyita bilang, pemerintah akan memastikan dari segi pembiayaan tidak ada masalah.

Salah satunya, dengan skema burden sharing dengan Bank Indonesia (BI) yang dapat mengurangi biaya krisis yang ditanggung pemerintah.

 “Memastikan disbursement dari berbagai stimulus tepat waktu dan tepat sasaran agar maksimal dampaknya pada perekonomian,” ujar dia.(*)

Sumber: Kontan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved