Corona di Indonesia

Ancaman Resesi Ekonomi di Indonesia, Pengertian Dan Dampaknya

Perlambatan ekonomi domestik yang cukup signifikan, membuat Indonesia berpotensi mengalami resesi

Editor: Eviera Paramita Sandi
Pixabay
Ilustrasi krisis ekonomi. 

TRIBUN-BALI.COM - Pandemi Covid-19 telah membuat ekonomi global terpuruk. 

Banyak negara maju dan berkembang berpotensi mengalami resesi pada perekonomiannya. 

Indonesia pun menjadi satu diantaranya. 

Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, perekonomian Indonesia sudah menunjukkan pelemahan sejak adanya pandemi Covid-19.

Hal ini bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi kuartal I-2020 sebesar 2,97 persen, melambat dari periode sama di tahun lalu yang tercatat 5,05 persen.

"Ini mengindikasikan bahwa produktivitas perekonomian baik dari sisi permintaan dan produksi mengalami penurunan," ungkapnya kepada Kompas.com, Senin (20/7/2020).

Turunnya aktivitas ekonomi nasional berdampak langsung pada dirumahkannya karyawan hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh sebagian besar sektor usaha.

Termasuk pada sektor ekonomi non-formal akibat kebijakan PSBB di berbagai daerah di Indonesia.

PHK di sektor formal yang dilakukan oleh perusahaan, bersamaan dengan pekerja non-formal yang menurun tajam produktivitasnya, pada akhirnya mendorong penurunan pendapatan masyarakat yang kemudian berdampak pada penurunan pengeluaran konsumsi rumah tangga.

"Sebagian besar pekerja non-formal juga terdampak dengan penurunan pengeluaran konsumsi, dan bahkan turun kelas dari sebelumnya masyarakat berpenghasilan menengah menjadi penduduk rentan miskin, bahkan turun kelas menjadi masyarakat pra sejahtera," jelasnya.

Oleh sebab itu, perlambatan ekonomi domestik yang cukup signifikan, membuat Indonesia berpotensi mengalami resesi yakni ketika pertumbuhan ekonomi selama dua kuartal berturut-turut negatif.

Pemerintah sendiri memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 akan kontraksi di kisaran minus 3,5 persen hingga minus 5,1 persen, dengan titik tengah di minus 4,3 persen.

Pada kuartal III-2020 diharapkan ekonomi Indonesia kian membaik, meski tetap berpotensi tumbuh negatif, yakni dikisaran minus 1 persen hingga positif 1,2 persen.

"(Resesi) diperkirakan akan berdampak secara riil pada masyarakat dalam hal penurunan pengeluaran konsumsi masyarakat, sehingga mendorong potensi penambahan penduduk rentan miskin dan miskin," ungkapnya.

Senada, rirektur Riset Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, perekonomian dalam negeri tengah mengalami kontraksi dan ini sudah terlihat sejak kuartal II-2020 dan diperkirakan berlanjut ke kuartal III-2020.

Imbasnya, kini banyak terjadi PHK sehingga meningkatkan jumlah pengangguran dan kemiskinan.

Piter mengatakan, konsekuensi ini tidak bisa dicegah selama wabah masih berlangsung.

"Yang bisa dilakukan adalah mengurangi dampak sosialnya dengan menyalurkan bantuan sosial," kata dia.

Menurutnya, pemerintah hanya bisa menahan agar kontraksi ekonomi tidak semakin dalam, hal itu dilakukan dengan memberikan stimulus bagi dunia usaha dan bansos bagi masyarakat melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

"Juga melalui pelonggaran PSBB (agar ekonomi kembali bergerak)," kata dia.

Apa Itu Resesi? Bagaimana Dampaknya Bagi Indonesia? 

Dampak pandemi virus corona di sektor ekonomi telah dirasakan oleh banyak orang.

Mulai dari PHK, pemotongan gaji karyawan, bahkan mereka yang bekerja di sektor informal juga turut terdampak.

Kondisi ini memicu kekhawatiran akan terjadinya resesi ekonomi.

Namun, apa itu resesi?

Melansir Forbes, resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Para ahli menyatakan, resesi terjadi ketika ekonomi suatu negara mengalami produk domestik bruto (PDB) negatif, meningkatnya tingkat pengangguran, penurunan penjualan ritel, dan kontraksi ukuran pendapatan dan manufaktur dalam periode waktu yang panjang.

Resesi dianggap sebagai bagian tak terhindarkan dari siklus bisnis atau irama teratur ekspansi dan kontraksi yang terjadi dalam ekonomi suatu negara.

Kapan resesi terjadi?

Selama resesi, ekonomi menghadapi kesulitan, orang-orang kehilangan pekerjaan, perusahaan membuat lebih sedikit produksi dan penjualan dan output ekonomi negara secara keseluruhan menurun.

Titik di mana ekonomi secara resmi jatuh ke dalam resesi tergantung pada berbagai faktor.

Biro Riset Ekonomi Nasional (NBER) otoritas yang dipercaya menentukan tanggal mulai dan berakhirnya resesi di Amerika Serikat memiliki definisi sendiri tentang resesi.

NBER menyebut resesi sebagai penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang tersebar di seluruh sektor, yang berlangsung lebih dari beberapa bulan, biasanya terlihat dalam PDB riil, pendapatan riil, lapangan kerja, produksi industri, dan penjualan grosir-eceran.

Pendefinisian NBER dinilai fleksibel dalam menentukan apa yang dimaksud dengan resesi dan bisa digunakan untuk menganalisa berbagai potensi penyebab resesi.

Sebagai contoh, virus corona yang kemunculannya tidak pernah diprediksi ternyata berpotensi menciptakan resesi berbentuk W, di mana ekonomi turun seperempat, mulai tumbuh, lalu turun lagi di masa depan.

Penyebab resesi

Ada lebih dari satu hal yang dapat menyebabkan resesi, mulai dari goncangan ekonomi yang tiba-tiba hingga dampak dari inflasi yang tidak terkendali.

Fenomena berikut adalah beberapa pendorong utama resesi:

1. Guncangan ekonomi yang tiba-tiba

Pandemi virus corona yang mematikan ekonomi di seluruh dunia, adalah contoh yang lebih baru dari goncangan ekonomi yang tiba-tiba.

2. Utang yang berlebihan

Ketika individu atau bisnis mengambil terlalu banyak utang, biaya untuk melunasinya dapat tumbuh ke titik di mana mereka tidak dapat membayar tagihan mereka. Terjadinya gagal bayar utang dan kebangkrutan kemudian membalikkan kondisi perekonomian.

3. Gelembung aset Investasi berlebihan

Investasi di pasar saham atau real estate diibaratkan seperti gelembung yang membesar. Ketika gelembung itu meletus, terjadi penjualan dadakan yang dapat menghancurkan pasar dan menyebabkan resesi.

4. Terlalu banyak inflasi

Inflasi adalah tren harga yang stabil dan naik seiring waktu. Inflasi bukanlah hal yang buruk, tetapi inflasi yang berlebihan adalah fenomena yang berbahaya.

5. Terlalu banyak deflasi

Deflasi adalah ketika harga turun dari waktu ke waktu, yang menyebabkan upah berkontraksi, yang selanjutnya menekan harga. Ketika siklus deflasi tidak terkendali, orang-orang dan bisnis berhenti belanja, yang akibatnya merongrong perekonomian.

6. Perubahan teknologi

Saat ini, beberapa ekonom khawatir bahwa Artificial Inteligence (AI) dan robot dapat menyebabkan resesi.

Hal ini dikhawatirkan terjadi bila mereka mampu mengerjakan semua kategori pekerjaan manusia.

Apakah akan terjadi di Indonesia?

Mengutip Harian Kompas, (12/6/2020) Indonesia harus bersiap mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi yang lebih dalam jika gelombang kedua Covid-19 terjadi.

Kontraksi ekonomi akan berimplikasi terhadap proses pemulihan yang semakin sulit dan memerlukan waktu lama.

Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), dalam laporan Proyeksi Ekonomi Edisi Juni 2020, Rabu (10/6/2020) malam, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini minus 2,8 persen dengan asumsi lonjakan kasus pandemi Covid-19 di dalam negeri telah terjadi pada pertengahan April.

Dalam skenario buruk, perekonomian Indonesia diproyeksikan tumbuh minus 3,9 persen jika terjadi gelombang kedua Covid-19.

Gelombang kedua itu memperlambat pemulihan ekonomi. Pola pemulihan ekonomi RI tak membentuk huruf V, tetapi cenderung bergelombang.

Dalam laporan bertajuk World Economy on a Tightrope itu, OECD memperingatkan pemerintah untuk berhati-hati melonggarkan pembatasan sosial karena jalan menuju pemulihan ekonomi masih sangat tidak pasti dan rentan terhadap gelombang infeksi kedua Covid-19.

Konsekuensi pemulihannya akan lebih berat dan lama. Risiko gelombang kedua Covid-19 juga menghantui hampir semua negara di dunia.

OECD memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global minus 7,6 persen pada 2020 apabila gelombang kedua Covid-19 terjadi dan pembatasan wilayah diterapkan lagi oleh sejumlah negara.

Pertumbuhan ekonomi baru berangsur pulih pada 2021 menjadi 2,8 persen.

Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun ini berkisar 2,3 persen hingga minus 0,4 persen.

Namun, kemungkinan besar ekonomi hanya tumbuh pada kisaran 1 persen, dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi triwulan I-2020 dan potensi terjadinya gelombang kedua Covid-19.

Terakhir Bersiap gelombang kedua Covid-19 Kepala Ekonom OECD Laurence Boone menjelaskan, kebijakan yang fleksibel dan gesit diperlukan guna menghindari gelombang kedua Covid-19.

Pemerintah harus pula menyediakan jaring pengaman sosial dan dukungan untuk sektor- sektor yang paling parah.

Pelaku bisnis dan pekerja perlu dibantu untuk beradaptasi pada era kenormalan baru.

”Utang negara yang semakin tinggi tidak dapat dihindari. Pengeluaran yang dibiayai utang harus tepat sasaran guna mendukung mereka yang paling rentan dan menyediakan investasi bagi transisi ke ekonomi yang lebih tangguh dan berkelanjutan,” kata Laurence Boone.

Indonesia dan China termasuk segelintir negara yang masih tumbuh positif pada triwulan I-2020.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2020 sebesar 2,97 persen.

Namun, proyeksi OECD, kontraksi ekonomi terjadi pada triwulan II-2020.

Pemulihan ekonomi mungkin saja terjadi pada triwulan III-2020 jika pemerintah bisa meningkatkan daya beli masyarakat.

Kontraksi ekonomi akan melumpuhkan sisi produksi sehingga mendorong peningkatan kemiskinan dan pengangguran.

OECD memperkirakan angka pengangguran global akan meningkat tajam dari 5,4 persen pada tahun 2019 menjadi 9,2 persen pada 2020.

Pemerintah Indonesia memproyeksikan, kenaikan jumlah penganggur akibat Covid-19 berkisar 2,92 juta-5,23 juta orang, dan jumlah penduduk miskin bertambah 1,16 juta-3,78 juta orang.

Peringatan dari World Bank

Bank Dunia (World Bank) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 sebesar 0%.

Namun, World Bank juga mengingatkan bahwa Indonesia bisa masuk dalam jurang resesi pada tahun ini. 

Dalam laporan Indonesia Economic Prospects edisi Juli 2020 yang berjudul The Long Road to Recovery, sebagaimana dilansir dari Kontan, World Bank menyebut bahwa skenario resesi ekonomi Indonesia bisa terjadi, jika infeksi Covid-19 meluas atau gelombang infeksi baru muncul. 

Hal ini akan memaksa pemerintah untuk memberlakukan tambahan pembatasan mobilitas skala besar di kuartal ketiga dan keempat, sehingga mengarah pada pertumbuhan yang lebih lambat di sektor berorientasi domestik.

"Ekonomi Indonesia bisa masuk resesi jika pembatasan aktivitas diperpanjang ke kuartal ketiga dan keempat dan atau jika resesi global lebih parah dari diharapkan," terang World Bank dalam laporannya, Kamis (16/7). 

World Bank menyebit, dengan skenario ekonomi global tergelincir labih dalam, yakni sebesar 7,8% pada tahun 2020, maka akan terjadi penurunan lebih lanjut pada investasi dan ekspor.

"Ini akan membebani pertumbuhan ekonomi Indonesia," tambah World Bank.

Dalam situasi tersebut, ekonomi Indonesia bisa tumbuh minus 2% pada tahun ini.

Selain itu, "Pertumbuhan triwulanan sulit pulih ke tingkat sebelum krisis hingga tahun 2021," kata World Bank.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Arti Resesi, Apakah Akan Terjadi di Indonesia?",dan "Indonesia Terancam Resesi, PHK dan Kemiskinan Bakal Meningkat"  serta Kontan dengan judul World Bank ingatkan Indonesia di ambang resesi

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved