Kemunculan Langka Pesut Mahakam & Penjelasan Ahli Soal Perbedaannya dengan Lumba-lumba, Ada Ciri Ini
Pesut Mahakam juga tersebar di Bangladesh, India, Laos, Kamboja, Vietnam, Myanmar, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina.
Mengenai punah tidaknya pesut Mahakam, Yuli menjawab bahwa pesut memang hampir punah.
"Pesut Mahakam belum punah tapi kalau statusnya di IUCN critically adalah endangered, satu step sebelum punah," ujarnya.
Dia juga menjelaskan populasi di Indonesia sudah sangat dekat menuju kepunahan, karena populasi individu dewasa terus turun.
Yuli mengatakan pesut Mahakam sering ditangkap nelayan, sering terjerat di gillnet. Sering terjadi kematian insidental karena satwa ini terperangkap di gillnets.
Menurutnya hal itu menjadi ancaman utama untuk pesut Mahakam. Selain itu gangguan lain juga bisa dari tongkang batu bara yang ada di sungai-sungai.
"Lalu degradasi dari penurunan atau perubahan aliran air tawar ini berpengaruh pada populasi di muara. Polutan berupa minyak, pestisida, limbah industri, debu batubara juga mengganggu populasinya," katanya.
Lanjutnya, pendangkalan di sekitar badan sungai dan muara juga mengancam populasi pesut Mahakam.
Penangkapan untuk diperjualbelikan ke sejumlah tempat juga termasuk ancaman juga.
Spesies ini masuk dalam Appendix I CITES, jadi perdagangan internasional dilarang.
Bagaimana agar tidak punah?
Menurut Yuli upaya konsenvasi perlu dilakukan seperti melindungi habitat dan area yang sudah teridentifikasi di sepanjang Sungai Mahakam.
Perlu juga melarang penggunaan gillnets di area-area tersebut. Lalu tongkang dan batubara sebaiknya ditertibkan atau membuat transportasi alternatif lain.
"Patroli reguler juga penting untuk pencegahan teknik ilegal penangkapan ikan, misalnya dengan racun, pukat, dan electrofishing," kata Yuli.
Selain itu menurut Yuli perlu juga dilakukan perlindungan area pemijahan ikan di sepanjang sungai dan muara terutama area dekat populasi pesut yang padat.
Melansir pemberitaan Harian Kompas, 14 Februari 2020, pesut Mahakam yang tersisa saat ini menurut catatan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur hanya 80 ekor.