Bupati Jember Dimakzulkan DPRD Karena Sudah Tak Diinginkan, Faida : Tidak Semudah Itu
Sementara itu dalam surat tertulisnya, Faida mengaku tak mengetahui pasti alasan DPRD Jember mengajukan HMP.
TRIBUN-BALI.COM, KOMPAS - Seluruh fraksi yang ada di DPRD Jember sepakat memakzulkan Bupati Jember Faida.
Hal ini dinyatakan pada sidang paripurna Hak Menyatakan Pendapat (HMP) yang digelar pada Rabu (22/7/2020),
Dalam sidang paripurna tersebut, Faida hanya memberikan jawaban tertulis sebanyak 21 halaman yang dikirimkan pada DPRD Jember.
Namun demikian anggota DPRD Jember sepakat tak membacakan jawaban tertulis itu di sidang paripurna.
Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi, DPRD sudah tak menginginkan keberadaan Bupati Faida karena hak interpelasi dan hak angket yang digunakan DPRD Jember tak digubris.
Ia menyebut DPRD Jember menganggap bupati telah melanggar sumpah jabatan.
Itqon menjelaskan, DPRD Jember hanya bisa memakzulkan bupati secara politik karena lembaga yang bisa memecat bupati secara sah hanya Kementerian Dalam Negeri Melalui fatwa Mahkamah Agung.
Sementara itu dalam surat tertulisnya, Faida mengaku tak mengetahui pasti alasan DPRD Jember mengajukan HMP.
Ia juga menyebut usulan HMP tak memenuhi syarat. Saat sidang digelar, ribuan warga yang tergabung dalam Aliansi Mayarakat Jember (AMJ) menggelar demo di DPRD Jember.
Massa menuntut Bupati Faida mundur dari jabatannya.
Berawal dari hak interpelasi
Konflik antara DPRD Jember dan Bupati Faida diawali saat DPRD Jember menggunakan hak interpelasi pada 27 Desember 2019 lalu.
Satu hari sebelum sidang digelar, Bupati Faida melayangkan surat untuk meminta sidang paripurna dijadwal ulang.
Kala itu Bupati Faida beralasan Jember berstatus KLB Hepatitis A sejak 26 Desember 2019.
Alasan lainnya adalah Faida sudah memiliki jadwal bersama masyarakat yang tak bisa ditunda hingga 31 Desember 2019.
DPRD Jember menilai alasan tersebut sengaja dibuat-buat dan dianggap melecehkan dewan.
Hamim juru bicara Fraksi Partai Nasedem mengatakan Bupati Jember telah melakukan pelanggaran serius terhadap perundang-undangan yang berlaku.
Ia menyebut kebijakan bupati yang mengubah Perbup KSOTK (Kedudukan, Susunan Organisasi Tata Kerja) tanpa mengindahkan ketentuan yang ada telah menyebabkan Jember tidak mendapatkan kuota CPNS dan P3K Tahun 2019.
Kebijakan tersebut juga membuat Kabupaten Jember terancam tak mendapatkan jatah kuota PNS pada tahun 2020.
Hal tersebut juga membuat masyarakat Jember serta tenaga honorer atau non PNS Pemkab Jember merasa dirugikan.
Alasan lainnya adalah sejak tahun 2015, Bupati Faida telah melakukan mutasi ASN dengan menerbitkan 15 SK Bupati.
Oleh Mendagri, mutasi tersebut dinilai telah melanggar sistem merit dan peraturan perundang-undangan.
Saat itu Mendagri dan Gubernur Jatim meminta bupati untuk mencabut 15 SK mutasi tersebut.
Bupati Jember juga diminta untuk mengembalikan posisi jabatan seperti kondisi per Januari 2018.
Namun hal tersebut tetap dibiarkan meskipun sudah melakukan mediasi lebih dari lima kali.
“Namun, sampai dengan saat ini Bupati Jember tidak mematuhi rekomendasi tersebut dan justru mengulang-ulang kesalahan yang sama dengan melakukan mutasi ASN berturut-turut,” papar dia.
“Saudari bupati Jember telah menyakiti hati 2,6 juta rakyat Jember dengan penetapan opini hasil pemeriksaan BPK dengan predikat disclaimer,” tegas dia.
Predikat tersebut berarti penilaian kinerja bupati dan jajarannya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melakukan tata kelola keuangan daerah.
Tiga bulan berlalu. Pada 20 Maret 2020, DPRD Jember kembali menggunakan hak konstitusinya yakni hak angket.
Bupati Faida lagi-lagi tak pernah meghadiri panggilan panitia khusus hak angkat walaupun sudah ada tiga kali panggilan dari DPRD Jember.
Bahkan kala itu, Bupati Faida memerintahkan semua OPD tak menghadiri undangan Panitia Angket.
Konflik semakin meluas saat panitia hak angket DPRD Jember menemukan dugaan penyalahgunaan proyek pengadaan barang dan saja serta carut marutnya birokrasi.
Saat itu, Pemprov Jawa Timur dan Mendagri sempat berupaya mendamaikan Faida dan DPRD Jember.
Namun rekomndasi yang diberikan tak dijalankan sesuai harapan. Konflik pun terus bergulir hingga DPRD sepakat memakzulkan Bupati Faida pada Rabu (22/7/2020).
Sementara itu Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa tak banyak bicara ketika ditanya tentang pemakzulan Bupati Jember Faida yang dilakukan DPRD Jember Khofifah menyebut, pemakzulan itu akan diuji terlebih dulu di Mahkamah Agung.
"Itu semua ada prosesnya, dari DPRD ke Mahkamah Agung dulu," kata Khofifah usai melantik Direktur Utama Bank Jatim di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Kamis (23/7/2020).
Khofifah menunggu putusan final yang dikeluarkan Mahkamah Agung.
Sementara itu, Kepala Biro Administrasi Pemerintahan dan Otonomi Daerah Provinsi Jawa Timur Jempin Marbun menjelaskan, sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, hasil paripurna DPRD tentang pemakzulan itu harus diuji secara hukum di Mahkamah Agung.
"Menurut undang-undang ada waktu 30 hari untuk Mahkamah Agung untuk menguji materi pemakzulan tersebut," kata Jempin ketika dikonfirmasi Kamis.
Setelah kajian hukum Mahkamah Agung keluar, DPRD Jember mengajukan pemakzulan itu kepada Kementerian Dalam Negeri melalui Gubernur Jawa Timur.
"Jadi Gubernur Jatim dalam konteks ini hanya menerima usulan dari DPRD Jember yang sudah memiliki hasil kajian Mahkamah Agung," jelasnya.
Setelah itu, usulan dari DPRD Jember akan diproses di Kementerian Dalam Negeri.
Sesuai aturan, putusan Kemendagri akan diserahkan kepada Gubernur Jatim setelah 30 hari.
Jempin menegaskan, pemberhentian Bupati Jember tergantung kajian hukum di Mahkamah Agung.
"Jika hasil uji materi di Mahkamah Agung secara hukum tidak bisa diberhentikan, maka usulan pemakzulan tidak bisa diteruskan," ujarnya.
Bupati Jember Faida: Tidak Semudah Itu Menurunkan Bupati
Pasca-dimakzulkan oleh DRPD Jember, Bupati Jember Faida masih beraktivitas seperti biasa.
Ini terlihat saat Faida mengikuti kegiatan pengajian "Malam Jumat Manis" di pendopo Wahyawibawagraha, Kamis (23/7/2020).
Faida menegaskan, meski sudah dimakzulkan, dia tetap akan menjalankan tugas seperti biasa.
“Pemerintahan tetap berjalan seperti biasanya. Tidak semudah itu menurunkan bupati, ini amanah dari rakyat," ujar Faida saat ditemui usia kegiatan pengajian, Kamis.
Terkait pemakzulan yang akan diproses di Mahkamah Agung (MA), bupati perempuan pertama di Jember ini akan mengikuti semua prosedur yang berlaku.
Faida juga meminta masyarakat tidak perlu bereaksi secara berlebihan, karena proses pemakzulan memiliki tahapan yang harus dilalui.
“Saya berterima kasih pada masyarakat Jember yang sangat kooperatif,” tutur dia.
Sebelumnya diberitakan, DPRD Jember memutuskan memakzulkan Faida dari jabatannya sebagai bupati secara politik, yakni melalui sidang paripurna Hak Menyatakan Pendapat (HMP) pada 22 Juli 2020.
Semua fraksi sepakat untuk memberhentikan bupati perempuan pertama di Jember itu.
Namun, Bupati Jember Faida menilai terdapat mekanisme yang tidak dipenuhi dalam proses pemakzulan dirinya oleh DPRD Jember.
Faida mengatakan, seharusnya DPRD Jember menyampaikan kepada dirinya materi yang akan ditanyakan dalam rapat HMP yang digelar DPRD Jember beberapa waktu lalu.
Dengan tidak disampaikannya materi tersebut, bupati perempuan pertama di Jember ini menilai ada hambatan untuk menyampaikan jawaban yang ditanyakan Dewan.
Faida juga menilai pemakzulan tersebut ada kaitannya dengan Pilkada Jember 2020. Pada Pilkada Jember 2020, Faida memutuskan untuk maju melalui jalur independen.
“Saya menyadari tahun ini tahun politik. Apalagi saya incumbent maju lagi dari jalur independen,” kata Faida usai kegiatan pengajian "Malam Jumat Manis" di pendopo Wahyawibawagraha Jember. (*)
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Bagus Supriadi, Achmad Faizal | Editor: David Oliver Purba, Dheri Agriesta)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sudah Tak Diinginkan, Bupati Jember Dimakzulkan" dan Dimakzulkan DPRD, Bupati Jember Faida: Tidak Semudah Itu Menurunkan Bupati