Yayasan Sehati Bali Kini Mendidik 30 Orang Anak Autis, Bermula dari Anak Autis Kurang Mampu

Putu Puspawati (43) merupakan sosok dibalik berdirinya Yayasan Sehati Bali yang terletak di Jalan Ken Arok Nomor 2,

TRIBUN BALI/ I PUTU SUPARTIKA
Pendidikan untuk anak autis di Yayasan Sehati Bali 

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Putu Puspawati (43) merupakan sosok dibalik berdirinya Yayasan Sehati Bali yang terletak di Jalan Ken Arok Nomor 2, Denpasar, Bali, yang bergerak dalam bidang pendidikan anak autis.

Yayasan ini dikelola secara pribadi dan mengandalkan dana dari para donatur dan sumbangan sukarela dari orangtua anak.

Tahun 2015 lalu, Puspawati memutuskan untuk resign menjadi guru umum yakni mengajar kewirausahaan dan PKN.

Selesai menjadi guru, dengan sedikit kemampuan pendidikan untuk anak autis dirinya mendapat informasi jika ada anak autis yang kurang mampu dan tak mendapat pendidikan.

Awas, 5 Kebiasaan Ini Bikin Rambut Lebih Gampang Rontok dan Tipis

Liburan ke Bali, 6 Rekomendasi Kuliner Khas Bali Ini Cocok Jadi Menu Makan Siang

Ditangkap Edarkan 55,7 Gram Sabu dan 138 Butir Ekstasi, Wayan Darma Dihukum 12 Tahun Penjara

"Saya kemudian turun dan telusuri ternyata benar, lalu saya ajak mereka ke sini untuk ikut terapi secara individu. Saya ajak ke sini dan saya antar jemput," kata Puspawati yang ditemui di yayasan pada Senin (27/7/2020) siang.

Terapi ini awalnya diberikan secara gratis, dimana setiap harinya mereka belajar selama dua jam.

Hingga akhirnya dengan dukungan sang suami yang bekerja di luar negeri dan bantuan dari donatur terbentuklah yayasan ini.

"Ya walaupun ilmu tentang autis saya punya sedikit namun saya ingin berbagi dan tahun 2018 barulah membuat yayasan. Akhirnya barulah mencari guru untuk bisa membantu saya. Hingga kini kamu punya 5 orang guru," katanya.

Sampai saat ini yayasan ini sudah mendidik anak autis sebanyak 30 orang.

Untuk bangunan yayasannya sendiri merupakan rumah milik ibunya sendiri yang sebelumnya dijadikan kos-kosan.

Awalnya, ibunya kurang setuju dengan apa yang dikerjakan oleh anaknya, apalagi anaknya yang disekolahkan tinggi-tinggi hanya mengajarkan anak autis tanpa dibayar.

Akan tetapi seiring berjalannya waktu, ibunya pun merestui dan mengijinkan rumahnya untuk dijadikan tempat mendidik anak autis.

Dalam mendidik anak, di tempat ini ada tingkatan pendidikan yakni pendidikan dasar, pendidikan transisi dan mandiri.

Untuk pendidikan dasar, anak-anak diajarkan dari hal-hal yang kecil yakni toilet training seperti kencing, cebokan, memahami rasa sakit.

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved