Corona di Bali

RSJ Kebingungan Tempat Isolasi Khusus Untuk Pasien ODGJ dari Buleleng yang Terpapar Covid-19

ODGJ tersebut sempat ditolak di beberapa rumah sakit dengan alasan tidak memiliki ruangan isolasi khusus

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Eviera Paramita Sandi
Tribun Bali/Ratu Ayu Astri Desiani
Foto Sekda Buleleng, juga sebagai Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Buleleng, Gede Suyasa. 

Hal ini juga bekaitan dengan proses penanganannya.

Dimana hanya pasien yang memiliki gejala berat dan sedang yang akan diisolasi di RS Pratama Giri Emas.

Sementara untuk pasien tidak bergejala dan bergejala ringan akan menjalani isolasi di tempat yang telah disiapkan Pemprov Bali (bukan di rumah sakit).

Namun apabila pihak keluarga meminta pasien diisolasi di rumah, maka keluarga pasien harus siap menanggung segala risiko yang terjadi, serta rekomendasinya akan dikeluarkan oleh Pemprov Bali.

"Swab PCR hanya dilakukan terhadap pasien dengan gejala berat. Sementara yang tidak bergejala, ringan dan sedang tidak di-PCR, cukup menggunakan keputusan hasil diagnosis klinis dari DPJP. Jadi hasil diagnosis klinis inilah yang menentukan apakah pasien termasuk sebagai pasien Covid-19 atau bukan," jelasnya.

Dalam revisi 5 Keputusan Menteri Kesehatan itu, juga diatur terkait penanganan jenazah pasien terkonfirmasi Covid-19.

Dimana jenazah hendaknya harus sudah dikubur atau dikremasi dalam kurun waktu 24 jam.

Namun dalam rapat, Dokter Forensik RSUD Buleleng dr Klarisa Salim mengusulkan agar waktu penguburan atau kremasi bisa lebih diperpanjang, mengingat dalam tradisi umat Hindu, proses penguburan atau kremasi harus menggunakan dewase (hari baik).

"Jika menunggu hari baik, maka jenazah harus dilakukan proses disinfeksi. Ini akan kami konsultasikan ke provinsi dulu, apakah diizinkan. Karena dalam Permenkes menjelaskan penguburan atau kremasi pasien Covid-19 harus dilakukan dalam waktu 24 jam," terangnya.

Skema baru ini sejatinya sudah berlaku sejak 17 Juli 2020 lalu, namun Suyasa mengaku masih membutuhkan waktu untuk melakukan sosialisasi agar skema baru ini dapat dipahami oleh semua pihak.

Apakah dengan adanya skema baru ini tidak minimbulkan penyebaran virus kian meluas?

"Dengan protokol revisi 5 ini, pusat sudah memperhitungkan dan mempelajari kejadian Covid-19 yang terjadi selama empat bulan ini di Indonesia maupun dunia. Tidak mungkin dengan adanya revisi 5 ini, melah bikin penularan. Kita harus yakin bahwa revisi 5 ini lebih rileksasi juga pengetatan dari sisi tidak terjadinya penularan," jawab Suyasa. (*)

Sumber: Tribun Bali
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved