Corona di Bali

Ramuan Arak Belum Bisa Dipakai di Rumah Sakit

Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan keberhasilan penanganan bagi pasien yang terinfeksi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Pulau Dewata.

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ady Sucipto
Gambar oleh Olga Lionart dari Pixabay
Foto ilustrasi corona virus 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan keberhasilan penanganan bagi pasien yang terinfeksi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Pulau Dewata.

Menurutnya, salah satu upayanya yakni melalui suatu riset berbahan dasar arak lokal yang digagas olehnya.

Koster mengklaim, melalui ramuan berbahan dasar arak tersebut, para pasien yang sudah dinyatakan positif terinfeksi Covid-19 mampu dipulihkan dalam waktu yang relatif sangat singkat.

Bahkan lebih singkat dibandingkan dengan metode standar yang menggunakan peningkatan antibodi pasien.

“Melalui teknik ini, persentase penyembuhan pasien terus meningkat. Saat ini hanya tersisa kurang lebih sekitar 500 pasien yang masih dirawat, baik dirawat di RS bagi yang sakit maupun cukup karantina bagi yang kondisinya sehat," kata Koster saat membuka secara resmi sidang Sinode ke-47 Gereja Protestan Bali di Aula SMK Wira Harapan, Dalung, Kuta Utara, Badung, Selasa (4/8/2020).

Ia menuturkan, dengan ramuan berbahan dasar arak tersebut, pasien cukup diterapi tiga kali sehari dan saat dilakukan uji swab pada hari ketiga sudah dinyatakan negatif.

Namun sayangnya, izin edar penemuan riset ini belum keluar sehingga baru bisa diterapkan hanya kepada pasien yang dikarantina.

Sedangkan pada pasien yang dirawat di rumah sakit belum bisa diterapkan dikarenakan rumah sakit memiliki standar pelayanan yang tidak memperbolehkan terapi yang belum memiliki izin edar.

"Namun saya sudah terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar uji klinis riset ini bisa dipercepat agar bisa bermanfaat bagi masyarakat luas,” tuturnya.

Koster juga menyinggung peranan masyarakat Bali yang berhasil menekan laju penyebaran pandemi Covid-19 melalui keberadaan desa adat.

Ia menilai, sudah barang tentu hal tersebut sepatutnya juga diikuti oleh umat yang lain untuk ikut berperan dalam mencegah penyebaran pandemi Covid-19.

Keberhasilan ini pun, kata Koster, mendapat apresiasi dari pemerintah pusat yang langsung disampaikan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat dirinya diundang ke Istana Negara.

Saat ini, metode yang diterapkan oleh Bali dalam menangani pandemi Covid-19 sedang digalakkan menjadi percontohan bagi daerah lain di Indonesia yang masih memiliki kekuatan adat.

Sebelumnya, peneliti ramuan arak tersebut Prof. Made Agus Gelgel Wirasuta mengatakan, dalam penanganan pasien Covid-19 ada dua ramuan yang pihaknya sudah kembangkan.

Pertama yakni ramuan dari daun kelor dan daun ubi merah yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh.

"Ramuannya kami inovasi menjadi teh agar tidak menimbulkan kesan tidak enak saat diminum. Saat ini sudah memiliki izin edar setelah didaftarkan hak paten oleh Universitas Udayana,” kata Prof Gelgel.

Hal itu Prof Gelgel sampaikan saat kunjungan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI di Desa Adat Pedungan, Denpasar, Senin (3/8).

“Dalam lontar usadha Bali sudah banyak dimuat ramuan lokal bali, contohnya ramuan yang kami kembangkan," imbuhnya.

Ramuan berikutnya, yakni berbahan dasar arak yang penemuannya diawali dengan kejadian meningkatnya penyebaran Covid-19 di Desa Serokadan, Bangli.

Seorang panglingsir setempat, yang juga penekun pengobatan tradisional, mendapat pawisik untuk memanfaatkan arak sebagai media pengobatan setelah melakukan meditasi.

Informasi tersebut disampaikan kepada Prof. Gelgel untuk dilakukan riset secara kimia.

“Ramuan yang berikutnya yakni berasal dari arak lokal Bali, sebenarnya metode ini sudah tidak asing, di lontar Bali juga sudah dimuat, bahkan pengobatan internasional juga memanfaatkan therapy uap arak untuk pengobatan infeksi saluran pernapasan," tuturnya.

Ia mengatakan, temuannya berupa ramuan arak Bali mampu meringankan dan membantu pengobatan infeksi akibat Covid-19.

Prof Gelgel mengklaim bahwa ramuannya itu sudah terbukti mampu mempercepat proses penyembuhan pasien Covid-19.

Biasanya jika menggunakan peningkatan antibodi, pasien membutuhkan waktu sekitar dua minggu.

Namun dengan ramuan arak, waktu yang dibutuhkan untuk sembuh hanya tiga hari saja.

Namun, menurutnya, ramuan berbahan dasar arak ini memiliki efek samping. Jika kandungan alkohol terkonsentrasi maka akan menimbulkan bahaya terbakar.

"Ini sangat berbahaya. Di Amerika banyak dilaporkan kasus terbakar akibat menghirup uap alkohol.

Hal inilah yang kembali kami riset dan modifikasi bersama bahan lainnya agar bisa menjadi obat terutama untuk pengobatan virus corona,” tegasnya.

Satu paket vaksin eksperimental untuk Covid-19 di Quality Control Laboratory di the Sinovac Biotech, Beijing, China. Gambar diambil pada 29 April 2020.
Satu paket vaksin eksperimental untuk Covid-19 di Quality Control Laboratory di the Sinovac Biotech, Beijing, China. Gambar diambil pada 29 April 2020. (AFP/NICOLAS ASFOURI)

Uji Klinis

Sementara itu, sejak Senin (27/7) lalu, resmi dibuka pendaftaran peserta uji klinis vaksin Covid-19 Sinovac.

Ketua tim riset uji klinis vaksin Covid-19 Universita Padjajaran, Prof Kusnandi Rusmil, mengatakan dibutuhkan 1.620 relawan dalam proses uji klinis vaksin.

Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bidang Komunikasi Arya Sinulingga menjadi salah satu relawan uji klinis tahap 3 vaksin virus Corona produksi Sinovac, China.

Arya mengaku menjadi relawan uji klinis vaksin Covid-19 untuk kepentingan umat manusia.

Bagi Arya, ditemukannya vaksin Covid-19 ini menjadi begitu penting demi kelangsungan hidup manusia.

Tahap pertama uji klinis vaksin Covid-19 produksi Sinovac sudah selesai. Disimpulkan, vaksin aman untuk manusia.

Tahapan kedua uji klinis vaksin juga sudah selesai, dan didapat hasil bahwa vaksin itu efektif menjadi Anti Corona.

Tahap tiga uji klinis vaksin ini dilakukan secara massal di beberapa negara.

Arya menegaskan, menyambut kedatangan vaksin Covid-19, masyarakat di Tanah Air harus ada yang berani dan mau menjadi relawan, mencoba vaksin Covid-19 produksi Sinovac.

"Kalau ini berhasil maka kita bisa lepas dari Corona dan bangkit kembali," kata Arya kepada Tribun Network, Selasa (4/8).

"Dan ini juga menyangkut kemanusiaan semua, kalau tidak ada relawan uji klinis siapa nanti yang akan mencoba vaksin dan berani menghadapi masalah ini. Makanya bagi saya ini adalah menyangkut kemanusiaan," sambung Arya.

Uji klinis tahap 3 vaksin Covid-19 produksi Sinovac dilakukan Produsen Vaksin dan Antisera BUMN PT Bio Farma, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Universitas Padjadjaran.

Sebanyak 2.400 vaksin buatan Sinovac telah tiba di PT Bio Farma pada 19 Juli 2020 untuk kepentingan uji klinis tahap 3 yang akan dilakukan Agustus ini.

Arya menceritakan, uji klinis vaksin Covid-19 tahap 3 akan dijalaninya kalau bukan akhir pekan ini, akhir pekan depan. Besar harapannya agar uji klinis vaksin Covid-19 tahap 3 bisa berhasil.

"Kalau nanti sudah lolos uji klinis tahap 3, maka akan diproduksi di Indonesia sekitar bulan Januari," tutur Arya.
Bebas Covid-19

Sebelum disuntik vaksin Covid-19 untuk kepentingan uji klinis, Arya diwajibkan fokus menjaga kesehatan.

Salah satu persyaratan uji klinis vaksin Covid-19 yakni relawan harus dalam kondisi fit dan tidak boleh terinfeksi virus penyebab Covid-19.

"Jadi saya harus jaga kesehatan saya benar ini supaya jangan terkena Corona sebelum divaksin," ucap Arya.

Keluarga Arya sama sekali tak keberatan dengan keputusannya menjadi relawan uji klinis vaksin Covid-19.

Arya sudah menjelaskan bahwa vaksin Covid-19 aman untuk manusia dan sudah teruji bisa menahan agar Virus Corona tidak masuk ke tubuh.

"Bukan obat, tapi menahan supaya virus penyebab Covid-19 tidak masuk di dalam tubuh, artinya divaksin jadi ya akhirnya mereka (keluarga) oke," jelas Arya.

Arya menjelaskan, Sinovac merupakan perusahaan vaksin di China yang kerap bekerjasama dengan Bio Farma. PT Bio Farma sudah teruji untuk memproduksi vaksin di dunia dan sudah diakui World Health Organization (WHO).

Demikian juga dengan Sinovac, diakui oleh WHO di China. Sinovac, lanjut Arya, sudah pernah membuat vaksin untuk flu burung dan Sars.

"Tahap-tahap yang pernah mereka lakukan, juga tahap-tahap uji klinis sudah diuji di China," jelas Arya.

(tribun network/nik/sui)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved