22 Negara Pertumbuhan Ekonominya Alami Kontraksi di kuartal II-2020, Ini Kata Menkeu Soal Indonesia
Data Bloomberg menunjukan tujuh belas negara secara teknis masuk ke dalam resesi ekonomi karena telah dua kuartal beturut-turut
TRIBUN-BALI.COM - Corona virus disease 2019 (Covid-19) telah memberikan tekanan cukup signifikan terhadap perekonomian global.
Catatan, Kontan.id, setidaknya ekonomi dua puluh dua negara terkontraksi di kuartal II-2020.
Data Bloomberg menunjukan tujuh belas negara secara teknis masuk ke dalam resesi ekonomi karena telah dua kuartal beturut-turut pertumbuhan ekonominya berada di level minus.
Adapun, di kuartal II-2020 secara tahunan, posisi pertumbuhan ekonomi tujuh belas negara adalah sebagai berikut, Spayol (-22,1%), Inggris (-21,7%), Perancis (-19%), Meksiko (-18,9%), Italia (-17,3%), Portugal (-16,5%), Filipina (-16,5%), Euro Area (-15%), Belgia (-14,5%), Uni Eropa (-14,4%), Singapura (-13,2%), Austria (-12,8%), Jerman (-11,7%), Ceko (-10,7), Latvia (-9,8%), Amerika Serikat (-9,5%), dan Hong Kong (-9%).
• 4 Masalah Kesehatan Ini Bisa Muncul Bila Berat Badan Turun Terlalu Cepat
• Krisis Imbas Pandemi Corona, Sandiaga Uno Ungkap Peran UMKM Dalam Stabilisasi Perekonomian Nasional
• Ramalan Zodiak 16 Agustus 2020: Cancer Jangan Terlalu Berharap, Scorpio Harus Tetap Semangat & Sabar
Sementara, lima negara lainnya belum masuk resesi, tapi pada April-Juni 2020 pertumbuhan ekonimnya minus secara tahunan yakni, Indonesia (-5,3%), Lithuania (-3,8%), Korea Selatan (-2,9%), Kazakhstan (-1,8%), Taiwan (-0,7%).
Dari kacamata, perkembangan realisasi pertumbuhan ekonomi dua puluh dua negara tersebut, dan dinamika global, berbagai lembaga internasional yakin ekonomi global minus di 2020.
World Bank memproyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2020 minus 5,2%.
International Munetary Fund (IMF) meramal di posisi minus 4,9%.
Lalu, the Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) minus 6,4% bahkan sampai minus 7,4%.
Kondisi ekonomi global yang diramal bakal negatif, turut memengaruhi ekonomi Indonesia.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, prediksi pemerintah ekonomi dalam negeri berada di kisaran minus 1,1% sampai 0,2%.
Proyeksi tersebut makin pesimis, setelah sebelumnya konsensus otoritas fiskal yang berada di level minus 0,4% sampai 2,3%.
“Agak bergeser di arah negatif mendekati 0% tergantung faktor di kuartal III-2020 sampai akhir tahun. Tahun ini memang penuh dengan ketidakpastian,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Nota Keuangan dan RAPBN 2020, Jumat (14/8/2020).
Berulang kali, Menkeu Sri Mulyani menyebutkan ekonomi di tahun ini tergantung dari penanganan kesehatan serta disiplin masyarakat ketika menjalankan aktivitas dengan protokol Covid-19.
• Ramalan Zodiak Cinta 16 Agustus 2020: Gemini Ada Konflik, Libra Menikmati Waktu Bareng Pasangan
• Hadirkan Tiga Musisi dan Artis Bali, Ini Keistimewaan Lainnya dari Acara Pesta Merdeka Yamaha 2020
• 11 Dokter dan Perawat Penyintas Covid-19 Jadi Orang Pertama di Bali Donorkan Plasma Konvalesen
Karena, hanya lewat cara inilah, ekonomi bisa berjalan sembari anti virus Covid-19 ditemukan.
Dari sisi fiskal, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah medorong ekonomi baik dari sisi supply maupun demand masyarakat.
Kebijakan tersebut, sebagaimana dianggarkan dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp 695,2 triliun.
Harapan Sri Mulyani, PEN dapat terserap dengan optimal agar ekonomi di kuartal III-2020 dan kuartal IV-2020 tidak kembali negatif.
Per 6 Agustus 2020, realisasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN) sudah mencapai 21,8% dari pagu yang ditetapkan.
Di pertengahan kuartal III-2020 saat ini, pemerintah berupaya agar penyerapan anggaran untuk menanggulangi dampak sosial, ekonomi, dan keuangan akibat corona virus disease 2019 (Covid-19) bisa dipercepat.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) realisasi program PEN sampai dengan pekan pertama Agustus 2020 sebesar Rp 151,25 triliun.
Angka tersebut setara 21,8% dari total anggaran senilai Rp 695,2 triliun.
Dari total pagu tersebut, Daftar Isian Inventaris Anggaran (DIPA) yang sudah ada sebesar Rp 313,2 triliun, Sementara yang belum ada DIPA sebanyak Rp 226,1 triliun.
Sisanya, Rp 155,9 triliun merupakan anggaran tanpa DIPA yang dipergunakan untuk insentif perpajakan dalam program PEN.
Secara rinci, pertama untuk realisasi anggaran kesehatan sebesar Rp 7,14 triliun atau setara dengan 14,4% dari pagu senilai Rp 87,55 triliun.
Anggaran kesehatan ini diperuntukkan bagi insentif kesehatan pusat dan daerah, santunan kematian tenaga kesehatan, penanganan oleh Gugus Tugas Covid-19, dan insentif bea masuk dan pajak pertambahan nilai (PPN) kesehatan.
Kedua, program perlindungan sosial tercatat sudah tersalurkan Rp 86,45 triliun. Angka tersebut setara 48,8% dari pagu Rp 203,91 triliun.
Rinciannya untuk Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, bantuan sembako Jabodetabek, bantuan non tunai Jabodetabek, kartu pra kerja, diskon listrik dan Batuan Langsung Tunai (BLT).
Ketiga, realisasi dukungan sektoral Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemda sebesar Rp 8,6 triliun atau sama dengan 25,7% dari anggaran sebesar Rp 106,05 triliun. Dukungan ini diberikan untuk program padat karya K/L , DID pemulihan ekonomi, dan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik.
Keempat, realisasi insentif usaha senilai Rp 16,6 triliun, atau setara 13,7% dari anggaran senilai Rp 120,61 triliun.
Ini disalurkan untuk insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh 22 Impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, pengembalian pendahuluan PPN, dan diskon angsuran PPh Badan.
Kelima, realisasi dukungan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebesar Rp 32,5 triliun atau sama dengan 27,1% dari pagu senilai Rp 123,47 triliun, antara lain tersalurkan untuk penempatan dana pemerintah diperbankan, pembiayaan investasi LPDB, PPh Final UMKM DTP, dan subsidi bunga UMKM.
Keenam, realisasi pembiayaan korporasi yang sama sekali belum terserap. Anggarannya mencapai Rp 53,57 triliun.
Untuk ini, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan pihaknya akan segera menyalurkan penyertaan modal negara (PMN) kepada pada perusahaan Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) penerimanya diupayakan pada Agustus 2020.(*)