Disdikpora Bali Beberkan Kendala Guru, Orang Tua dan Siswa Selama Pembelajaran Daring
Koordinator Pengawas Disdikpora Provinsi Bali, I Wayan Darsana mengatakan, ada beberapa kendala yang dialami oleh guru, orang tua dan anak
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Bali membeberkan sejumlah kendala yang dialami oleh guru, orang tua dan siswa selama adanya pembelajaran dengan metode dalam jaringan (daring) atau online.
Metode pembelajaran diterapkan seiring dengan mengurangi intensitas tatap muka di tengah pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Koordinator Pengawas Disdikpora Provinsi Bali, I Wayan Darsana mengatakan, ada beberapa kendala yang dialami oleh guru, orang tua dan anak selama pembelajaran daring atau online.
Baginya guru mengalami kesulitan dalam mengelola pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan cenderung fokus pada penuntasan kurikulum.
• Update, Beberapa Upaya Pemerintah Indonesia Membangkitkan Ekonomi di Tengah Pandemi Covid-19
• Disdikpora Bali: Di Masa Pandemi Belum Semua Guru Menguasai IT
• 3 Hari Bu Tejo Tayang di YouTube, Film Tilik Tembus 2 Juta Penonton, Berikut Ini Fakta Menariknya
"Kesulitan mengelola PJJ itu memang lumayan bervariasi ya. Jadi ada bapak/ibu yang sudah hebat bisa mengikuti.
Tapi masih banyak guru-guru kita yang masih kompetensi di dalam mengelola IT itu kita katakan kurang," jelas Darsana saat menjadi pembicara dalam Sumposium Virtual Kemerdekaan Belajar di Masa Pandemi, Jum'at (21/8/2020).
Dalam simposium yang diadakan Ikatan Guru Indonesia (IGI) Wilayah Bali itu, Darsana juga menjelaskan bahwa, waktu pembelajaran dengan metode daring atau online ini juga berkurang dibandingkan dengan tatap muka.
Guru juga mengalami kesulitan berkomunikasi dengan orang tua sebagai mitra guru di rumah.
Di sisi lain, tidak semua orang tua mampu mendampingi anak belajar di rumah karena ada tanggungjawab lain, seperti kerja dan urusan lainnya.
Orang tua juga kesulitan dalam memahami pelajaran dan memotivasi anak saat mendampingi anaknya belajar di rumah.
Sementara siswa sendiri sangat sulit untuk konsentrasi dalam mengikuti pembelajaran daring atau online dan mengeluhkan beratnya penugasan dari guru.
Peningkatan rasa stres dan jenuh akibat isolasi berkelanjutan berpotensi menimbulkan rasa cemas dan depresi bagi anak.
Darsana mengatakan, kelangsungan belajar mengajar yang tidak dilakukan di sekolah berpotensi menimbulkan dampak negatif yang berkepanjangan, seperti adanya ancaman putus sekolah.
"Dalam kondisi yang seperti ini anak harus ikut bekerja untuk menambah income sehingga mampu mengatasi situasi yang banyak PHK dan lain sebagainya," kata dia.
• Elkan Baggott dan Jack Brown, Tipe Pemain Keturunan Pilihan Shin Tae-yong di Timnas Indonesia U-19
• Katalog Promo JSM Alfamart 21 Agustus 2020, Promo Kemerdekaan hingga Beli 2 Gratis 1 Masih Berlaku
• Dejan Lovren Dendam dan Sikut Sergio Ramos, Begini Respons Mohamed Salah
Tak hanya itu, penurunan capaian belajar juga bisa terjadi apabila kelangsungan belajar mengajar tidak dilakukan di sekolah.
Perbedaan akses dan kualitas selama pembelajaran jarak jauh dapat mengakibatkan kesenjangan capaian belajar, terutama untuk anak dari sosio-ekonomi berbeda
Kelangsungan belajar mengajar tidak dilakukan di sekolah juga berpotensi terjadi kekerasan pada anak dan risiko eksternal.
Menurut Darsana, tanpa sekolah, banyak anak yang terjebak di kekerasan tanpa terdeteksi oleh guru dan ketika anak tidak lagi datang ke sekolah, terdapat peningkatan angka pernikahan dini, eksploitasi anak terutama perempuan remaja. (*)