Corona di Bali

Sektor Pariwisata di Bali Dihantam Covid-19, Badung Rasionalisasi Target PAD 2020 Jadi Rp 2,7 T

Kabupaten Badung memastikan tidak akan bisa mencapai target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ditetapkan sebelumnya sebagai dampak pandemi Covid-19.

Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/I Komang Agus Aryanta
Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta saat di temui usai rapat paripurna Senin (24/8/2020). 

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Kabupaten Badung memastikan tidak akan bisa mencapai target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ditetapkan sebelumnya sebagai dampak pandemi Covid-19.

Badung pun melakukan rasionalisasi target PAD sebesar Rp 2.601.520.772.474,94 atau berkurang sebesar 49,06 persen dari APBD Induk tahun anggaran 2020 sebesar Rp 5.303.069.994.167,98.

"Saya menyadari sepenuhnya saat ini kita berada pada situasi dan kondisi yang paling sulit dan memprihatinkan, sebagai akibat yang ditimbulkan oleh adanya wabah pandemi Covid-19.

Bahkan dirasakan secara langsung oleh masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah. Keadaan ini tidak saja terjadi di wilayah Kabupaten Badung, namun juga terkondisi secara nasional maupun global,” kata Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta, saat membacakan jawaban pemerintah terhadap Pemandangan Umum Fraksi–fraksi DPRD Kabupaten Badung di Kantor DPRD Badung, Senin (24/8/2020).

Giri Prasta mengaku sejak awal Maret 2020 sampai dengan saat ini, pandemi Covid-19 sangat berdampak pada sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung PAD Kabupaten Badung.

Karena itu, target PAD dilakukan rasionalisasi sebesar Rp 2.601.520.772.474,94, sehingga target PAD menjadi sebesar Rp 2.701.549.221.963,04.

"Rasionalisasi tersebut dilakukan mengingat berkurangnya kunjungan wisatawan mancanegara maupun domestik selama masa pandemi Covid-19," ujar Giri Prasta.

Rasionalisasi PAD terutama bersumber dari rasionalisasi pendapatan pajak daerah yakni sebesar Rp 2.560.637.970.894,95 atau berkurang sebesar 53,79 persen, sehingga target pajak daerah menjadi Rp 2.200.196.693.545,02.

Adapun kekurangan realisasi pendapatan asli daerah pada sisa kurun waktu lima bulan ini, lanjut Giri Prasta, akan diperoleh dari sumber pendapatan lainnya.

Mulai dari Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan.

"Wajib pajak biasanya melakukan pembayaran menjelang jatuh tempo pembayaran pajak, yakni pada tanggal 30 November 2020," terangnya.

Penggratisan PBB

Mengenai penggratisan PBB bagi warga asli Badung, khususnya lahan yang tak dikomersialkan, Giri Prasta menyatakan tetap berlanjut atau digratiskan.

Sebab yang dikenakan pajak adalah tanah yang bukan milik orang Badung.

"Jadi tanah yang milik orang Badung itu yang dimaksud dengan tanah-tanah yang tidak dikomersilkan. Artinya ada juga tanah yang dikomersilkan ini, ada yang sudah dipergunakan untuk usaha. Kalau untuk masyarakat asli Kabupaten Badung itu tidak dipunggut pajak," tegasnya.

Terkait pendapatan, kata Giri Prasta, pendapatan juga bisa berasal dari biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan.

Ini melihat trend penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pada tahun-tahun sebelumnya.

Menurut Giri Prasta, wajib pajak ramai melakukan transaksi dan peralihan hak atas tanah dan bangunan pada triwulan keempat (Oktober-Desember).

Begitu juga pendapatan dari pajak hotel, restoran, dan hiburan yang dari Mei sampai dengan Juli telah menunjukkan peningkatan realisasi.

"Kami berharap dengan adanya kebijakan Pemerintah Provinsi Bali melakukan pembukaan wisatawan domestik, dan kebijakan pemerintah pusat agar pelaksanaan MICE (meeting, incentive, convention, and exibhition) diadakan di Bali, serta mendorong agar wisatawan domestik melakukan perjalanan ke Bali, bisa meningkatkan okupansi kamar hotel. Sehingga berpengaruh pada realisasi pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan," jelasnya.

Ada pula pendapatan dari pajak penerangan jalan, yang tetap memberikan kontribusi bagi PAD Kabupaten Badung.

Juga pendapatan dari penagihan piutang pajak daerah kepada wajib pajak yang telah melakukan perjanjian angsuran.

"Ini konsep yang sudah kita siapkan. Jelasnya begini, kami senantiasa menggunakan prinsip money follow function, uang mengikuti bentuk,” tandas Ketua DPC PDIP Badung ini.

Tak Sependapat

Pada kesempatan itu, Giri Prasta juga menyatakan tak sependapat dengan beberapa pandangan dewan.

Pertama, terkait rancangan belanja daerah minimal sama atau lebih kecil dibandingkan dengan rancangan pendapatan daerah.

Pasalnya berdasarkan ketentuan pasal 83 sampai dengan pasal 88 Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, diperbolehkan belanja daerah lebih besar dibandingkan dengan pendapatan daerah atau APBD mengalami defisit sepanjang besaran defisitnya tidak melampaui batas maksimal defisit yang ditetapkan oleh menteri keuangan serta defisit tersebut dapat didanai dari pembiayaan daerah.

"Jadi berdasarkan hasil audit BPK RI, SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) tahun anggaran 2019 yang dapat dimanfaatkan untuk menutupi defisit belanja APBD adalah sebesar Rp 278.775.207.361,18 dan atas hal tersebut telah pula dicantumkan dalam postur Rancangan Perubahan APBD Kabupaten Badung tahun anggaran 2020.

Selain itu merujuk ketentuan III 3c Lampiran I Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, nomor 33 tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun anggaran 2020, mewajibkan SiLPA harus dimanfaatkan secara penuh atau SiLPA tahun berjalan nol," ungkapnya. (gus)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved