Saksi Peristiwa Pengangkatan Jenazah di Lubang Buaya Tutup Usia, Ini Kisah Pelda KKO Kandou
Satu diantaranya adalah kesaksian Pelda KKO AL (Korps Komando Angkatan Laut) Purnawirawan Evert Julius van Kandou yang turut menjadi saksi
TRIBUN-BALI.COM - Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) atau Gerakan 1 Oktober 1965 (Gestok) menjadi sejarah dan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia untuk tidak kembali mengulangi tragedi serupa.
Meski telah berlalu puluhan tahun silam, tragedi G30S menjadi diskusi menarik setiap jatuh di bulan September.
Satu diantaranya adalah kesaksian Pelda KKO AL (Korps Komando Angkatan Laut) Purnawirawan Evert Julius van Kandou yang turut menjadi saksi dan pengangkatan para korban G30S.
Diketahui, Pelda KKO Kandou tutup usia di Banyuwangi, Jawa Timur pada Jumat (4/9/2020).
Sebelum wafat, Pelda KKO Kandou sempat memberikan kesaksian soal proses pengangkatan jenazah para korban G30S.
Melansir dari SOSOK.id dalam artikel 'Kesaksian Personel KKO AL Pengangkat Jenazah Korban G30S/PKI di Lubang Buaya, Bau Busuk Mayat Sampai Buat Tak Bisa Makan 2 Hari', Pelda KKO Kandou pernah diwawancari dan videonya diunggah di youtube MTA TV.
Dalam video tersebut, Pelda KKO Kandou mengaku mendapat perintah dari Mayjen Hartono untuk mengangkat jenazah korban G30S di Lubang Buaya, Kompleks Halim.
Pelda KKO Kandou termasuk dari 12 orang yang jadi saksi hidup melihat kekejaman apa yang dilakukan PKI terhadap tujuh perwira TNI AD.
Saat itu 3 Oktober 1965 sore hari, seorang personel Kostrad bernama Kapten Sukendar mendatangi Pusat Kormar untuk menemui perwira dinas di sana.
Tujuan Kapten Sukendar ialah meminta bantuan personel KKO AL untuk mengangkat jenazah para perwira TNI AD atas mandat dari Pangkostrad Mayjen Soeharto.
Lantas Sugimin dan Kandou bersama rekan-rekan naik truk menuju Lubang Buaya.
Sesampainya di Lubang Buaya, Sugimin dan Ven Kandou mengetahui secara jelas tugas apa yang bakal mereka lakukan.
Cepat saja Ven Kandou dan Sugimin langsung diperintahkan untuk masuk ke sumur tua tempat dimana tujuh jenazah perwira tinggi TNI AD dibunuh.
Dari 100 meter bau busuk mayat sudah tercium oleh Sugimin dan Ven Kandou saat masuk ke sumur tua itu.
"Masker anti huru-hara tembus baunya, dari 100 meter kita masuk sudah terasa bau (busuknya) jenazah," ujar Ven Kandou.
"Dua hari setelahnya kami tak bisa makan (gara-gara bau itu)," tambahnya.
Untuk mengangkat jenazah pun secara wajar tidak mungkin.
Hal ini lantaran posisi jenazah dari ketujuh perwira TNI AD di sumur itu terbalik, yakni kaki berada diatas dan kepala dibawah.
Mau tak mau kaki jenazah harus diikat dan ditarik keatas dalam keadaan terbalik.
"Yang ngenes sekali itu (jenazah) pak Jenderal Ahmad Yani dan Jenderal Sutoyo ketika ditarik ke atas sudah dimulut sumur talinya putus," kata Ven Kandou.
Putusnya tali itu membuat jenazah keduanya jatuh lagi kedalam sumur tua.
Ven Kandou melanjutkan jika dirinya semakin sedih tatkala melihat kondisi para jenazah, terutama jenderal Ahmad Yani.
"Sedih, saya melihat pak Yani lehernya disayat hampir putus," kata Ven Kandou.
Sugimin juga mengatakan kondisi jenazah Ahmad Yani yang paling memprihatinkan.
"Mungkin Pak Yani diberondong tembakan berkali-kali."
"Pada waktu (jenazah Ahmad Yani) diangkat kotoran dari perutnya keluar (sobek akibat berondongan peluru sebelumnya), jenazah yang lainnya tak ada yang sampai seperti itu," ujar Sugimin.
Perlu 2-3 jam bagi tim untuk mengangkat semua jenazah keluar dari sumur tua di Lubang Buaya itu.
Berikut video wawancaranya:
Biodata Pelda KKO (Marinir) Kandou
Diketahui, Pelda KKO Kandou meninggal dunia di Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (4/9/2020).
Kandou, pelaku sejarah pengangkat jenazah korban G30S/PKI di Lubang Buaya, meninggal dunia pada usia 83 tahun.
Komandan Korps Marinir TNI AL, Mayor Jenderal TNI Suhartono, di Jakarta, Jumat, menyatakan duka citanya atas kepergian selamanya Pelda KKO Kandou.
“Beliau adalah prajurit pejuang yang berdedikasi dan loyalitas tinggi yang patut diteladani bagi para generasi penerus,” katanya dilansir Surya.co.id dari kantor berita Antara.
Suhartono dan beberapa perwira stafnya sempat menjenguk langsung seniornya itu di rumah pribadinya, di Muncar, Banyuwangi, beberapa waktu lalu.
Saat itu, Kandou masih bisa berkomunikasi secara verbal walau terbaring di tempat tidur.
Kandou merupakan salah satu prajurit yang ditugaskan Komandan KKO AL saat itu, Mayor Jenderal KKO Hartono, untuk mengangkat tujuh perwira tinggi dan perwira pertama TNI AD yang menjadi korban tragedi G-30-S/PKI pada 30 September 1965 di Lubang Buaya.
KKO kemudian membentuk satu tim dari Komando Intai Para Amfibi (kemudian menjadi Batalion Intai Amfibi Korps Marinir TNI AL) yang terdiri dari sembilan personel yang dipimpin Kapten KKO Winanto.
Mereka adalah Letnan KKO Mispan Sutarto, Sersan KKO Suparimin, Kopral Dua KKO van Kandou, Kopral Dua KKO Sudarjo, Kopral Dua KKO Sugimin, Kopral Kepala KKO Hartono, Prajurit Kepala KKO Sumarni, dan Prajurit Kepala KKO Subekti.
Pada waktu itu, informasi tentang titik persis di mana enam perwira tinggi dan seorang perwira pertama TNI AD dibawa gerombolan penculik yang berideologi komunis dan pro PKI itu simpang-siur dan keadaan sangat mencekam.
Pada waktu kejadian, pada 30 September malam hingga 1 Oktober 1965 dini hari, mereka ternyata dibawa ke suatu lokasi bernama Lubang Buaya di Jakarta Timur.
Dan beberapa di antara mereka masih hidup saat tiba di lokasi itu.
Sampai akhirnya diketahui bahwa jenazah mereka dimasukkan ke dalam sumur yang tidak dipakai lagi dan titik itu disamarkan sedemikian rupa.
Secara terpisah, Kepala Dinas Penerangan Korps Marinir TNI AL, Letnan Kolonel Marinir Gugun Rachman mengatakan Kandou meninggal dalam usai 83 tahun di Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur.
Menurut rencana dari keluarganya, jenazah Kandou akan dikremasi dan abunya dilarung di Watu Dodol, Banyuwangi.
"Pelaku sejarah pengangkatan jenazah pahwalan revolusi Pelda KKO (Purnawirawan) Evert Julius van Kandou sejak tiga hari lalu mengalami gangguan kesehatan yang serius sehingga dibawa ke ICU RS Al Huda Genteng, Banyuwangi," katanya.
Kandou, katanya, menderita sakit asam urat dan keretakan tulang lutut kaki kiri akibat jatuh saat di kamar mandi.
Ia sempat rutin melakukan terapi di RS Al Huda Genteng Banyuwangi.
Korps Marinir TNI AL, katanya, telah memberikan perhatian yang selayaknya kepada Kandou.
“Bahkan Komandan Korps Marinir TNI AL, Mayor Jenderal TNI (Marinir) Suhartono sempat menjenguk beliau, pekan lalu,” katanya.(Seto Aji/Putra Dewangga/Sosok.id dan Antara/Surya.co.id)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Kesaksian Pelda KKO (Marinir) Kandou Sebelum Wafat di Banyuwangi, Angkat Jenazah Korban G-30-S/PKI,
