Demo Penolakan UU Omnibus Law

Aksi Demo UU Omnibus Law Cipta Kerja di Bali Sempat Memanas, Polisi Melepaskan Gas Air Mata

Aksi demonstrasi mahasiswa dan elemen masyarakat yang tergabung dalam komunitas Bali Tidak Diam di kawasan Kantor DPRD Bali sempat memanas

Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/Zaenal Nur Arifin
Polisi memukul mundur massa aksi penolakan UU Omnibus Law di Denpasar, Kamis (8/10/2020). 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Aksi demonstrasi mahasiswa dan elemen masyarakat yang tergabung dalam komunitas Bali Tidak Diam di kawasan Kantor DPRD Bali sempat memanas, Kamis (8/10).

Polisi terpaksa melepaskan gas air mata guna meredam aksi sejumlah pengunjuk rasa yang melempari polisi dengan botol plastik dan benda keras lainnya.

Aksi menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja oleh DPR tersebut awalnya direncanakan fokus di kawasan depan kampus Universitas Udayana (Unud) di Jalan Sudirman, Denpasar.

Akan tetapi massa tiba-tiba bergerak ke arah kantor DPRD Provinsi Bali di Renon.

Kendati sempat memanas, situasi cepat dikendalikan aparat keamanan yang bertindak sigap. Tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut.

Seperti disaksikan Tribun Bali, massa memulai aksi sekira pukul 14.00 Wita di depan kampus Unud. Selanjutnya mereka long march dari Jalan Sudirman menuju kantor DPRD Bali.

Mereka berjalan kaki sambil bernyanyi dan berteriak "DPR Goblok, DPR Bodoh".

Mereka pun membawa atribut bertuliskan kecaman-kecaman terhadap DPR.

Jalan Raya Puputan Renon macet lantaran massa datang dari arah berlawan sehingga mempersempit akses jalan.

Perwakilan mahasiswa Unud, Komang Aldi mengaku tidak tahu mengapa peserta aksi tiba-tiba menuju ke kantor DPRD Bali di Renon. Padahal, rencana awal mereka cuma aksi di depan kampus Unud, Jalan Sudirman, Denpasar.

"Tadi sebelum mulai itu ada yang teriak bahwa aksi tidak ke kantor DPRD Bali, tapi kenyataannya tiba-tiba massa ke sana, akhirnya banyak yang ikut ke sana. Kami tidak tahu siapa yang memimpin tiba-tiba saja ke sana," kata Komang Aldi saat diwawancara wartawan di depan Kantor DPRD Bali seusai aksi.

Aldi dan kawan-kawan mahasiswa Unud mengakui aksi ke kantor DPRD Bali ini gerakan spontanitas.

"Kami hanyalah mahasiswa yang ingin berpartisipasi, kami tidak tahu siapa yang menggerakkan ini," kata Aldi.

Dalam aksi demo di kawasan kantor DPRD Bali, ada peserta aksi melempari polisi dengan botol plastik sehingga polisi mengeluarkan gas air mata.

Terkait insiden anarkis tersebut, Komang Aldi mengatakan hal itu dapat dimaklumi karena peserta aksi kecewa terhadap para anggota DPR yang dianggap semena-mena.

"Bisa dibilang kami ini terprovokasi oleh berita-berita di media. Akibat kemarahan teman-teman, terjadilah hal demikian. Karena memang kenyataannya demikian, bahwa para pejabat kita semena-mena. Kalau dilihat, aksi di Bali masih jauh kondusif ketimbang di luar Bali," katanya.

Dia juga menjelaskan,situasi sempat memanas karena beberapa kali mereka minta bertemu anggota dewan, tapi polisi menghalangi.

Untungnya, Wakapolda Bali Brigjen Pol Drs I Wayan Sunartha datang ke lokasi dan memediasi mahasiswa sehingga suasana kondusif.

Perwakilan mahasiswa akhirnya diizinkan masuk ke kantor DPRD Bali, namun tidak bisa menemui anggota DPRD.

"Kami cuma ketemu sama perwakilan dewan, tapi bukan anggota dewan," kata Komang Aldi.

Ada Penyusup

Kapolresta Denpasar, Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan menduga aksi komunitas Bali Tidak Diam di depan Kantor DPRD Bali disusupi provokator.

"Mereka sendiri mengakui ada penyusup, dan mereka mengakui kedatangan ke kantor DPRD tanpa pemberitahuan terlebih dahulu sehingga tidak ada anggota dewan yang menerima, apalagi sebagian anggota dewan WFH karena pandemi Covid-19," kata Jansen saat diwawancara di halaman kantor DPRD Bali, Kamis (8/10).

Jansen mengatakan, serangan gas air mata kepada peserta aksi karena ada sebagian yang melempari anggota dan mobil polisi dengan botol dan batu.

"Sehingga untuk mengurai massa (poliisi lepaskan gas air mata) agar tidak ada pelemparan lagi. Jadi tadi sebagian ada yang memicu melakukan pelemparan," kata Kapolresta.

Sejumlah mahasiswa yang telah dimintai keterangan di lokasi, kata Jansen, menyesalkan atas aksi pelemparan botol ke aparat kepolisian tersebut.

Terkait insiden pelemparan ke mobil aparat, tim humas Polresta mendokumentasikan sejumlah orang yang dicurigai sebagai provokator.

"Pasti kami tindaklanjuti, baik yang mengaku korlap gadungan, kami sedang dalami. Aksi mahasiswa yang niatnya baik tercoreng oleh sebagian provokator," kata Jansen.

Dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Juru Bicara Aliansi Bali Tidak Diam Abror Torik Tanjilla mengatakan, pihaknya mendapatkan perlakuan represif dari aparat kepolisian.

"Kita masih berkumpul di dalam kampus Universitas Udayana karena di depan kampus kita ada aparat semua," kata Abror kemarin sore. Sejauh ini, Abror mengaku mereka masih dalam keadaan aman.

Untuk mengatasi aksi massa kemarin, Kapolresta Denpasar, Jansen Avitus Panjaitan mengatakan pihaknya didukung Polres Badung dua pleton, Brimob Polda Bali, Sabhara Polda Bali, Satpol PP Denpasar dan Bali.

Jansen mengimbau kepada masyarakat khususnya mahasiswa agar tidak lagi menggelar aksi kerumunan karena saat ini kasus Covid-19 masih tinggi di Bali.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Ketut Suarjaya pun mencemaskan aksi demonstrasi yang menimbulkan kerumuna itu menjadi klaster penyebaran Covid-19.

"Semua orang sudah tahu, kalau ada orang yang berkerumun banyak, kalau ada yang membawa virus bisa dengan mudah menyebar," kata Suarjaya, Kamis (8/10).

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Sumber Daya Mineral (Disnaker ESDM) Provinsi Bali Ida Bagus Ngurah Arda mengimbau agar penyampaian pendapat dilakukan secara tertib dan damai sesuai konstitusi.

"Terkait materi Omnibus Law agar sama-sama kita telaah dan kaji. Untuk maklum kami belum menerima dokumen UU dimaksud," kata Ida Bagus Ngurah Arda, Kamis (8/10).

Birokrat asal Desa Tamanbali Kabupaten Bangli ini meminta pekerja ikut menjaga suasana kondusif.

Hal itu penting dilakukan, mengingat Bali sebagai daerah pariwisata. Menurut Arda penolakan terhadap Omnibus Law dapat dilakukan secara konstitusional melalui Mahkamah Konstitusi berupa judicial review.

Cok Anom Kaget

Wakil Ketua DPRD Bali, Tjokorda Gde Asmara Putra Sukawati alias Cok Anom kaget dengan aksi ratusan massa tolak UU Cipta Kerja di Gedung DPRD Bali. Ia mengaku sedang berada di luar daerah.

Anggota dewan lainnya juga banyak yang bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) akibat pandemi Covid-19.

Cok Anom mengatakan, demonstran tidak memberitahukan terlebih dahulu ke pihak Sekretariat DPRD Bali untuk melakukan aksi. Apabila ada surat pemberitahuan, pihaknya pasti akan menemui mereka.

“Kalau saya di sana saya terima, nggak tahu juga kalau mereka mau datang. Kalau tahu saya datang,” ucapnya.

Mengenai sikapnya terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja, dia menegaskan dirinya bersama anggota Fraksi Demokrat DPRD Bali menolak UU tersebut.

“Kalau kami di Fraksi Demokrat ya menolak,” tegasnya.

Ia menyebut ada beberapa pasal yang justru memberatkan para pekerja seperti menghapuskan uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di-PHK karena akan memasuki usia pensiun.

Sementara Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Gde Sumarjaya Linggih alias Demer meminta semua pihak untuk menahan diri terkait aksi di beberapa daerah yang ricuh.

Bahkan, ia menyangsikan para pendemo membaca secara keseluruhan isi dari UU Cipta Kerja yang mereka tolak.

“Saya belum yakin bahwa yang sekarang demo-demo itu sudah membaca undang-undang yang terbaru. Kan itu banyak perbaikan dan perbedaan dari naskah yang pertama. Itu ada seribu halaman lho,” katanya, Kamis (8/10) malam.

Politikus yang juga Ketua Korwil Pemenangan Pemilu Bali-Nusra DPP Golkar ini menegaskan, dalam UU tersebut tidak ada hak pekerja yang dibunuh.

“Malah semua dilindungi,” tegasnya. (win/sui/gil)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved