Kritik Aksi Demo UU Cipta Kerja, Prof Windia: Biasakan Kalau Demo Jangan Merusak

Aksi demonstrasi penolakan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) 'Omnibus Law'' di sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk Bali, sempat memanas.

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/I Wayan Erwin Widyaswara
Ribuan massa aksi yang tergabung dalam komunitas Bali Tidak Diam melaksanakan long march dari Jl Sudirman menuju kantor DPRD Bali, Kamis (8/10/2020) 

Laporan wartawan Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Aksi demonstrasi penolakan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) 'Omnibus Law'' di sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk Bali, sempat memanas.

Di Pulau Dewata, massa aksi Bali Tidak Diam yang melakukan demonstrasi di depan kampus Universitas Udayana (Unud) Jalan Panglima Besar Sudirman, Denpasar, dipukul mundur oleh aparat kepolisian setelah aksinya melewati pukul 18.00 Wita.

Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stispol) Wira Bhakti Denpasar, Prof. Wayan Windia mengingatkan semua pihak dalam menyampaikan pendapat melalui demonstrasi agar tidak brutal dan merusak.

LBH Bali : UU Cipta Kerja Ancam Hak Masyarakat Adat & Berpotensi Perusakan Lingkungan

Ketua BEM Unud Sayangkan Demo Mahasiswa di Bali Malah Dibawa ke Isu SARA

Muncul Pertanyaan, Siapakah Massa Berpakaian Hitam yang Demo di Denpasar, Bandung, dan Palembang?

Baginya, aksi demonstrasi yang keras dan merusak oleh banyak pihak bisa dianggap sebagal tindakan brutal.

“Merusak aset publik akan merugikan semua pihak, yakni merugikan rakyat dan pemerintah," kata Prof. Windia dalam siaran persnya yang diterima Tribun Bali, Sabtu (10/10/2020).

Dengan adanya kerusakan berbagai fasilitas umum, anggaran yang harus dialokasikan untuk rakyat akan berkurang karena dialihkan untuk perbaikan sarana dan prasarana yang rusak.

Padahal di masa pandemi ini, pemerintah memerlukan banyak dana untuk melayani rakyatnya.

Windia mencatat, bahwa sering sekali ada demonstrasi yang bersifat politis lalu menimbulkan kericuhan dan brutal.

Misalnya demo pada saat pemilu dan demo yang dilakukan para buruh beberapa waktu lalu.

"Padahal kita memiliki dasar negara dan falsafah negara yakni Pancasila.

Tampaknya sangat sulit sekali untuk menerapkan Pancasila dalam tata kehidupan sosial masyarakat di Indonesia," jelasnya.

Profesor I Wayan Windia
Profesor I Wayan Windia (Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta)

Guru Besar Fakultas Pertanian Unud itu menilai, sulitnya penerapkan Pancasila dalam tata kehidupan sosial masyarakat di Indonesia karena belum diterapkan secara nyata dalam pembangunan nasional kita.

Harusnya, paling tidak harus dinyatakan dalam dokumen pembangunan nasional, bahwa pembangunan yang diterapkan di Indonesia adalah pembangunan sebagai pengamalan dari Pancasila.

Baginya, jika visi semacam itu dilaksanakan dengan konsisten dan konskwen, maka akan bisa memunculkan masyarakat Pancasila.

Masyarakat Pancasila berarti yang saling menghormati antaragama, masyarakat yang ber-pri kemanusiaan, manusia yang memuliakan persatuan-kesatuan, masyarakat yang selalu bermusyawarah/bermufakat dan masyarakat yang menikmati keadilan sosial.

Ketika masyarakat seperti itu belum tercapai, kata Prof. Windia, maka akan ada rasa iri antara masyarakat dengan birokrat/pemimpin yang bergelimang kemakmuran.

"Apalagi ternyata banyak pemimpin kita yang korup. Maka pada saat-saat seperti ini, akan menimbulkan iri hati dan sentimen sosial.

Maka sedikit saja ada kasus, maka masyarakat akan meledak. Kemarahan rakyat kecil, layaknya seperti api dalam sekam," kata dia.

Oleh karenanya, Prof. Windia mengusulkan agar Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dihidupkan kembali.

Dalam GBHN disebutkan secara jelas bahwa pembangunan nasional Indonesia adalah pembangunan sebagai pengamalan Pancasila.

"Kalau presiden menyimpang dari konsep itu, maka ia harus dicopot. Diyakini bahwa kalau saja keadilan sosial di Indonesia dan Pancasila diterapkan dengan baik, maka tidak akan ada brutalisme di bumi Pancasila ini," tuturnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved