Corona di Bali
Koster Ajukan Pinjaman Lunak Rp 9 Triliun ke Presiden Jokowi, 7 Persen dari Kontribusi Devisa Bali
Pinjaman lunak tersebut digunakan sebagai modal kerja bagi pengusaha di sektor pariwisata dan pendukung pariwisata di Bali.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Gubernur Bali Wayan Koster melalui Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Meparekraf) RI, Wishnutama Kusubandio mengusulkan pinjaman lunak (soft loan) kepada Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi).
Pinjaman lunak tersebut digunakan sebagai modal kerja bagi pengusaha di sektor pariwisata dan pendukung pariwisata di Bali.
Pinjaman lunak yang diusulkan nilainya mencapai Rp 9.490.250.000.000 atau 7 persen dari kontribusi devisa Bali terhadap negara (kurs Rp. 14.500).
Baca juga: Wishnutama : Citra Pariwisata Kita Bukan dalam Kondisi yang Baik, Khususnya di Australia
"Pinjaman lunak kepada pengusaha Bali diharapkan dapat bermanfaat bagi pengusaha untuk dapat bertahan pada masa pandemi dan upaya peningkatan daya saing Bali Covid-19," kata Koster bertemu Menparekraf RI, pimpinan asosiasi, pimpinan perbankan dan pelaku usaha di rumah jabatannya, Rabu (14/10/2020).
Selain itu, Koster juga berharap mekanisme ini dapat berdampak positif bagi pemulihan ekonomi, mengingat besarnya multiplier effect sektor pariwisata bagi sektor lainnya serta bagi perekonomian Bali secara luas.
Terlebih, mekanisme ini diharapkan dapat mendukung upaya pemulihan pariwisata nasional, mengingat besarnya peranan Bali terhadap pariwisata nasional.
Koster menuturkan, pinjaman ini dilakukan melalui skema program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk korporasi yang diperluas melalui merevisi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 11 Tahun 2020.
Jangka waktu pinjaman yakni selama maksimal 10 tahun dengan grace period selama 2 tahun dengan suku bunga rendah atau tanpa suku bunga.
Alokasi pinjaman lunak ke pengusaha ini berdasarkan kontribusi pengusaha terhadap Pajak Hotel dan Restoran (PHR); Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Hiburan di tahun 2019.
Mekanisme penyaluran dapat melalui perbankan di bawah koordinasi OJK dengan memperhatikan aspek kehati-hatian.
Asesmen kelayakan pemberian kredit didasarkan atas kinerja perusahaan dan kolektibilitas 1 dan 2 di tahun 2019 dengan adanya penjaminan kredit korporasi dari Pemerintah.
Koster memaparkan, bahwa sektor pariwisata memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia dan Bali.
Pada tahun 2019, kontribusi pariwisata terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai 5,5 persen.
Selain itu, dari total penerimaan devisa pariwisata nasional, sebesar 55,36 persen dikontribusikan oleh Provinsi Bali.
Namun, sebagai provinsi yang perekonomiannya ditopang oleh sektor pariwisata, dalam pandemi Covid-19 secara spasial Bali mengalami kontraksi terdalam pada triwulan Il 2020.
Penurunan kunjungan wisatawan telah berdampak pada penutupan hotel, restoran serta perusahaan pendukung pariwisata lainnya.
Situasi ini juga dikuti dengan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan cuti tidak dibayar (unpaid leave) sejumlah pekerja.
Koster menyebutkan, kerugian penerimaan devisa akibat Covid-19 diperkirakan mencapai Rp 108 triliun per tahun.
Hak itu dikarenakan ekonomi Bali sudah mengalami kontraksi dalam dua triwulan terakhir.
Pada triwulan I 2020, ekonomi Bali tumbuh -1,14 persen (year o year) dan pada triwulan II 2020 semakin mengalami kontraksi yang dalam yaitu -10,98% (year on year).
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Bali telah mengeluarkan sejumlah kebijakan dan program pemulihan pariwisata, termasuk dana hibah pariwisata sebesar Rp 3,3 triliun.
Menurutnya, tujuan utama dari hibah pariwisata ini guna membantu pemerintah daerah serta industri hotel dan restoran yang saat ini sedang mengalami gangguan finansial serta recovery penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) akibat pandemi COVID-19 dengan jangka waktu pelaksanaan hingga Desember 2020.
Kriteria Penerima dana hibah di antaranya PHPR minimal 15 persen dari total PAD Tahun anggaran 2019, 10 Destinasi Super Prioritas (DPP), 5 Destinasi Pariwisata Prioritas (DSP), Destinasi Branding dan 100 COE (Calender Of Events).
Dana hibah yang diberikan kepada pemerintah daerah dibagi dengan imbangan 70 persen dialokasikan untuk bantuan langsung kepada industri hotel dan restoran.
"Namun demikian, sejumlah kebijakan yang ada belum dapat sepenuhnya menjawab tantangan industri pariwisata di Bali," kata Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali itu. (*)