Pura di Bali
Mengenal Sisi Lain Pura Agung Jagatnatha, untuk Menjembatani Aspek Religius Anak Rantau di Denpasar
Selain kaula muda, warga Kota Denpasar, banyak anak rantau yang tinggal di Denpasar menyempatkan diri sembahyang ke Pura Agung Jagatnatha.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Siapa yang tak mengenal Pura Agung Jagatnatha di Denpasar.
Pura yang terletak di nol kilometer Kota Denpasar ini, menjadi tempat suci bagi seluruh warga Hindu di Bali. Khususnya bagi anak rantau yang tidak bisa sembahyang pulang, karena rumahnya jauh dari kota.
Raka Purwantara, Kepala Bagian Kesra Setda Kota Denpasar, membenarkan hal ini.
Selain kaula muda, warga Kota Denpasar, banyak anak rantau yang tinggal di Denpasar menyempatkan diri sembahyang ke Pura Agung Jagatnatha.
Baca juga: Diklaim Bisa Melesat 9.600 Km per Jam, AS Umumkan Rudal Hipersonik Pertamanya
Baca juga: Ramalan Zodiak Cinta Besok Jumat 16 Oktober 2020, Leo dan Pasangan Naik Level, Pisces Salah Paham
Baca juga: 5 Zodiak Ini Cocok Jadi Calon Ibu Terbaik, Leo Berbaur dan Menjadi Teman yang Menyenangkan
Harapannya, walau secara fisik anak rantau tak bisa pulang kampung, namun doa-doanya bisa sampai kepada leluhur di rumahnya, dengan sembahyang di Pura Agung Jagatnatha.
Mengingat Kota Denpasar, berisi beragam warga dari seluruh Bali. Sebagai ibu kota, yang banyak menampung tenaga kerja. Banyak yang dari Gianyar, bahkan Karangasem, Negara, hingga Singaraja.
Dengan jarak tempuh puluhan kilometer, jika harus pulang kampung saat rainan seperti Purnama, Tilem, atau Kajeng Kliwon.
“Memang umat Hindu dari seluruh Bali yang tinggal di Kota Denpasar, biasanya sembahyang ke pura ini. Rantauan di Denpasar, orang dari berbagai kabupaten tinggal di Denpasar. Ada yang ikut menjadi warga desa adat, ada yang tidak,” jelasnya kepada Tribun Bali, Kamis (15/10/2020).
Lanjutnya, dengan membawa canang sari dan pakaian adat madya bisa sembahyang ke Pura Agung Jagatnatha.
Jika memang ingin membawa peras pejati juga tidak masalah, karena tidak ada patokan khusus.
“Apalagi memang banyak kaula muda sembahyang ke sini, jadi bawa canang sari saja tidak apa-apa,” tegasnya.
Terlihat di pinggir sekitar pura, banyak dagang canang sari berjualan.
Daya tarik pura ini, bagi kaula muda karena lokasinya berdekatan dengan lapangan Puputan.
Namun, ia mengingatkan agar pamedek khususnya kaula muda, menjaga etika dan sopan santun saat tangkil ke pura.
Baca juga: 7 Zodiak Ini Suka Berbagi Tanpa Mengharap Imbalan, Cancer Merasa Bersalah Bila Tak Membantu
Baca juga: Serta® Hadirkan Matras dengan Teknologi Cool Fiber dan Viro Safe Pertama di Indonesia
Baca juga: Ngaku Istri Jaksa, Wanita ini Enggan Rapid Test dan Ucapkan Kata Tak Pantas pada Petugas
Sementara itu, di sisi lain karena mewabahnya pandemi Covid-19 di Bali. Aktivitas di Pura Agung Jagatnatha pun dibatasi dari keramaian.
Terlihat penerapan protokol kesehatan juga dilakukan, satu diantaranya dengan tersedianya wastafel tempat cuci tangan lengkap dengan sabun.
“Sekarang dibatasi yang sembahyang di dalam pura, sesuai protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Jadi di pura maksimal di dalam itu hanya 50 orang, karena menjaga agar tidak ada klaster penularan baru,” tegasnya.
Protokol lainnya, adalah dengan menyediakan thermo gun saat piodalan, atau rainan Hindu di Bali. Serta pembatasan fisik di dalam pura, sesuai jarak aman yang ditentukan.
Dalam waktu dekat, di Pura Agung Jagatnatha juga akan diselenggarakan pujawali.
“Pujawali pas Tumpek Klurut akhir Oktober 2020 di Purnama kelima,” sebutnya.
Pujawali seperti piodalan setiap tahun sekali. Kegiatan pujawali kali ini pun, kata dia, dibatasi untuk mengantisipasi kerumunan orang. Satu diantaranya penyineban (penutupan upacara) hanya sampai jam 5 sore saja.
Sementara sebelum Covid-19 melanda Bali, pujawali biasanya nyejer selama 3 hari. Guna memberikan kesempatan, kepada masing-masing kecamatan di Denpasar untuk warganya tangkil ke pura. Baik itu warga dari Denpasar Barat, Timur, Utara, dan Denpasar.
“Tapi karena sekarang situasi pandemi Covid-19 personel dan prosesi upacara dipersingkat. Tapi banten upakara tetap lengkap,” tegasnya.
Hanya saja, tidak diisi dengan ilen-ilen di luar upakara seperti tabuh, tarian rejang, dan lain sebagainya. Hanya inti pokok dari pujawali itu saja.
Selain itu, ketika rainan Purnama dan Tilem pun pecalang tetap berjaga dengan thermo gun.
Kemudian pembawa acara juga terus mengingatkan, agar semua pamedek menjaga protokol kesehatan.
Tempat duduk diatur sesuai garis yang ditentukan. Agar tidak ada kerumuman dan tetap jaga jarak.
“Dahulu mungkin bisa 24 jam, khususnya saat Siwaratri dan Saraswati. Tetapi karena pandemi sekarang hanya sampai jam 9 malam maksimal sudah dikunci,” tegasnya.
Pemangku pun dibekali hand sanitizer dan masker, agar tetap terjaga kesehatannya di masa pandemi ini.
Pura Agung Jagatnatha, jelas dia, tidak punya pangempon. Karena pangemponnya adalah Pemerintah Kota Denpasar.
“Semua pembiayaan terkait pujawali, aci sehari-hari disiapkan oleh Pemerintah Kota Denpasar, dalam hal ini melalui bagian kesra yang menggangarkan,” jelasnya.
Ada 5 pemangku dan satu juru sapu. Sementara untuk dana punia dan sesari, dikelola oleh pemangku dan penjaga pura. (*)