Mengenal Fenonema La Nina, Peningkatan Curah Hujan yang Harus Diwaspadai, Apa Saja Dampaknya?

BMKG mengingatkan adanya fenomena La Nina di Samudera Pasifik yang dapat berdampak anomali cuaca dan menyebabkan bencana hidrometeorologi di Indonesia

Editor: Irma Budiarti
Pexels
Ilustrasi hujan deras. 

TRIBUN-BALI.COM - Mengenal fenomena La Lina yang diprediksi terjadi di sejumlah wilayah Indonesia hingga akhir tahun 2020.

Apa saja dampak dari fenomena La Lina?

Dan wilayah mana saja di Indonesia yang terdampak fenomena La Lina ini?

Selengkapnya tentang fenomena La Lina berikut ini.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika mengingatkan adanya fenomena La Nina di Samudera Pasifik yang dapat berdampak pada anomali cuaca yang berujung pada bencana hidrometeorologi di Indonesia.

Seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (1/10/2020), Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Supari mengatakan, kondisi ini dapat memicu frekuensi dan curah hujan wilayah Indonesia pada bulan-bulan ke depan.

Bahkan, diperkirakan hingga April tahun depan bisa jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal, M.Si mengatakan, berdasarkan pantauan BMKG dan pusat layanan iklim lain, seperti NOAA (Amerika Serikat), BoM (Australia), dan JMA (Jepang), ada kemungkinan La Nina akan berkembang terus hingga mencapai intensitas La Nina Moderate pada akhir tahun 2020.

Situasi ini diperkirakan mulai mereda pada Januari-Februari 2021 dan berakhir sekitar Maret-April 2021.

Adapun, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga meminta setiap daerah siaga dan menyiapkan mitigasi untuk mengantisipasi bencana alam karena ada fenomena La Nina ini.

Apa itu fenomena La Nina?

Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indra Gustari menjelaskan, La Nina secara umum dapat dikatakan sebagai fenomena iklim yang berlawanan dengan El Nino.

“Jika peristiwa El Niño dikaitkan dengan pemanasan di Pasifik tropis bagian tengah dan timur. Sedangkan, kejadian La Niña adalah kebalikannya,” ujar Indra saat dihubungi Kompas.com, Minggu (4/10/2020).

Dengan demikian, yang terjadi pada feno

Baca juga: Munculnya Fenomena Lintang Kemukus & Begini Penjelasan Ilmiahnya

Baca juga: Fenomena Langka Awan Mirip Gelombang Tsunami di Aceh, Ini Penjelasan Dan Peringatan BMKG

mena La Nina adalah pendinginan yang tidak biasa di mana anomali suhunya melebihi minus 0,5 derajat celcius di area yang sama dengan El Nino.

La Nina merupakan anomali sistem global yang cukup sering terjadi dengan periode ulang berkisar antara 2 sampai 7 tahun.

Kejadian La Nina terjadi saat Samudera Pasifik dan atmosfer di atasnya berubah dari keadaan netral (normal) pada periode waktu 2 bulan atau lebih.

Perubahan di Samudera Pasifik dan atmosfer yang ada di atasnya ini terjadi dalam siklus yang dikenal dengan sebutan ENSO (El Nino – Southern Oscillation).

Saat itu, atmosfer dan lautan saling berinteraksi, memperkuat satu sama lain, dan menciptakan putaran yang saling mengamplifikasi (memperkuat) perubahan kecil di lautan.

Jika kopel (couple) antara lautan dan atmosfer sudah sepenuhnya terjadi maka ENSO dikatakan telah terbentuk.

Bagaimana La Nina timbul?

Mekanisme terbentuknya La Nina secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut.

Saat Angin Passat (trade wind), kolam air laut yang hangat dapat mencapai lebih jauh ke Pasifik barat.

Hal ini termasuk pula Indonesia sehingga Perairan Indonesia lebih hangat dari biasanya.

Adapun Samudera Pasifik bagian tengah akan lebih dingin dari biasanya dan termoklin akan lebih dangkal di timur.

Akibatnya, air laut lebih dingin dari level bawah naik ke permukaan sebagai penguatan upwelling.

“Konveksi dan pembentukan awan menguat di wilayah Indonesia, seiring dengan sirkulasi Walker juga menguat,” kata Indra.

Dampak La Nina

Indra menjelaskan, secara umum dampak utama dari fenomena La Nina ke cuaca atau iklim di Indonesia yakni timbulnya peningkatan curah hujan.

Akan tetapi, ia mengatakan, kondisi topografi di Indonesia yang berbeda-beda maka dampak La Nina di Indonesia pun tidak seragam di seluruh wilayah.

“Berdasarkan kajian ilmiah dari histori kejadian-keadian sebelumnya, dampak La Niña berupa peningkatan curah hujan terjadi terutama di bagian tengah dan timur wilayah Indonesia,” kata Indra.

Baca juga: BMKG Peringatkan Ancaman Duet La Nina di Indonesia, Hujan di Atas Normal Bisa Terjadi

Baca juga: BPBD Bangli Keluarkan 7 Imbauan Hadapi Cuaca Ekstrem

Masyarakat diimbau untuk waspada dampak ikutan dari curah hujan tinggi yaitu bencana hidrometeorologis seperti banjir dan longsor.

Beberapa hal yang dapat dilakukan masyarakat misalnya, dengan melakukan pengelolaan tata air terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Di antaranya dengan penyiapan kapasitas sungai dan kanal untuk antisipasi debit air yang berlebih.

Wilayah Terdampak La Lina

Dikutip dari Kompas.com, berdasarkan pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudera Pasifik Ekuator hingga akhir September 2020, menunjukkan berkembangnya anomali iklim La Nina.

Indeks El Nino-Southern Oscillation (ENSO) menunjukkan suhu permukaan laut di wilayah Pasifik tengah dan timur dalam kondisi dingin selama enam dasarian terakhir dengan nilai anomali telah melewati angka minus 0,5 derajat Celcius.

Menurut Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika ( BMKG) Herizal, indeks tersebut menunjukkan ambang batas kategori La Nina, dalam pernyataan pers kepada Kompas.com, Sabtu (3/10/2020).

Perkembangan nilai anomali suhu muka laut di wilayah tersebut masing-masing adalah minus 0,6 derajat Celcius pada bulan Agustus dan minus 0,9 derajat Celcius pada bulan September 2020.

Herizal mengatakan BMKG dan pusat layanan iklim lain seperti NOAA (Amerika Serikat), BoM (Australia), JMA (Jepang) memperkirakan La Nina dapat berkembang terus hingga mencapai intensitas La Nina Moderate pada akhir tahun 2020.

"Diperkirakan akan mulai meluruh pada Januari-Februari 2021 dan berakhir di sekitar Maret-April 2021," jelas Herizal.

Menurut catatan historis La Nina di Indonesia, kata Herizal, dapat menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi jumlah curah hujan bulanan hingga 40 persen di atas normal.

"Namun, dampak La Nina tidak seragam di seluruh Indonesia," kata dia.

Pada bulan Oktober-November, peningkatan curah hujan bulanan akibat anomali iklim tersebut dapat terjadi di hampir seluruh wilayah di Indonesia, kecuali Sumatera.

Herizal menambahkan, pada bulan Desember 2020 hingga Februari 2021, dapat terjadi peningkatan curah hujan akibat La Nina di Kalimantan bagian timur, Sulawesi, Maluku Utara dan Papua.

Sementara itu, di bulan Oktober ini, beberapa zona musim di wilayah Indonesia diperkirakan akan memasuki musim hujan di antaranya di wilayah berikut.

  1. Pesisir timur Aceh
  2. Riau (sebagian)
  3. Jambi
  4. Sumatera Selatan
  5. Pulau Bangka
  6. Lampung
  7. Banten
  8. Jawa Barat (sebagian)
  9. Jawa tengah (sebagian)
  10. Jawa Timur (sebagian kecil)
  11. Kalimantan Barat (sebagian)
  12. Kalimantan Tengah (sebagian)
  13. Kalimantan Selatan
  14. Kalimantan Timur (sebagian)
  15. Kalimantan Utara (sebagian)
  16. Sulawesi (sebagian kecil)
  17. Maluku Utara
  18. Nusa Tenggara Barat (sebagian kecil)

BMKG mengimbau agar para pemangku kepentingan diharapkan dapat lebih optimal dalam melakukan pengelolaan tata air terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Misalnya, dengan penyiapan kapasitas sungai dan kanal untuk antisipasi debit air berlebih.

Sebab, peningkatan curah hujan awal musim hujan yang disertai peningkatan akumulasi curah hujan akibat La Nina berpotensi menjadi pemicu terjadinya bencana hidro-meteorologis di Indonesia, seperti banjir dan tanah longsor.

(Kompas.com/Nur Rohmi Aida/Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Waspada, Ini yang Perlu Kita Pahami soal Fenomena La Nina

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved