Vaksinasi Hewan Penyebar Rabies Baru 7.75 Persen, Pemkab Buleleng Fokuskan Zona Merah

Vaksinasi Hewan Penyebar Rabies Baru 7.75 Persen, Pemkab Buleleng Fokuskan Zona Merah

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Aloisius H Manggol
Tribun Bali/dwi suputra
Ilustrasi rabies 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA – Sejak Juli hingga saat ini, Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng telah melakukan vaksinasi terhadap 8.613 hewan penyebar rabies. Secara presentase jumlahnya baru mencapai 7.75 persen, dari total estimasi populasi hewan penyebar rabies yang ada di Buleleng, yang jumlahnya mencapai 111.076 ekor.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng I Made Sumiarta tidak menampik, sejak pandemi covid-19 ini, vaksinasi hewan penyebar rabies memang hanya difokuskan pada desa-desa yang masuk dalam zona merah rabies.

Seperti Desa Banyupoh, Desa Joanyar, Desa Gitgit dan Desa Sangsit. Di ke empat desa itu, vaksinasinya sudah dilakukan terhadap 4.266 ekor hewan penyebar rabies, atau mencapai 92.12 persen. Sementara di desa lainnya, hanya bersifat pasif.

Sumiarta menyebut, dalam situasi pandemi covid-19 ini, petugas vaksinasi juga harus mematuhi protokol kesehatan.

Sehingga prosesnya hanya bisa dilakukan di setiap balai-balai banjar, atau di Puskeswan.

“Tahun ini petugas melakukan vaksin di balai-balai banjar. Jadi masyarakat yang datang sendiri membawa hewan peliharaannya dan itu tidak dipungut biaya. Berbeda sebelum adanya pandemic, kan petugas yang datang ke masing-masing rumah warga,” ucapnya.

Disinggung terkait penyebab masih tingginya populasi hewan penyebar rabies di Buleleng, Sumiarta menyebut, hal itu terjadi lantaran masih banyak masyarakat yang membuang hewan peliharannya sembarangan. Hal ini kemudian membuat hewan-hewan peliharaan itu berpotensi digigit olehhewan liar yang membawa virus rabies.

Untuk itu, Sumiarta mengimbau kepada masyarakat untuk lebih bertanggung jawab dalam memelihara hewan peliharaannya sendiri.

Bahkan, ia juga mendorong seluruh desa adat untuk membuat, seperti yang sudah dilakukan oleh Desa Adat Bengkala, Kecamatan Kubutambahan. Dimana, dalam perarem itu krama dilarang untuk melepas liarkan hewan peliharaanya.

“Selain itu, sebagai upaya untuk mengendalikan pertumbuhan hewan penyebar rabies, bisa dilakukan dengan cara kastrasi. Namun untuk melakukan kastrasi, kami masih terkendala dengan anggaran, karena hal itu membutuhkan biaya yang cukup mahal,” tutupnya. (rtu)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved