Demo AWK

Dua Orang Saksi Diperiksa Polda Bali, Buntut Demo Ricuh & Dugaan Penganiayaan terhadap AWK

Ditreskrimum Kepolisian Daerah Bali memeriksa dua orang saksi kericuhan demo di Kantor DPD RI Bali, Kamis (29/10/2020).

Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Widyartha Suryawan
Tribun Bali/Rizal Fanany
Suasana ricuh terjadi di Kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Perwakilan Bali di Renon, Denpasar, Bali, Rabu (28/10/2020). 

Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ditreskrimum Kepolisian Daerah Bali memeriksa dua orang saksi kericuhan demo di Kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Bali, Kamis (29/10/2020).

Pemanggilan dua orang saksi yang berada di lokasi kejadian ini guna pengembangan penyelidikan kasus dugaan penganiayaan terhadap anggota DPD RI Bali, Gusti Ngurah Arya Wedakarna Wedasteraputra Suyasa alias AWK.

Dari dua orang saksi di TKP tersebut nantinya akan dikembangkan dan pemanggilan saksi-saksi lain dalam upaya penyelidikan.

AWK saat hadir di Polda Bali melaporkan kasus dugaan penganiayaan yang dialaminya, pada Kamis (28/10/2020) kemarin.
AWK saat hadir di Polda Bali melaporkan kasus dugaan penganiayaan yang dialaminya, pada Kamis (28/10/2020) kemarin. (Istimewa)

Hal itu diungkapkan oleh Kasubdit 1 Ditreskrimum Polda Bali, AKBP Imam Ismail saat dikonfirmasi Tribun Bali sore ini. 

"Perkembangan kasus laporan AWK saat ini kami memanggil saksi-saksi yang melihat peristiwa penganiayaan di TKP, sementara ada dua orang yang ada di TKP, nanti dari 2 orang tersebut akan diketahui saksi-saksi lainnya," ungkapnya.

Demo AWK Berujung Ricuh
Diberitakan sebelumnya, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Perwakilan Bali, Gusti Ngurah Arya Wedakarna Wedasteraputra Suyasa alias AWK, melaporkan sejumlah orang yang melakukan aksi massa di halaman kantornya, Rabu (28/10/2020) siang.

AWK merasa teraniaya karena ada yang memukul kepalanya saat dirinya menemui aksi massa.

Siang kemarin, sekitar pukul 12.20 Wita, puluhan orang dari Perguruan Sandhi Murti, Pusat Koordinasi (Puskor) Hindu Indonesia, dan beberapa organisasi lainnya mendatangi Kantor DPD RI Perwakilan Bali di Jalan Cok Agung Tresna Nomor 74, Renon, Denpasar.

Massa mayoritas menggenakan pakaian berwarna hitam. Mereka menggeruduk Kantor DPD Bali karena kecewa dengan ucapan AWK yang dinilai telah melecehkan umat Hindu.

AWK menyebut Ida Bhatara di Pura Dalem Ped, Nusa Penida, Klungkung, bukan sebagai dewa.

Ucapan AWK ini dinilai menyinggung perasaan umat Hindu di Bali, khususnya masyarakat Nusa Penida.

Pantauan Tribun Bali di lokasi, kedatangan massa sempat ditahan di pintu gerbang Kantor DPD Bali oleh aparat keamanan.

Namun beberapa saat kemudian AWK tampak menemui massa aksi dan meminta aparat membukakan pintu gerbang.

Saat ditemui AWK di halaman Kantor DPD Bali, massa terlihat emosi. Sejumlah orang berusaha mendekatinya, hingga diduga telah terjadi tindakan pemukulan.

Setelah terjadi kericuhan, AWK akhirnya memerintahkan agar aparat menutup pintu gerbang Kantor DPD Bali. Massa kemudian langsung membubarkan diri.

"Ada suatu tindakan penganiayaan. Sebagai bukti ada penganiayaan di sini (tangan), kemudian di muka saya dan ada tadi video ada yang ketok kepala,” kata AWK kepada awak media sembari menunjukkan lecet di lengan dan lebam di bagian muka.

AWK pun langsung menempuh jalur hukum dengan melaporkan orang-orang yang menganiayanya.

“Ada (sekitar) dua orang (sampai) tiga orang. Dan sekarang tindakan saya, saya akan melaporkan ke Polda," tandasnya.

Sebelum membuat pelaporan, AWK melakukan visum terlebih dahulu. Proses pelaporan ke Polda Bali ini didampingi oleh Anak Agung Ngurah Agung dari Puri Gerenceng, Denpasar.

Pelaporan yang dilakukan yakni berupa penghinaan dan penganiayaan.

"Kita biarkan proses hukum nanti yang akan menjalani. Dan saya siap sebagai warga negara," tuturnya.

Suasana ricuh terjadi di Kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Perwakilan Bali di Renon, Denpasar, Bali, Rabu (28/10/2020) saat massa menemui DPD RI I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Wedasteraputra Suyasa alias AWK.
Suasana ricuh terjadi di Kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Perwakilan Bali di Renon, Denpasar, Bali, Rabu (28/10/2020) saat massa menemui DPD RI I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Wedasteraputra Suyasa alias AWK. (Tribun Bali/Rizal Fanany)

Sementara itu, Pinisepuh Perguruan Sandhi Murti, I Gusti Ngurah Harta, menyatakan pihaknya berlaku anarkis karena terpancing dengan sikap AWK yang datang dengan mengepalkan tangan.

"(Ini) maksudnya apa. Kalau dia mau melaporkan silakan, dan kita akan menuntut pelaporan di masa lalu. Silakan dia visum diri, tidak masalah, kita akan hadapi," katanya saat ditemui di Denpasar usai aksi tersebut, kemarin.

Ngurah Harta mengatakan, kedatangan massa ke Kantor DPD Bali sebenarnya atas undangan dari AWK guna mengajak untuk dialog. Namun pihaknya tidak ingin berdialog.

“Kami memang tidak mau berdialog dengan AWK. Sebab kami bukanlah kelompok kompromis,” tegasnya.

Ia pun mengaku berkaca dengan diskusi yang dilakukan oleh Ketut Ismaya dengan AWK sehari sebelumnya.

Pada saat dialog tersebut, AWK malah berbicara sendiri dan pihak lain tidak diberikan kesempatan.

Ngurah Harta kembali menegaskan pihaknya hanya berkeinginan demonstrasi agar AWK mendengarkan unek-unek dari masyarakat Bali.

"Sebab masyarakat Bali sangat tersinggung sekali dengan pelecehan-pelecehan simbol-simbol yang dipuja oleh masyarakat Bali," katanya.

Padahal, kata dia, berbagai simbol-simbol seperti Ratu Niang, Ratu Gede, Bhatara Hyang Tohlangkir sangat disucikan oleh masyarakat Bali.

Mengenai tuduhan adanya pemukulan yang dialamatkan oleh AWK, Ngurah Harta memberikan bantahan.

"Tidak ada yang mukul. Teman-teman bercita-cita ingin meraba kepala raja. Biar pernah meraba kepalanya raja. Cuman dipegang begitu saja," canda Ngurah Harta.

Shandhi Murti Pastikan Akan Kembali Demo
Meski Anggota DPD RI Perwakilan Bali, I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Wedasteraputra Suyasa alias AWK, menempuh jalur hukum dengan melapor ke Polda Bali, aksi massa dipastikan bakal berlanjut ke depannya.

Pinisepuh Perguruan Sandhi Murti, I Gusti Ngurah Harta, memastikan pihaknya akan kembali melakukan unjuk rasa terhadap AWK.

"Kita akan unjuk rasa lagi. Orang masyarakat Bali mau datang kok. Kita akan fasilitasi masyarakat Bali dan kita akan siapkan kuasa hukum," tuturnya.

Menurutnya, masyarakat Bali yang datang ke Kantor DPD RI Perwakilan Bali untuk bertemu AWK ini baru sebagian saja.

Bahkan rencananya, masyarakat Nusa Penida akan langsung turun menemui AWK karena merasa sudah dilecehkan.

Namun sampai saat ini, pihaknya di Perguruan Sandhi Murti dan beberapa organisasi lain diberikan kesempatan untuk memelopori.

Nyama-nyama Nusa Penida mau demo kita akan fasilitasi,” tandasnya.

Suasana ricuh terjadi di Kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Perwakilan Bali di Renon, Denpasar, Bali, Rabu (28/10/2020).
Suasana ricuh terjadi di Kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Perwakilan Bali di Renon, Denpasar, Bali, Rabu (28/10/2020). (Tribun Bali/Rizal Fanany)

Ngurah Harta menjelaskan, aksi yang dilakukan ini murni muncul dari hati nurani dan tidak ada tekanan politik dari mana pun.

Calon anggota DPD ini mengaku tidak memiliki kepentingan apapun terkait dengan AWK.

Meskipun AWK turun dari jabatannya sebagai anggota DPD RI Perwakilan Bali, kata dia, bukanlah dirinya yang bakal menggantikan.

"(Kalau AWK turun) calon wali kota sekarang (Ngurah Ambara, red) yang urutan kelima (perolehan suara DPD) yang menggantikan. Bukan saya. Saya tidak ada kepentingan," jelasnya.

Ngurah Harta mengaku sudah sejak 15 tahun lalu berbicara mengenai AWK, yakni ketika mulai adanya penyebaran Hare Krishna.

Mulai saat itu, katanya, AWK mengejek keyakinan Bali dan mengagungkan keberadaan kepercayaan Hare Krishna.

"Dia menyebut Hare Krishna sebagai Tuhan, sedangkan keyakinan masyarakat Bali disebut dewa lokal. Ini kan sangat melecehkan sekali dan merusak mental generasi muda," tuturnya.

Dirinya pun meminta agar pendukung AWK sadar bahwa jagoannya itu ingin menerapkan ajaran Hare Krishna di Bali.

Padahal Pulau Dewata tidak dikenal karena Hare Krishna, melainkan karena keberadaan Hindu Bali dengan berbagai upacara atau ritualnya dan budayanya.

Terkait laporan AWK ke Polda Bali, Ngurah Harta pun mengaku tak gentar. Pihaknya justru akan melaporkan balik AWK seraya menuntut Polda Bali karena laporan terdahulu tidak pernah diproses.

"Kita akan lapor balik dan kita akan tuntut laporan-laporan yang dulu itu kenapa endak pernah diproses," katanya.

Dirinya menuturkan, berbagai laporan itu di antaranya penganiayaan terhadap ajudannya, penistaan terhadap pendeta Hindu atau sulinggih di Bali, dan mengaburkan sejarah karena AWK mengaku sebagai raja Majapahit.

Selain itu, pihaknya juga akan mempersoalkan pernyataan AWK yang dinilai memberikan kebebasan bagi generasi muda untuk melakukan seks bebas asal memakai kondom.

Sejauh ini, kata Ngurah Harta, tidak ada progres dari Polda Bali berkaitan dengan pelaporan AWK. Pihaknya bakal menuntut Polda Bali agar laporan-laporan yang sudah masuk segera diproses. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved