Daya Tarik Tanaman Hias Meningkat di Tengah Pandemi, Berikut Kiat Renato Hindari Penipuan

Minat masyarakat terhadap tanaman hias justru semakin meningkat di tengah pandemi Covid-19.

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Tribun Bali/I Wayan Sui Suadnyana
Renato Romulo Sagrado dari Bali Unique Flora menunjukkan koleksi tanaman hiasnya dalam acara Bursa Tanaman Hias 2020 di Duta Orchid Garden, Denpasar, Jumat (30/10/2020) 

Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pandemi (Covid-19) telah berdampak pada hampir seluruh sektor perekonomian.

Masyarakat Bali yang sebagian besar bergantung dari industri pariwisata kondisi ekonominya runtuh paling dalam dibandingkan daerah lain di Indonesia.

Namun di tengah kondisi perekonomian yang semakin tidak menentu, ada beberapa sektor yang justru semakin menggeliat.

Minat masyarakat terhadap tanaman hias misalnya, justru semakin meningkat di tengah pandemi Covid-19.

Renato Romulo Sagrado dari Bali Unique Flora menuturkan, di awal pandemi Covid-19 dirinya sempat tak yakin akan penjualan tanaman hias.

Baca juga: Khabib Nurmagomedov Diayakini Akan Selesaikan 30 Pertandingan Oleh Bos UFC

Baca juga: Ingatkan Masyarakat Terapkan Protokol Kesehatan, Wakapolres Badung Gelar Gerakan Patuhi Prokes

Baca juga: Romelu Lukaku Alami Cidera Paha, Terancam Absen Lawan Real Madrid

Namun setelah melihat situasi di pasaran, ternyata daya tarik tanaman hias makin meningkat.

"Meskipun agak menggeliat, tapi sempat turun karena daya beli agak terganggu sebelumnya. Tetapi kalau kita lihat dari aktivitas lelang dan penjual yang ada di social media, itu terus berjalan dengan nominal yang masih lumayan juga tiap harinya," tutur Renato ketika ditemui dalam acara Bursa Tanaman Hias 2020 di Duta Orchid Garden, Denpasar, Jum'at (30/10/2020).

Dirinya menuturkan, di tengah pandemi Covid-19 gerbang impor Indonesia untuk tanaman hias sedang tertutup.

Di sisi lain, pangsa pasar atau penggemar tanaman hias justru semakin meningkat.

Situasi inilah menurut Renato menyebabkan suplai tanaman hias semakin sedikit sehingga harga mendongkrak naik secara pelan-pelan.

"Kalau bagi yang punya stok penjualan pasti akan meningkat (penjualannya). Tapi bagi yang tidak punya stok, kita akan kelabakan saat ini karena susah nyari stok," terangnya.

Saat ini, kata Renato, sentra-sentra tanaman hias di Indonesia, seperti Bandung dan Malang stoknya juga sedang menipis.

Hal ini dikarenakan penggemar tanaman hias yang semakin meningkat, tetapi suplainya yang biasanya dibantu dari luar negeri tidak bisa masuk.

Baca juga: Pernikahan dengan Rizki DA Sempat Dikabarkan Retak, Nadya Mustika Ngaku Akan Tinggal Serumah Lagi

Baca juga: Ops Yustisi Sasar Simpang Enam Teuku Umar Denpasar, 26 Orang Terjaring Prokes

Baca juga: Lupa Matikan Api Kompor Saat Hidupkan Dupa, Dapur Nyoman Kariani Terbakar

Gerakan Berkelanjutan

Renato menuturkan, saat ini dirinya menjual berbagai tanaman hias, termasuk sukulen dan kaktus.

Upaya menjual kaktus dan sukulen ini ternyata bukan sekadar bisnis tanaman hias.

Di balik itu, penjualan tanaman kaktus dan sekulen terdapat sebuah "gerakan tanaman berkelanjutan".

Renato mengatakan, kaktus dan sukulen sebagai tanaman yang sustainable karena tidak memerlukan air yang banyak dan bisa menyimpan cairan di dalam tubuhnya.

Kondisi ini pun menyebabkan kaktus dan sukulen mampu bertahan di situasi yang buruk sekalipun, seperti kekurangan air dan terpapar sinar matahari yang berlebihan.

Gerakan berkelanjutan ini ternyata telah mendapatkan dukungan dari industri pariwisata di Pulau Dewata.

Saat ini, berbagai hotel di Bali sudah mulai menggunakan kaktus dan sukulen sebagai tanaman dekorasinya agar tidak boros terhadap air.

"Makanya itu di Bali saya sendiri melihat beberapa hotel sudah mengubah set-up hiasan atau dekornya dengan tanaman-tanaman sukulen ini berkaitan dengan gerakan sustainablity," jelasnya.

Meski sebagai upaya mendorong adanya gerakan tanaman berkelanjutan, tetapi penjualnya kaktus dan sukulen untuk segmen market di Bali terbilang masih muda.

Seseorang mulai hobi dengan tanaman hias biasanya dimulai dengan harga yang murah terlebih dahulu.

Misalnya untuk kaktus dan sukulen mereka mulai mengoleksi yang harganya berkisar di Rp 35 ribu.

Setelah percaya diri dengan tanaman di harga Rp 35 ribu, mereka mulai menaikkan harga koleksi tanamannya ke Rp 50 ribu, Rp, 75 ribu, Rp 100 ribu dan seterusnya.

Pada umumnya, masyarakat Bali saat ini masih gemar mengoleksi tanaman hias di harga tentang harga Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu ke bawah.

"Jadi item-item yang di atas Rp 200 ribu kami lebih bisa menjualnya online. Jadi yang membeli mungkin (dari) Jakarta, Surabaya atau daerah lain di Jawa," jelasnya.

Awalnya, kata Renato, pihaknya lebih banyak mengambil tanaman kaktus dan sukulen dari Jawa.

Setelah itu, pihaknya mengembangkan tanaman tersebut di Bali agar tidak secara terus-menerus bergantung pada tanaman dari luar.

Jika secara terus menerus bergantung dengan pasokan dari Jawa, maka sangat terkendala ketika saat lebaran tiba.

Pada waktu itu, pengusaha tanaman hias di Jawa seperti Bandung biasanya libur selama dua minggu.

Tapi pada saat yang bersamaan, di Bali biasanya banyak permintaan untuk souvernir.

Kondisi ini pun menyebabkan pengusaha tanaman kaktus dan sukulen di Bali bisa kehabisan stok.

"Jadi teman-teman bilang ayok mulai bertani juga. Jangan terlalu tergantung. Kayak sekarang sentra-sentranya kehabisan barang, kalau kita tidak bertani dari tahun lalu, kita kelabakan sekarang mau jualan," terangnya.

Marak penipuan

Penjualan tanaman hias melalui platform media sosial ternyata tidak selamanya berjalan mulus.

Belakangan di dunia bisnis tanaman hias juga mulai marak terjadinya aksi penipuan yang dilakukan oleh oknum tertentu.

Penipuan dilakukan dengan mengambil foto tanaman orang lain dan ditawarkan dengan harga murah.

Renato mengatakan, tanaman hias yang bagus dengan harga murah ini biasanya diminati oleh orang yang baru terjun di dunia tanaman hias.

"Uang ditransfer, tapi barang tidak dikirm. Karena sebenarnya orang ini sebenarnya tidak punya barang. Dia cuma comot fotonya orang lain. Itu marak sekali," tuturnya.

Guna meminimalisasi terjadinya hal tersebut, para penggemar telah membentuk komunitas tanaman hias.

Dirinya sendiri telah mendirikan Bali Cactus and Succulent Community yang sekarang sudah beranggotakan 105 orang.

Di bawah Bali Cactus and Succulent Community sudah ada 20 merek yang terdaftar sebagai penjual resmi.

Tak hanya di Bali, langkah serupa juga dilakukan masyarakat penggemar tanaman hias di daerah lain, seperti di Bandung, Sumatera dan Makassar.

"Jadi mereka membikin (komunitas) sendiri. Diharapkan dengan komunitas ini anggota terdaftar sehingga transaksinya lebih terjaga," jelasnya.

Bahkan, jelas Renato, komunitas tanaman hias di Bandung ada yang membuat rekening bersama atau Rekber guna mengurangi maraknya aksi penipuan tersebut.

Namun sampai saat ini, postingan penipuan penjualan tanaman hias di media sosial masih banyak beredar. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved