Permintaan Kain Gringsing Motif Lubeng Meningkat

Permintaan kain gringsing motif lubeng meningkat setelah terpampang di mata uang pecahan nominal Rp. 75 ribu

Penulis: Saiful Rohim | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Istimewa
Kain gringsing yang digunakan sebagai gambar uang pecahan 75 ribuan. Kain gringsing adalah kain yang disakralkan warga di Desa Adat Tenganan Pegeringsingan 

TRIBUN-BALI.COM, AMLAPURA - Permintaan kain gringsing motif lubeng meningkat setelah terpampang di mata uang pecahan nominal Rp. 75 ribu yang didistribusikan setelah Kemerdekaan RI ke-75 tahun.

Permintaan dari luar Karangasem, seperti Denpasar, Gianyar, dan beberapa daerah di luar Bali.

Pengrajin kain gringsing, Putu Yudiana mengaku, penjualan kain gringsing motif lugeng memang sedikit meningkat dibanding sebelumnya.

Wisatawan domestik yang berkunjung ke Tenganan Pegringsingan, Kecamatan Manggis, biasanya menanyakan kain khas Desa Tenganan Pegringsingan tersebut.

Baca juga: Berseteru dengan Pendukung Habib Rizieq, Nikita Mirzani: Saya Bekerja Keras & Selalu Bayar Pajak!

Baca juga: Begini Kronologis Kejadian Adu Jangkrik di Jembrana, Dua Pengendara Meninggal di TKP

Baca juga: Termasuk Aquarius, 5 Zodiak Ini Memiliki Intuisi Terkuat, Mereka Dapat Melacak Perubahan

"Kalau secara umum permintaan kain gringsing alami penurunan dibandingkan sebelumnya. Kemungkinan karena efek dari Covid-19. Cuma kain gringsing jenis lubeng sedikit meningkat, tapi tidak signifikan,"ungkap I Putu Yudiana, Minggu (15/11/2020).

Pengrajin kain geringsing di Desa Tenganan Pegringsingan sebagian besar menggarap jenis lubeng.

Mengingat permintaan sedikit meningkat.

"Jika stok kain motif lubeng sudah habis, biasanya pengrajin langsung membuat kain motif itu,"imbuh Putu Yudiana, mantan Perbekel Desa Tenganan.

"Kita belum bisa pastikan jumlah penjualan kain gringsing motif lubeng per bulan. Soalnya setiap pengrajin punya konsumen, dan memasarkannya sendiri. Mengingat jumlah pengrajin sekitar Tenganan capai 50 orang. Kalau ditempat saya pasti ada yang menanyakan per bulan,"katanya.

Pihaknya berharap dengan adanya promosi tidak langsung di uang pecahan Rp. 75 ribu, permintaan kain gringsing terus mengalami peningkatan.

Sehingga pengrajin di Desa Tenganan tetap bisa berproduksi, terpenting mampu memenuhi kebutuhan setiap hari di tengah pandemi Covid-19.

Perbekel Desa Tenganan, Ketut Sudiastika mengatakan, kain gringsing adalah warisan leluhur yang sudah diakui secara nasional.

Gambar yang digunakan di uang adalah kain gringsing bermotif lubeng yang dipakai saat ritual.

Mengingat kain gringsing sangat disakralkan kramanya.

Mantan Kelian Tenganan Pegeringsingan mengaku, kain gringsing yang merupakan ciri khas Desa Adat Tenganan Pegringsingan ditetapkan menjadi Warisan Budaya Nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kain ini ditetapkan sebagai warisan budaya nasional di tahun 2015.

Bagi masyarakat di Desa Adat Tenganan Pegringsingan, kain gringsing merupakan simbol Desa Tenganan.

Kain kebanggaan krama Adat Tenganan Pegringsingan, dan dipakai saat mengelar upacara sakral dan disucikan warga sekitar.

Banyak filosofi dan makna yang tersirat dalam kain.

Secara bahasa, "gering" artinya sakit dan "sing" artinya tidak.

Berarti gringsing adalah tidak sakit.

Sedangkan istilahnya, kain gringsing sebagai kain penolak bala.

Wajib hukumnya krama Tenganan memakai kain ini saat ritual sakral.

Seandainya ada warga tak memakai akan diberi sanksi.

Simbol dan makna yang tersirat di dalam kain gringsing.

Seperti warna merah yang mensimbolkan Dewa Brahma, warna kuning atau putih menyimbolkan Dewa Siwa, sedangkan warna hitamnya /biru simbol Dewa Wisnu.

Ketiga warna tersebut adalah simbul dari Trimurti. Sebagai keseimbangan.(*).

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved