Merasa Tak Pernah Dilibatkan dalam Pembahasan, Krama Desa Adat Keramas Tolak Sosialisasi Perarem

Merasa tak pernah dilibatkan dalam pembahasannya, krama Desa Adat Keramas, Blahbatuh, Gianyar, menolak sosialisasi perarem Nomor 5 tahun 2020.

Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Widyartha Suryawan
Tribun Bali/Wayan Eri Gunarta
Baliho penolakan perarem dipasang di depan bale banjar, Banjar Lodpeken, Desa Keramas, Blahbatuh, Sabtu (21/11/2020) malam. 

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Merasa tak pernah dilibatkan dalam pembahasannya, krama (masyarakat) Desa Adat Keramas, Blahbatuh, Gianyar, menolak sosialisasi perarem Nomor 5 tahun 2020 Desa Adat Keramas.

Penolakan tersebut datang dari krama (masyarakat) di enam banjar setempat.

Terakhir, penolakan ini terjadi dalam paruman (rapat) antara krama dan ketua pembentuk perarem di bale banjar Banjar Lodpeken, Sabtu (21/11/2020) malam.

Krama juga kecewa sebab perarem tersebut telah didaftarkan ke Majelis Desa Adat (MDA) Bali, padahal krama banjar tak pernah diajak dalam pembahasan perarem tersebut.

Pantauan Tribun Bali dalam rapat tersebut, krama sudah menunjukkan penolakannya sebelum pihak panitia menjelaskan tentang isi dari perarem.

Bahkan di tengah berjalannya rapat, sejumlah krama memilih untuk meninggalkan bale banjar.

"Tidak perlu ada yang dibahas, karena sudah tidak sesuai prosedur," cetus seorang krama sembari meninggalkan bale banjar.

Tim Pembentuk Perarem 2020 Desa Adat Keramas, Blahbatuh saat mensosialisasikan perarem di Banjar Lodpeken,Desa Adat Keramas, Sabtu (21/11/2020) malam.
Tim Pembentuk Perarem 2020 Desa Adat Keramas, Blahbatuh saat mensosialisasikan perarem di Banjar Lodpeken,Desa Adat Keramas, Sabtu (21/11/2020) malam. (Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta)

Di luar bale banjar dan di titik keramaian juga terbentang baliho penolakan, yang isinya terdiri dari beberapa poin.

Yakni, "Kami masyarakat/krama Desa Adat Keramas menolak pararem Nomor 5 tahun 2020 yang diputuskan sepihak tanpa melibatkan paruman desa adat," demikian isi pertama dalam baliho tersebut.

Poin kedua, krama juga mempertanyakan paruman adat.

Baca juga: Tiga Prestasi Irjen Pol Petrus Golose 4 Tahun Menjabat Kapolda Bali, Berantas Narkoba Sampai Preman

Sebab dalam pengajuan pararem tersebut ke MDA Bali, tercantum keterangan bawah pararem tersebut telah melalui paruman adat tertanggal 24 Oktober 2020. Padahal krama meyakinkan, selama ini hal tersebut tidak ada. 

"Mempertanyakan paruman adat yang dimaksud tanggal 24 Oktober 2020 apakah sudah sesuai dengan awig-awig (aturan) Desa Keramas? Mempertanyakan beberapa tahapan yang tidak sesuai dengan petunjuk teknis/surat edaran Nomor. 006/SE/MDA-PROV BALI/VII/2020 tentang proses ngadegan bendesa lan prajuru,"

Tak sampai di situ, krama juga siap membawa persoalan ini ke tingkat manapun, bahkan hingga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Dengan ini menyatakan keberatan  atas pararem ini dan siap menempuh jalur-jalur  dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi maupun ke PTUN. Bergerak untuk asas keadilan transparansi dan keterbukaan demi dan kemajuan masyarakat desa keramas," demikian isi baliho penolakan perarem tersebut.

Anggota Pembentuk Perarem, I Gusti Made Kaler yang juga Kelian Adat Banjar Lodpeken tampak tertekan oleh sikap krama-nya yang menolak perarem tersebut.

Baca juga: Sekolah di Bali Lakukan Simulasi, Sambut Pembelajaran Tatap Muka Mulai Awal 2021

Bahkan ia sampai 'ngambul' dan menyatakan akan mengundurkan diri sebagai prajuru banjar.

"Kalau seperti ini, saya lebih baik mundur saja. Karena saya hanya menjalankan tugas sebagai pengayah, tidak ada maksud lain di luar mengabdi pada masyarakat," ujarnya.

Namun pernyataannya tersebut justru disoraki krama, dan memintanya agar segera mundur sebagai prajuru.

Poin lain yang membuat krama keberatan ada pada poin pemilihan bendesa, di mana bendesa bisa dipilih meskipun tidak diusung oleh krama banjarnya.

Sejak disosialisasikan 16 November 2020 oleh panitia pembuat pararem, krama banjar-banjar di Desa Keramas telah menolak.

Diawali  Banjar Maspait, lalu Banjar Lebah.

Menariknya, di banjar ini, prajuru justru mengundang PKK. Namun tetap saja mendapatkan penolakan.

Setelah itu, Banjar Palak, seorang krama, I Gusti Ngurah Bawa menyerukan bahkan pararem ini ilegal.

Di Banjar Gelgel, seorang krama, I Wayan Ardita mengkritik isi pasal yang menyatakan, memperbolehkan suatu banjar mencalonkan krama yang bukan dari banjar bersangkutan.

"Itu bisa menimbulkan kekacauan dan keributan. Kalau banjarnya saja tidak mencalonkan dia, sampai banjar orang lain mencalonkan tentu akan jadi pertanyaan dan akan bisa menimbulkan keributan," ujar Ardita. 

MDA Gianyar Minta Prajuru Fasilitasi Krama
Ketua Majelis Desa Adat, Anak Agung Alit Asmara, saat dikonfirmasi terkait polemik tersebut, Minggu (22/11/2020) mengatakan, pihaknya mendorong ada sebuah komunikasi antara prajuru dan krama yang menganggap pararem tersebut bermasalah.

Sebab, kata dia, konsep perarem itu harus 'diraremi' atau disepakati oleh krama.

Terlebih ketika menyangkut pemilihan atau mengatur calon yang bersumber dari krama. 

"Antara hak dan kewajiban harus sama antara semua krama. Kalau ada hal yang belum klir, dalam proses pembuatan pararem, dalam proses sosialisasi, dan tahapan yang harus diketahui krama harus dilalui semua untuk kebaikan bersama. Wajib prajuru memfasilitasi. Karena desa adat mempunyai kewenangan mengatur rumah tangganya sendiri sebelum pihak lain hadir ke sana memfasilitasi persoalan yang ada. Biar tidak meluas dulu. Jika nanti persoalannya tidak bisa diselesaikan di tingkat internal, kita di majelis memiliki kewenangan turun memfasilitasi. Tapi intinya, kami berharap permasalahan ini diselesaikan oleh prajuru dan krama. Prajuru wajib memfasilitasi," tandasnya. (*)
 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved