Hindari Duplikasi dan Dijual Murah, Disperindag Bali Dorong Perajin Daftarkan Produknya sebagai HaKI
Keberadaan kerajinan Bali seperti tenun dan songket memiliki nilai seni dan budaya yang tinggi.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Keberadaan kerajinan Bali seperti tenun dan songket memiliki nilai seni dan budaya yang tinggi.
Namun sayangnya, keberadaan produk kerajinan Bali ini seringkali ditiru oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, dicetak menggunakan mesin dan dijual dengan harga yang murah.
Guna menjaga eksistensi para perajin Bali agar tidak merasa galau akibat banyaknya duplikasi, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Bali, I Wayan Jarta menyarakan, agar perajin menghasilkan produk yang betul-betul premium.
Di samping itu, Disperindag Provinsi Bali mendorong para perajin untuk mendaftarkan produknya menjadi Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).
Baca juga: Ini Sanksi Bagi Pelajar yang Bawa Kendaraan Bermotor Tanpa SIM
Baca juga: Kasus Covid-19 di DKI Jakarta Kembali Meningkat, Anies Baswedan Sebut Karena Libur Panjang
Baca juga: Warga Sesetan Digegerkan Dengan Penemuan Mayat di Kamar Mandi, Ini Identitasnya
"Ini sudah menjadi kebijakan pemerintah Provinsi Bali. Mendorong UMKM kita atau para pengrajin kita yang begitu banyak kreativitasnya, setiap kreasi-kreasi yang didapatkan itu segera dia daftarkan sebagai sebuah Hak Kekayaan Intelektual sehingga tidak dijiplak. Kalau ada orang menjiplak kan bisa dituntut kan," kata Jarta saat dihubungi awak media melalui sambungan telepon dari Denpasar, Selasa (24/11/2020).
Jarta menuturkan, setiap produk dari perajin yang sudah terdaftar HaKi tentu akan memiliki pangsa pasar yang berbeda.
Meskipun harus diakui bahwa masyarakat selalu menginginkan produk yang relatif murah.
Pasalnya, kerajinan yang terdaftar HaKI memang diakui lahir dari buatan tangan (hand made) para perajin sendiri sehingga memiliki nilai seni budaya yang tinggi.
Baca juga: Layanan Contact Center PLN Raih 22 Penghargaan Ajang The Best Contact Center Indonesia
Baca juga: Ada Indikasi Mirip, Gisel akan Dipanggi Lagi oleh Polisi Terkait Video Viral
Baca juga: Bahar bin Smith Tolak Pemeriksaan Kasus Penganiyaan Driver Ojek Online, Begini Penjelasan Polisi
Oleh sebab itu, pangsa pasar produk ini tentu akan berbeda dengan produk yang lahir dari mesin.
Bahkan, Jarta juga meminta kepada masyarakat yang memproduksi kerajinan dari mesin bisa berinovasi sendiri sehingga tidak menjiplak desain yang sudah dibuat oleh para perajin.
Di sisi lain, Jarta menginginkan agar masyarakat Bali terus memakai produk lokal.
Baginya, masyarakat memang harus menjaga keberadaan produk lokal dan perajin juga menjaga dirinya dengan mendaftarkan produknya menjadi sebuah HAKI.
"Kitalah yang mencintai produk lokal kita, itu selalu kita kampanyekan. Harus kita yang memakai dulu. Kan begitu caranya. Kalau bukan kita yang menjaga produk lokal kita siapa lagi kan," tuturnya.
Mantan Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Bali itu menuturkan, saat ini sudah ada masyarakat yang berpikir maju dan bersedia mendaftarkan produknya menjadi HaKI.
Di sisi lain, banyak juga perajin yang menciptakan produk baru dengan mengambil desain-desain yang sudah ada.
Pihaknya pun di Disperindag Provinsi Bali saat ini sedang melakukan identifikasi terhadap berbagai produk kerajinan di Bali.
Nantinya, berbagai desain dari produk itu akan didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI .
Namun sebelum itu akan dilakukan identifikasi produk yang mana akan didaftarkan menjadi hal pribadi, hak komunal dan hak intelektual.
Salah satu produk kain Bali yakni endek akan dijadikan hak kekayaan komunal bagi masyarakat Bali.
"Pendaftaran ini mudah, lewat online. Tidak sudah sebenarnya asal mau. Tapi diperlukan beberapa syarat yang harus kita penuhi," tegasnya.
Baginya, orang lain bisa meniru keberadaan produk lain dan mencetaknya menggunakan mesin dikarenakan produk yang berangsangkutan tidak memiliki legalitas hukum.
Tanpa adanya legalitas hukum ini, maka pihak yang mencipta produk kerajinan itu sendiri tidak berani melarang orang lain agar tidak meniru.
"Pada saat pembinaan, itu yang kita sampaikan. Kita latih mereka (perajin) untuk membuat inovasi-inovasi produk. Ketika sudah menghasilkan produk yang mungkin sudah mempunyai kekhasan tersendiri ya kita suruh dia daftarkan (HaKI)," jelas Jarta. (*)