Perkara Jerinx SID Berlanjut, Jaksa Sebut Putusan Hakim Belum Penuhi Rasa Keadilan

Perkara Jerinx SID Berlanjut, Jaksa Sebut Putusan Hakim Belum Penuhi Rasa Keadilan

Penulis: Putu Candra | Editor: Aloisius H Manggol
Dok. Tribun Bali/Rizal Fanany
I Gede Ary Astina alias Jerinx 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Terhitung hari ketujuh pasca pembacaan putusan dari majelis hakim, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) akhirnya mengajukan upaya hukum banding.

Banding diajukan tim jaksa, terkait putusan yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar terhadap terdakwa I Gede Ary Astina alias Jerinx (JRX).

Diketahui, majelis hakim pimpinan Ida Ayu Nyoman Adnya Dewi menjatuhkan putusan pidana satu tahun dan dua bulan (14 bulan) terhadap Jerinx dalam perkara ujaran kebencian yang dilaporkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Bali. 

"Sekitar jam 13.30 Wita salah satu jaksa yang menangani perkara ini telah mendatangi PN Denpasar untuk menyatakan banding atas putusan terdakwa I Gede Ary Astina alias Jerinx.

Pengajuan banding hari ini masih dalam tenggang waktu pengajuan banding yang diatur oleh Undang-Undang dimana putusan dibacakan pada tanggal 19 November 2020 dan saat ini adalah hari ke-7 dari batas pengajuan banding," terang Kasi Penkum Kejati Bali, A. Luga Harlianto, Kamis (26/11). 

Pihaknya menjelaskan, ada beberapa alasan pertimbangan tim jaksa yang dikoordinir oleh Jaksa Otong Hendra Rahayu mengajukan banding.

Kata Luga, putusan majelis hakim PN Denpasar dirasa kurang memenuhi rasa keadilan di masyarakat. 

"Di dalam hal memberatkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum telah disampaikan bahwa terdakwa telah melukai perasaan dokter dan tenaga kesehatan dalam hal ini tidak hanya di Bali namun se-Indonesia yang saat ini sedang berjuang untuk melakukan pengobatan terhadap masyarakat yang terpapar Covid-19," jelasnya. 

Pula, putusan majelis hakim dirasa belum memberikan efek jera baik terhadap terdakwa maupun kepada masyarakat agar berhati-hati menggunakan media sosial.

"Nanti poin-poin pertimbangan secara lengkap akan diajukan dalam memori banding.

Yang jelas dua poin utama yang menjadi pertimbangan pengajuan banding yaitu belum terpenuhinya rasa keadilan di masyarakat dan belum dirasa memberikan efek jera dengan penjatuhan putusan pidana penjara selama satu tahun dan dua bulan," urai Luga. 

Terhadap banding yang dilakukan tim jaksa, Jerinx melalui tim penasihat hukumnya pun meladeni dengan mengajukan banding. I Wayan "Gendo" Suardana selaku koordinator penasihat hukum didampingi dua anggota tim hukum lainnya mendatangi PN Denpasar sekitar pukul 14.15 Wita untuk mengajukan upaya hukum banding. 

Hari ini kami ke PN Denpasar untuk mengajukan permintaan banding dan sudah diproses. 

Pihaknya mengajukan banding setelah memastikan jaksa mengajukan banding terlebih dulu. 

Pihaknya sudah diberitahukan permintaan banding dari jaksa.

"Jaksa Otong Hendra Rahayu sendiri yang hadir," terang Gendo ditemui usai mengajukan banding. 

Pihaknya menjelaskan, sebetulnya dalam perkara ini Jerinx telah meminta kepada tim hukumnya, jika jaksa mengajukan banding maka harus diladeni juga dengan mengajukan banding.

"Jaksa mengajukan banding maka mau tidak mau harus banding. Itu yang kami jalankan," ujar Gendo. 

Gendo menyatakan, belum mengetahui apa dasarkan jaksa mengajukan banding.

Namun disisi lain, dirinya mengapresiasi hak hukum jaksa melalui jalur pengajuan banding ini. 

"Kami tidak tau apa dasar jaksa melakukan banding kecuali itu adalah hak hukum dari jaksa.

Tapi kami menghargai hak hukum mereka, walaupun menurut kami sebetulnya prihatin sambil tertawa.

Seberapa percaya dirinya jaksa mengajukan banding," ucapnya sembari tertawa. 

"Kawan media sudah tau sendiri, surat tuntutan jaksa manipulatif, tidak berdasar, cenderung ngawur.

Bahkan salah mengutip unsur pasal. Sudah mengakui didalam replik, bahwa jaksa melakukan copy paste keterangan ahli.

Itu cenderung manipulatif. Ini yang bagi kami mengherankan, tapi tetap kami hargai hak hukum mereka," sambung Gendo. 

Dengan kedua belah pihak mengajukan banding perkara ini pun belum tuntas.

"Ini berarti pertarungan hukum kita belum selesai. Kita akan sama-sama lihat seberapa kuat dalil mereka (jaksa) dengan surat tuntutan yang sangat ngawur. Dan seberapa kuat kami akan melakukan pembelaan dalam konteks memori banding," tutur Gendo. 

"Nanti ada dua memori banding dari jaksa dan kami.

Lalu dari memori banding kita sama-sama membuat kontra memori banding. Tidak tau juga apakah jaksa membuat (kontrak memori) atau tidak," imbuhnya. 

Ditanya seandainya jaksa tidak banding, apakah Jerinx juga tidak akan mengajukan banding.

Dengan tegas Gendo menyatakan, bahwa posisi Jerinx menunggu keputusan dari jaksa. 

"Sebetulnya Jerinx posisinya begitu. Kalau jaksa tidak banding, ya sudah kami terima dengan segala kepahitan situasi sekarang.

Tapi karena jaksa banding, ya tidak ada pilihan lain kata Jerinx. Kami tidak diberikan pilihan lain selain meladeni," tegasnya. 

Kembali pihak menyatakan, tidak cukup hanya dengan kontra memori banding, tapi harus juga melakukan banding.

Menurutnya, putusan majelis hakim sangat memberatkan dan tidak memuaskan kliennya.

"Karena sebetulnya putusan hakim juga tidak memuaskan Jerinx dan kami juga. Ini karena surat tuntutan jaksa sangat tidak kuat. Bahkan untuk memvonis Jerinx, jangankan satu tahun dua bulan, empat bulan saja itu juga tidak fair," ucap Gendo. 

"Tetapi dengan kebesaran hati Jerinx sebenarnya mau menerima. Tetapi karena jaksa di detik akhir, last minute baru mengajukan banding, mau tidak mau kami mengajukan banding. 

Jadi posisi kita sama. Jaksa banding, kami banding. Jaksa tidak puas, kami juga tidak puas," sambungnya.

Gendo menambahkan, jika banding ini adalah cara jaksa untuk memuaskan tuntutan agar terpenuhi tuntutan tiga tahun.

Kemudian mungkin banding ini adalah cara jaksa untuk menjaga martabat Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 

"Karena ini adalah kasus menjaga martabat dan wibawa IDI.

Tapi bagi kami ini juga pembelaan hukum bukan semata-mata kepentingan Jerinx, tapi juga pada kebebasan berekpresi," tegasnya. 

Pula dikatakan Gendo, ini adalah pembelaan hukumnya untuk menempatkan martabat IDI.

"Bukan semata mata persoalan dinyatakan oleh IDI, tapi kami lebih ingin menyatakan bahwa pembelaan ini dilakukan untuk menjaga marwah IDI agar mereka juga lebih mengutamakan etik kedokteran dan sumpah kedokteran. Bahwa tidak boleh ada orang atau pasien yang dinomorduakan hanya karena prosedur rapid test.  Bagian itu akan jadi pembelaan kami nanti," ungkapnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved