SMKN 3 Singaraja Gelar Simulasi Pembelajaran Tatap Muka, 50 Siswa Tidak Diizinkan Orangtuanya
Jelang penerapan pembelajaran tatap muka, SMK Negeri 3 Singaraja mulai melakukan simulasi protokol kesehatan, Senin (7/12/2020).
Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Widyartha Suryawan
TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Jelang penerapan pembelajaran tatap muka, SMKNegeri 3 Singaraja mulai melakukan simulasi protokol kesehatan, Senin (7/12/2020).
Simulasi ini akan dilaksanakan selama tujuh hari kedepan.
Kepala SMK Negeri 3 Singaraja, I Nyoman Suastika mengatakan, berdasarkan surat keputusan bersama (SKB) empat menteri, pembelajaran dengan tatap muka di sekolah akan dilaksanakan Januari 2021 mendatang.
Menanggapi keputusan tersebut, pihaknya pun mulai melaksanakan uji coba atau simulasi tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan.
Simulasi ini diikuti oleh seluruh siswa di SMK N 3 Singaraja, namun dibagi dalam dua shift.
Dimana, untuk shift pertama dilaksanakan pada pukul 08.00 wita hingga 10.00 wita.
Sementara untuk shift ke dua, dilaksanakan mulai pukul 10.30 wita, sampai 12.30 wita.
Suastika menegaskan, sebelum melaksanakan uji coba ini, pihaknya terlebih dahulu meminta izin kepada para orangtua siswa.
Hasilnya, dari 2.191 siswa yang ada, hanya 50 siswa yang tidak diizinkan oleh orangtuanya untuk mengikuti simulasi.
"Untuk yang tidak setuju, tidak masalah, tidak dipaksakan. Untuk siswa yang ikut simulasi juga harus dipastikan dalam keadaan sehat," ucapnya.
Dalam simulasi ini, Suastika menyebut, pihaknya telah menyiapkan skema dan sarpras pendukung protokol kesehatan, berupa 100 unit tempat cuci tangan lengkap dengan sabunnya, thermogun, serta pembatas untuk jaga jarak.

Saat siswa masuk ke sekolah, petugas sudah disiapkan untuk melakukan pengecekan suhu dengan thermogun.
Saat masuk ke bengkel atau ruang praktik, siswa selanjutnya diwajibkan cuci tangan, dan jaga jarak. Masing-masing ruang praktik hanya berisi 10 orang siswa.
"Intinya, simulasi ini hanya dilakukan di bengkel, untuk pembelajaran praktik karena tidak bisa diteorikan. Seperti las, bubut, dan memasang LAN. Sesuai aturan itu diperbolehkan, untuk dilakukan secara tatap muka pada zona apapun.
Kebetulan kami sudah selesai melaksanakan ulangan umum. Jadi jelang terima raport, kami isi dengan kegiatan simulasi ini. Nanti setiap hari akan kami evaluasi, agar penerapan protokol kesehatan dapat dilaksanakan semaksimal mungkin sehingga tahun depan saat mulai tatap muka kami sudah siap," jelasnya.
Tidak Saklek
Sebelumnya diberitakan, meski pemerintah telah mempersilakan pembelajaran tatap muka di sekolah mulai tahun depan, Mendikbud Nadiem Makarim memastikan kebijakan tersebut tidak saklek.
Siswa yang tidak diperbolehkan orangtua untuk belajar tatap muka di sekolah, maka pihak sekolah harus tetap memfasilitasi kegiatan pembelajaran jarak jauh ( PJJ) dari rumah.
Demikian disampaikan Nadiem dalam acara "Rakornas Pembukaan Sekolah di Masa Pandemi Covid-19" yang diselenggarakan KPAI secara daring, Senin (30/11/2020).
"Bagi orang tua yang tidak mengizinkan anaknya belajar tatap muka, maka anak tersebut harus tetap difasilitasi pembelajaran jarak jauh (PJJ) oleh pihak sekolah," kata Nadiem, sebagaimana dilansir dari Kompas.com.
Memang, kata Nadiem, pemerintah telah mengeluarkan surat keputusan bersama (SKB) empat menteri pada masa pandemi dengan memberikan izin belajar tatap muka yang bisa dijalankan di Januari 2021.
Adapun SKB empat kementerian tersebut yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Agama.
"Panduan penyelenggaran pembelajaran kami umumkan dari jauh hari agar pemerintah daerah bersiap dan seluruh pemangku kepentingan dapat mendukung pemerintah daerah," tutur Mendikbud.
Meski diperbolehkan, bilang Nadiem, kebijakan belajar tatap muka bukan berarti tanpa syarat yang ketat.
Karena, pemberian izin belajar tatap muka boleh dijalankan, asalkan sudah ada surat rekomendasi dari pemerintah daerah (Pemda) atau kantor wilayah Kementerian Agama, komite sekolah, dan orangtua.
"Tidak harus serentak se-kabupaten/kota, tapi bisa bertahap di tingkat kecamatan, kelurahan, dan desa. Semuanya tergantung pada keputusan pemerintah daerah tersebut," tegas Nadiem.
Tak hanya itu, pihak sekolah pun harus memenuhi daftar periksa penerapan protokol kesehatan, termasuk persetujuan komite sekolah dan perwakilan orangtua.
"Orangtua punya hak penuh, bila tidak diperbolehkan, maka tidak bisa belajar tatap muka di sekolah. Siswa atau sang anak bisa lanjutkan PJJ dari rumah," tegas dia.
Sebelum memberikan rekomendasi, Nadiem memohon agar Pemda mempertimbangkan dengan matang setiap daerah yang ingin membuka belajar tatap muka di awal tahun depan.
"Karena virus Covid-19 masih menyebar dan perlu kita tekan lajunya. Oleh karena itu mari kita bersinergi bersama antara pemerintah pusat, Pemda, orangtua dalam melaksanakan belajar tatap muka secara bijak," tutur Nadiem.
Memang, dia menambahkan, ada berbagai peraturan baru saat belajar tatap muka di sekolah, yakni kapasitas maksimal siswa hanya 50 persen, dari total siswa yang ada di kelas.
"Biasa 36 anak menjadi 16 siswa, aktivitas di luar belajar kelas tidak diperkenankan, tentunya wajib masker dan protokol kesehatan saat belajar tatap muka," pungkas dia. (*)