Serba serbi
Tilem Kanem Persembahkan 1 Sesayut Widyadari untuk Memohon Anugerah agar Terampil
Hari ini, Senin (14/12/2020) merupakan Tilem sasih kanem atau bulan keenam pada sistem kalender Bali.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Hari ini, Senin (14/12/2020) merupakan Tilem sasih kanem atau bulan keenam pada sistem kalender Bali.
Tilem kanem ini juga bertepatan dengan fenomena alam yakni gerhana matahari.
Saat Tilem kanem ini lakukan pemujaan saat malam hari.
Pemujaan dilakukan tengah malam dengan melakukan yoga, atau hening.
Pahalanya adalah segala noda dan dosa yang ada dalam diri teruwat.
Baca juga: April 2021, BRI Dijadwalkan Akan Buka Kantor Cabang di Taipei
Baca juga: Pemerintah Belum Tetapkan Harga Terkait Vaksin Covid-19
Baca juga: Kontrak Kapten Bali United Fadil Sausu Berakhir 31 Desember 2020, Ini Harapannya kepada Manajemen
Menurut Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Putu Eka Guna Yasa, pemujaan kepada gelap atau Tilem itu jelas sekali ditujukan kepada Siwa.
Menurutnya, dalam Jnyana Sidantha disebutkan di dalam matahari ada suci, di dalam suci ada siwa, di dalam siwa ada gelap yang paling gelap.
Hal itulah yang menyebabkan tilem mendapatkan pemuliaan.
Guna mengatakan di daerah Bangli ada Pura Penileman, setiap Tilem dilakukan pemujaan di sana.
Baca juga: Fadil Sausu Harap Home Training Cepat Tuntas, Berharap Jadi Pelatih Bali United Academy
Baca juga: DPP Akan Evaluasi Golkar Bali Terkait Hasil Pilkada di 6 Kabupaten/Kota, PDIP Sebut Bali Tetap Basis
Baca juga: Sepi Tawaran Manggung Atraksi Ular, Ketut Oka Layani Permintaan Tangkap Ular di Pemukiman Warga
"Di Pura Penileman dilakukan pemujaan kepada Siwa, karena ada warga masyarakat yang nunas (meminta) pengidep pati atau sarining taksu jelas sudah Siwa. Bukti arkeologis ada arca Dewa Gana yang merupakan putra Siwa,” katanya.
Sehingga dalam konteks kebudayaan di Bali yang dimuliakan bukan bulan terang saja atau Purnama, tapi gelap yang paling gelap juga dimuliakan.
Sementara itu, dalam buku Sekarura karya IBM Dharma Palguna halaman 9 dikatakan, kepada kita para Guru Kehidupan (dan Guru Kematian) mengajarkan agar menghormati gelap, tidak kurang dari hormat pada terang.
Baca juga: BMKG Beri Peringatan Cuaca Denpasar Senin 14 Desember 2020
Baca juga: Satu Keluarga Asal Kelurahan Kawan Bangli Positif Covid-19, Satu di Antaranya Bayi Berusia 1 Tahun
Hormat pada gelapnya bulan mati (Tilem) tidak kurang dari hormat kita pada terang bulan purnama.
Disebutkan lebih lanjut dalam buku itu pada halaman 10, pembelaan Mpu Tan Akung kepada gelap yaitu gelap tidak harus dihindari atau diusir dengan mengadakan terang buatan.
Tapi dengan memasukinya, menyusupinya, meleburkan diri di dalamnya, atau memasukkannya ke dalam diri.
Saat Tilem atau bulan mati, umat Hindu wajib untuk mengenyahkan segala dosa, noda, dan kekotoran dari dalam diri.
Dalam lontar Sundarigama juga disebutkan.
Mwang tka ning tilem, wenang mupuga lara roga wighna ring sarira, turakna wangi-wangi ring sanggar parhyangan, mwang ring luhur ing aturu, pujakna ring sanggar parhyangan, mwang ring luhur ing aturu, pujakna ring widyadari widyadara, sabhagyan pwa yanana wehana sasayut widyadari 1, minta nugraha ri kawyajnana ning saraja karya, ngastriyana ring pantaraning ratri, yoga meneng, phalanya lukat papa pataka letuh ning sarira.
Artinya:
Pada saat Tilem, wajib menghilangkan segala bentuk dosa, noda, dan kekotoran dalam diri.
Dengan menghaturkan wangi-wangian di sanggar atau di parahyangan, dan di atas tempat tidur, yang dipersembahkan kepada bidadari dan bidadara.
Akan lebih baik jika mempersembahkan 1 buah sesayut widyadari untuk memohon anugerah agar terampil dalam melaksanakan segala aktivitas.
Pemujaan dilakukan tengah malam dengan melakukan yoga, atau hening.
Pahalanya adalah segala noda dan dosa yang ada dalam diri teruwat. (*)