Berita Bali

Harganya Mahal di Bali, Pola Konsumsi Masyarakat Perlu Diperbaiki, Bisa Makan Cabai Rawit Olahan

Situasi ini menyebabkan harga cabai rawit melambung tinggi ketika produksinya mengalami penuruan, terutama saat musim hujan.

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Wema Satya Dinata
Kompas.com
ilustrasi cabai. Harganya Mahal di Bali, Pola Konsumsi Masyarakat Perlu Diperbaiki, Harus Terbiasa Makan Cabai Rawit Olahan 

Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pola konsumsi cabai rawit di tengah masyarakat saat ini dinilai perlu diperbaiki.

 Pasalnya masyarakat belum terbiasa mengonsumsi cabai rawit olahan dan hanya menginginkan cabai segar.

Situasi ini menyebabkan harga cabai rawit melambung tinggi ketika produksinya mengalami penuruan, terutama saat musim hujan.

Namun pada saat produksi cabai rawit melimpah, harganya menjadi turun dikarenakan tidak banyak yang diolah.

Baca juga: Cabai Rawit Mahal pada Awal Tahun Tembus Rp 93 Ribu, Dinas Pertanian Bali: Merupakan Siklus Musiman

"Kita tidak bisa bermain di sektor produksi saja, di sektor konsumsi juga harus perbaiki," kata Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunarta di ruang kerjanya, Selasa (12/1/2021).

Oleh karena itu, Sunarta berkeinginan bisa memperbaiki pola konsumsi masyarakat agar mau mengonsumsi cabai olahan seperti cabai kering, abon cabai dan cabai bubuk.

Pihaknya juga telah memberikan bantuan kepada kelompok wanita tani (KWT) agar bisa bergerak untuk mengolah cabai segar.

Bantuan ini telah diberitakan kepada KWT di wilayah Kintamani, Kabupaten Bangli dan Buleleng.

Namun sayangnya, mereka juga masih kebingungan dalam menjual cabai olahan karena konsumen belum terbiasa mengonsumsi cabai olahan.

"Sedikit sekali (yang mengonsumsi cabai olahan). Masyarakat masih menggunakan cabai segar," terangnya.

Padahal, menurut Sunarta, rasa pedas dalam cabai segar dan cabai olahan sebenarnya sama saja.

Bahkan jika menggunakan cabai olahan justru lebih praktis karena tinggal menguangkan ke dalam makanan.

Hanya saja, penggunaan atau konsumsi cabai olahan di masyarakat belum terbiasa.

Untuk diketahui,  Data produksi cabai rawit tahun 2020 dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali menunjukkan, produksi cabai rawit mulai tinggi dari Maret hingga Oktober.

Baca juga: Harga Cabai Rawit di Denpasar Makin Mahal, Tembus Harga Rp 93 Ribu Perkilogram

 Pada Maret, produksi cabai di Bali mencapai 22.292 kuintal dan turun sedikit ke angka 21.092 kuintal pada bulan berikutnya.

Pada bulan Mei, produksi cabai rawit di Bali pada 2020 mencapai titik tertinggi dibandikan dengan bulan lainnya, yakni mencapai 62.259 kuintal.

Setelah itu produksi cabai menurun menjadi 61.656 kuintal pada Juni, 55.719 kuintal pada bulan Juli dan 22.005 kuintal pada Agustus 2020.

Ketika bulan September, produksi cabai rawit sempat naik di angka 34.142 kuintal dibandingkan dengan Agustus 2020.

Namun produksi cabai rawit kembali turun menjadi 12.968 kuintal pada Oktober 2020.

Kondisi tersebut berbeda dengan saat musim hujan. Pada Januari, produksi cabai rawit hanya mencapai 17.199 kuintal dan bahkan turun ke 6.475 kuintal pada Februari 2020.

Pada November, produksi cabai rawit turun dalam menjadi 9.188 kuintal namun naik ke 13.863 pasa Desember 2020.

Oleh karena itu, saat produksi cabai melimpah, masyarakat bisa mengolahnya menjadi cabai kering, cabai bubuk dan abon cabai sehingga harganya tidak melambung saat produksinya turun.

Tembus Rp 93 Ribu per Kilogram

Seperti diberitakan, salah satu komoditas pertanian, yakni cabai rawit kini harganya sedang melambung tinggi.

Terlebih untuk cabai rawit merah harganya sudah menembus di angka Rp 90an ribu.

Baca juga: Harga Cabai di Karangasem Tembus Angka Rp 85 Ribu Perkilogram

Data Informasi Rata-Rata Harga Bahan Pokok dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Bali Selasa (12/1/2021) menunjukkan, harga cabai rawit merah di sejumlah pasar di Denpasar sangat tinggi.

Di Pasar Nyangelan misalnya, harga cabai rawit tembus di harga Rp 93 ribu, Pasar Kreneng 90 ribu dan Pasar Badung 85 ribu.

Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunarta mengungkapkan, harga cabai rawit yang mahal merupakan siklus tahunan.

Pasalnya setiap awal tahun, harga cabai rawit hampir dipastikan harganya akan naik. Hal ini seiring dengan faktor cuaca, di mana setiap awal tahun memang datang musim hujan.

"Memang pada saat awal-awal tahun cabai (rawit) agak mahal, kenapa? Karena dia (petani) bertanam (cabai rawit) di musim hujan.

Ini kan berat (dan) ada terkena (penyakit) antraknose hingga layu.

Jadi secara nasional polanya juga seperti itu," kata Sunarta di ruang kerjanya, Selasa (12/1/2021).

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved