Serba Serbi

Siwaratrikalpa, Kakawin Tentang Hari Suci Siwaratri Hindu untuk Memuja Dewa Siwa

Hari ini, Selasa (12/1/2021) adalah hari bertepatan dengan rahinan suci umat Hindu yaitu Siwaratri.

Tribun Bali/AA Seri Kusniarti
Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti. 

Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Hari ini, Selasa (12/1/2021) adalah hari bertepatan dengan rahinan suci umat Hindu yaitu Siwaratri.

Ida Rsi BhujanggaWaisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti, dari Gria Bhuwana Dharma Shanti, menjelaskan bahwa Siwaratri adalah malamnya Dewa Siwa.

Malam pertapaan beliau, sebagai satu di antara sinar suci Tuhan yang Maha Esa.

Sesungguhnya perayaan suci untuk memuja Bhatara Siwa atau Dewa Siwa bukanlah saat Siwaratri saja.

Baca juga: Malam Siwaratri, Malam yang Paling Gelap, Jagra Dilakukan 36 Jam

Baca juga: Makna Jagra pada Rahinan Siwaratri dan Hakikat Cerita Lubdaka

Baca juga: Hari Suci Siwaratri di Masa Pandemi, Malam Renungan Umat Hindu Menemukan Makna Lahir Sebagai Manusia

Tetapi juga dilakukan setiap purwani tilem, pada setiap sasih yang juga merupakan payogan Bhatara Siwa.

Namun pada purwani tilem kapitu, merupakan malam hari tergelap di antara malam payogan Bhatara Siwa, sehingga dinamai dengan Maha Siwaratri.

“Makna yang bisa dipetik dari perayaan Siwaratri tersebut, setidaknya umat Hindu dan dunia dapat melakukan introspeksi diri (mulat sarira). "

"Dengan tapa atau pengendalian diri, brata, yoga dan semedi. Bisa dengan menyebut nama beliau dalam mantra Om Namah Siwaya,” jelas Ida rsi, kepada Tribun Bali, Selasa (12/1/2021) di Denpasar.

Malam Siwa ini, kata beliau, merupakan hari yang sangat penting bagi umat Hindu.

Baca juga: 3 Pura di Denpasar Ramai Didatangi Pemedak Saat Malam Siwaratri

Baca juga: Makna Dan Pengertian Hari Raya Siwaratri, Malam Hening Peleburan Dosa

Khususnya Hindu di Bali yang berkonsep pada Siwa Sidhanta.

Pada Kakawin Siwaratrikalpa bait I, dijelaskan bahwa Siwa yang tidak berwujud (niskala), selalu dipuja oleh mereka yang mengharapkan kebahagiaan.

Beliau yang tidak berwujud mengambil tempat di padma hati, yang paling dalam.

Dengan cara kosentrasi pikiran, pemujaan, mantra, dan japa atau mengulang nama beliau termasuk mudra atau gerak tangan.

Kemudian pada Kakawin Siwaratrikalpa bait 37.2, disebutkan bahwa pada malam hari patut melek dan tidak tertidur.

Selalu memuja Dewa Siwa, dalam perwujudan Siwalingga yang bersemayam di alam Siwa.

Didahului dengan memuja Hyang Siwa dan Hyang Gana. Pada malam harinya melakukan yamapat disesuaikan sesuai batas kemampuan.

Sarananya tersurat di Kakawin Siwaratrikalpa bait 37.3, yakni bunga menur kenyeri, gambir, kecubung, waduri putih, asoka, nagasari, tangguli, bakula, kalakma, serta cempaka.

Seroja merah putih biru, dan segala jenis bunga yang harus disiapkan pada saat itu. Utamanya pucuk muda daun bila dan bunga sulasih sebagai sarana pemujaan Hyang Siwa.

Termasuk di bait 37.4, disebutkan segala wangi-wangian, dupa, susu, dan lampu disiapkan pada malam hari itu.

Dengan sajen bubur dicampur susu dan kacang ijo dicampur gula merah.

Itulah antara lain jenis sesajen dilengkapi dengan buah-buahan nasi dan lauk pauk.

Hal ini patut dilaksanakan semalam suntuk, dengan memusatkan pikiran dalam semadi memuja nama beliau. Serta tidak lupa dengan dana punia, yang dijelaskan pada bait 37.6.

Melek atau jagra pada malam hari, adalah tujuan mengendalikan diri pikiran dan hati.

“Bukan dengan main judi, minum minuman keras, atau berlaku yang tidak baik lainnya. Itu bukan makna dari begadang di malam Siwaratri,” tegas beliau.

Sehingga Dewa Siwa melihat ketulusan hati, dan rasa ikhlas dari manusia yang menyembah beliau.

Di sanalah harapan dan cita-cita bisa diwujudkan, yakni cita-cita semua umat Hindu adalah Moksartham Jagat Hita Ya Ca Iti Dharma. Atau kebahagiaan hidup lahir batin dunia akhirat. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved