Penanganan Covid

Vaksinasi Covid-19 Segera Dimulai, Ancaman Pidana 1 Tahun Penjara Jika Menolak Divaksin?

Masyarakat yang menolak vaksinasi Covid-19 dapat dijatuhi hukuman pidana paling lama 1 tahun penjara.

Editor: Widyartha Suryawan
Tribun Bali/Rizal Fanany
Simulasi penyuntikan vaksin Covid-19 Sinovac di RSUD Wangaya, Denpasar, Jumat (8/1/2021). Vaksinasi Covid-19 Segera Dimulai, Ancaman Pidana 1 Tahun Penjara Jika Menolak Divaksin. 

TRIBUN-BALI.COM - Setelah hampir 10 bulan pandemi Covid-19 berlangsung, vaksin virus Corona buatan Sinovac akhirnya akan mulai disuntikan Rabu (13/1/2021) besok.

Presiden Joko Widodo pun direncanakan jadi bagian dari kelompok pertama yang akan disuntikkan vaksin Covid-19.

Seperti diketahui, Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM) telah melakukan tiga kali uji coba dan menyatakan bahwa vaksin Sinovac aman.

Lalu, bagaimana jika ada warga yang menolak untuk divaksin?

Masyarakat yang menolak vaksinasi Covid-19 dapat dijatuhi hukuman pidana paling lama 1 tahun penjara.

Hal itu diungkapkan oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Hiariej.

Edward mengatakan, vaksinasi Covid-19 merupakan bagian dari kewajiban seluruh warga negara untuk mewujudkan kesehatan masyarakat.

"Ketika pertanyaan apakah ada sanksi atau tidak, secara tegas saya mengatakan ada sanksi itu. Mengapa sanksi harus ada? Karena tadi dikatakan, ini merupakan suatu kewajiban," kata Edward dalam webinar yang disiarkan akun YouTube PB IDI sebagaimana dikutip Kompas.com, Sabtu (9/1/2021).

Baca juga: Jelang Vaksinasi Covid-19, Ketua IDI Bali Sebut Dirinya Siap Divaksin, Tapi Usianya Diatas 60 Tahun

Guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada itu mengatakan, ketentuan pidana bagi penolak vaksinasi diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Pasal 93 UU tersebut menyatakan, setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat bisa dipidana dengan penjara paling lama satu tahun dan/atau denda maksimal Rp 100 juta.

Sementara itu, pada pasal 9 UU yang sama, disebutkan bahwa setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan ikut serta dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.

"Jadi ketika kita menyatakan bahwa vaksin ini adalah suatu kewajiban maka secara mutatis mutandis jika ada warga negara yang tidak mau divaksin maka bisa dikenakan sanksi, bisa berupa denda, bisa berupa penjara, bisa juga kedua-duanya," ujar Edward.

Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Badung mengambil vaksin sinovac di Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Jalan Melati, Denpasar, Selasa (12/1/2021). Sebanyak 5.533 vaksin akan di distribusikan di rumah sakit dan puskesmas di Kabupaten Badung.
Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Badung mengambil vaksin sinovac di Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Jalan Melati, Denpasar, Selasa (12/1/2021). Sebanyak 5.533 vaksin akan di distribusikan di rumah sakit dan puskesmas di Kabupaten Badung. (Tribun Bali/Rizal Fanany)

Edward mengatakan, sanksi serupa juga berlaku bagi perbuatan lain yang tidak sesuai kekarantinaan kesehatan seperti tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak.

Akan tetapi, Edward menegaskan, sanksi pidana tersebut bersifat sebagai pilihan terakhir ketika sarana hukum lainnya tidak berfungsi.

Mendurut Edward, jika masyarakat sudah memahami pentingnya vaksinasi Covid-19 bagi kesehatan, upaya paksa dengan menjatuhkan sanksi pidana tidak perlu lagi dilaksanakan.

"Sedapat mungkin sanksi itu adalah jalan terakhir. Apa yang harus diutamakan, bersifat persuasif dan lebih diutamakan lagi adalah sosialisasi dari teman-teman tenaga kesehatan," kata Edward.

Sementara, dalam Pasal 69 UU 31 Tahun 1999 tentang HAM, dinyatakan pula bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, dalam hal ini hak atas kesehatan dengan mengikuti vaksinasi Covid-19.

"Kita hidup dalam masyarakat, di samping ada hak, ada kewajiban. Jadi vaksinasi merupakan kewajiban ini dalam rangka menghormati hak orang lain untuk mendapatkan pemenuhan kesehatan yang layak," kata Edward.

Efikasi 65,3 persen
Sebelumnya, izin penggunaan darurat alias emergency use authorization (EUA) vaksin Covid-19 Sinovac telah dikeluarkan oleh BPOM pada Senin (11/01/2021). 

Kepala BPOM, Penny K Lukito mengatakan, efikasi Sinovac mencapai 65,3 persen.

"Sesuai persyaratan WHO di mana efikasi minimal sebesar 50 persen. Angka efikasi 65,3 persen ini menunjukkan harapan bahwa vaksin Sinovac mampu menurunkan kejadian infeksi hingga 65,3 persen," ucap Penny.

"Efikasi adalah estimasi bagaimana nanti efektivitasnya (vaksin). Di atas 50 persen itu sudah ada jaminan, ada harapan vaksin akan menurunkan kejadian penyakit," kata Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM) Penny K Lukito.

Vaksin Sinovac yang telah diuji coba tahap ketiga di Bandung telah memenuhi standar keamanan yang disyaratkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Hal itu disampaikannya dalam konferensi pers pengumuman pemberian izin penggunaan darurat vaksin atau emergency use authorization (EUA) yang digelar pada Senin (11/1/2021).

Baca juga: Presiden Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bisa Ditonton Live Streaming

"Pertama, hasil evaluasi terhadap data dukung keamanan yang diperoleh dari studi klinis fase ketiga di Indonesia, Brasil, dan Turki secara keseluruhan aman dengan kejadian efek samping ringan hingga sedang," ujar Penny dalam konferensi pers secara virtual itu.

Jika di Indonesia 65,3 persen, hasil uji klinis di Brasil sebesar 91,25 persen, dan 78 persen berdasarkan uji klinis di Turki.

Uji klinis ini dilakukan sebanyak 3 fase yang dilakukan di Bandung, Jawa Barat.

"Badan POM pemberian persetujuan emergency use authorization (EUA) untuk vaksin pertama kali kepada vaksin coronaVac produksi Sinovac," kata Penny, Senin (11/1/2021).

Muncul efek samping ringan
Efek samping yang dimaksud antara lain nyeri, iritasi, serta pembengkakan yang tidak bahaya dan dapat pulih kembali keesokan harinya.

Kedua, berdasarkan hasil evaluasi khasiat, vaksin Sinovac sudah mampu membentuk antibodi di dalam tubuh.

Penny menjelaskan, antibodi yang ada sudah dilihat dan mampu membunuh serta menetralkan virus SARS-CoV-2 di dalam tubuh.

Ketiga, dari sisi efikasi vaksin, telah diperoleh persentase sebesar 65,3 persen.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah berencana memulai vaksinasi Covid-19 pada pekan ini.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan, vaksinasi akan digelar mulai Rabu (13/1/2021).

Rencananya, vaksin Covid-19 pertama di Indonsia akan disuntikkan ke Presiden Joko Widodo.

Baca juga: Vaksinasi Covid-19 di Denpasar Mulai Digelar Kamis Mendatang, Diawali dari RSUD Wangaya

"Mengenai vaksinasi, insya Allah, Bapak, Ibu, kita akan mulai di hari Rabu dan akan dimulai oleh Bapak Presiden," kata Budi dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (11/1/2021).

Budi mengatakan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan kabar baik mengenai kehalalan vaksin.

Kemudian, BPOM juga akan menyampaikan kabar baik tentang izin penggunaan darurat vaksin atau emergency use authorization.

"Pemerintah tidak akan mendahului persetujuan dari BPOM karena BPOM adalah badan independen yang secara scientific berhak untuk menentukan apakah vaksin ini layak atau tidak," ujar Budi.

"Jadi sama sekali kita tidak akan melakukan vaksinasi sebelum memang approval dari BPOM itu keluar," tuturnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Wamenkumham: Menolak Vaksinasi Covid-19 Bisa Dipidana dan di Tribunnews.com dengan judul Di Tengah Keraguan Sejumlah Pihak, Berikut Fakta Vaksin Sinovac

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved