Corona di Indonesia

Anda Sudah Divaksin Tapi Masih Positif Covid-19, Simak Penjelasan Dokter Ini

Menurut Ketua Pokja Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Erlina Burhan, kondisi tersebut bisa terjadi karena orang itu telah terjangkit Covid-19.

Editor: DionDBPutra
Tribun Bali/Rizal Fanany
Ilustrasi vaksin Covid-19. 

TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Anda mungkin bertanya mengapa sudah mendapat vaksin tetapi masih positif Covid-19?

Kejadian itu melanda sejumlah orang di Indonesia sejak vaksinasi massal mulai bergulir 13 Januari 2021.

Meskipun jumlahnya tak banyak tetapi tetap saja menimbulkan pertanyaan di tengah masyarakat.

Menurut Ketua Pokja Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan, kondisi tersebut bisa terjadi karena orang itu telah terjangkit Covid-19 sebelum tiba masa pemberian vaksin.

Baca juga: Bupati Sleman Positif Covid-19 Setelah 7 Hari Disuntik Vaksin, Kadis Kesehatan: Kebetulan Saja

Baca juga: Lebih Dari 12.400 Warga Israel Positif Covid-19 Setelah Jalani Vaksinasi

"Sudah divaksin, sudah ada kekebalan, tapi dengan kekebalan yang sedemikian rupa akan tetapi kalau terpapar durasinya cukup lama, frekuensinya cukup sering," kata Erlina dalam konferensi pers hari Sabtu 23 Januari 2021.

Menurut Erlina, karena sudah terjangkit maka kekebalan yang terbentuk tak sanggup menangkal virus corona.

"Viral load atau jumlah virusnya ini banyak maka kekebalannya yang sudah terbentuk itu tidak terlalu mampu (menangkal Covid-19)," katanya.

Menurut Erlina, peluang seseorang terjangkit Covid-19 setelah divaksin tetap ada. Namun peluang itu sangat kecil kemungkinannya.

Erlina menyarankan agar orang yang sudah mendapatkan vaksin Covid-19 untuk tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan.

"Tapi karena ada unsur kekebalan dan ada perlawanan dalam tubuh juga di situ biasanya kalaupun sakit ringan-ringan saja," ujar Erlina.

Ia mengatakan, tidak ada ruginya jika seseorang diberi vaksin Covid-19. Pasalnya, vaksinasi akan bisa mengurangi potensi risiko terpapar Covid-19.

Proses vaksinasi Covid-19 di Indonesia sudah dimulai sejak 13 Januari 2021 lalu. Presiden Joko Widodo menjadi orang yang pertama kali divaksin Covid-19.

Kini proses vaksinasi sudah berlangsung secara bertahap di seluruh penjuru Tanah Air. Vaksin akan diprioritaskan untuk tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam penanganan Covid-19.

Sampai dengan Sabtu 23 Januari 2021 tercatat ada 172.901 tenaga kesehatan yang telah mengakses untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19.

Namun dari total angka tersebut sebanyak 27.000 tenaga kesehatan batal ataupun ditunda penerimaan vaksinasinya.

Batal atau ditundanya pemberian vaksin pada temaga kesehatan itu disebabkan beberapa alasan.

Mulai dari tingginya tekanan darah saat proses screening, penyintas Covid-19 ataupun sedang menyusui.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan ( Menkes ) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, masih ada 11 persen tenaga kesehatan yang belum bisa menjalani vaksinasi Covid-19.

Penyebabnya karena kondisi tekanan darah mereka tinggi saat akan disuntik vaksin.

"Yang 11 persen itu karena darah tinggi. Jadi orang Indonesia itu tidak sehat. Tenaga kesehatannya saja ada yang tidak bisa divaksinasi," ujar Budi dikutip dari acara Vaksin dan Kita.

Acara itu diselenggarakan Komite Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Daerah Jawa Barat, yang ditayangkan kanal YouTube PRMN SuCi, Jumat 22 Januari 2021.

"Saya jadi stress juga. Gara-gara saat mengukur tensi darahnya tinggi. Entah karena dia (tenaga kesehatan) deg-degan karena mau disuntik atau karena apa?" kata Menkes.

Budi menyebut segera menyelesaikan kendala ini. Selain itu, dia pun menyebut ada 4 persen tenaga kesehatan tidak bisa divaksin karena memiliki komorbid (penyakit penyerta).

Namun, menurut dia jumlah empat persen tenaga kesehatan yang memiliki komorbid itu terbilang kecil. Sehingga secara total saat ini ada 15 persen tenaga kesehatan yang tertunda atau ditolak suntik vaksin.

"Sekitar 15 persen tenaga kesehatan itu batal atau tertunda disuntik vaksin. Ini bikin saya sedih," kata dia.

Kapok pakai data Kemenkes

Selain itu, Budi juga mengaku kapok menggunakan data Kemenkes yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Dia pun akan menggunakan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai basis data untuk vaksinasi Covid-19. Alasannya,

KPU baru saja menggelar Pilkada 2020 sehingga data yang ada masih aktual dengan kondisi masyarakat di daerah.

"Saya akan perbaiki strategi vaksinasinya. Supaya tidak salah atau bagaimana. Saya sudah kapok, saya tidak mau lagi memakai data Kemenkes," ujar Budi.

"Saya ambil datanya KPU. Sudahlah itu KPU manual kemarin baru pemilihan (pilkada), itu kayaknya yang paling current (terkini). Ambil data KPU, base-nya untuk masyarakat," tuturnya.

Sebelum menyampaikan hal itu, Budi sempat mengungkapkan pernah diberi data jumlah puskesmas dan rumah sakit (RS) dari pendataan Kemenkes.

Berdasarkan data itu, secara agregat disebutkan jumlah total puskesmas dan RS cukup untuk melaksanakan vaksinasi Covid-19 secara nasional.

"(Disebutkan) RS pemerintah saja, tidak usah melibatkan pemda, tidak usah bikin dengan RS swasta cukup. Ah saya kapok. Saya enggak percaya data nasional," ucap Budi.

Dia lantas menelusuri data sarana kesehatan, mulai dari tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota. Dari penelusuran itu baru terungkap bahwa sarana kesehatan yang ada tidak mencukupi.

"Itu 60 persen, tidak cukup. Karena kalau di Bandung yang RS dan puskesmas penuh (jumlahnya banyak) pasti bisa. Tetapi, begitu di Puncak Jaya, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, baru 3.000 hari atau delapan tahun (vaksinasi selesai)," tegas Budi.

"Jadi sekarang saya sudah lihat by kabupaten/kota strategi vaksinasinya. Maka, kami akan perbaiki stateginya," tuturnya.

Sementara itu, pihak KPU juga mengaku sudah membahas rencana penggunaan daftar pemilih sebagai basis data program vaksinasi Covid-19 bersama Kemenkes.

Menurut Komisioner KPU Viryan Azis, sudah ada sudah satu kali pertemuan dengan Kemenkes terkait pembahasan itu.

"KPU prinsipnya siap mendukung upaya itu. Sudah ada sekali pertemuan daring antara KPU dengan Kemenkes membahas perihal data pemilih," ujar Viryan Jumat 22 Januari 2021.

Artikel ini sudah tayang di Kompas.com berjudul Seseorang Bisa Idap Covid-19 meski Sudah Divaksin, Ini Penjelasan Dokter

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved