Corona di Bali

Kasus Covid-19 Bertambah, Suarjaya Sebut Kondisi Ketersediaan Tempat Tidur di Bali Memprihatinkan

Jika kasus masih naik, sedangkan rumah sakit sudah hampir penuh, maka ditakutkan ada yang tidak bisa tertampung.

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Eviera Paramita Sandi
Pixabay
Update Corona di Bali 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kasus positif Covid-19 di Bali terus bertambah.

Situasi ini mengakibatkan ketersediaan tempat tidur, baik di rumah sakit maupun di tempat isolasi, menipis.

"Kondisi Bali sekarang sudah sangat memprihatikan dari sisi ketersedian tempat tidur, karena kasus naik. Ini sudah cukup rawan ya, riskan ya," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Ketut Suarjaya saat dihubungi, Rabu 3 Februari 2021.

Menurutnya, tingkat hunian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di ruang isolasi sudah mencapai 68 persen.

Sementara BOR di ruang intensive care unit (ICU) rumah sakit telah mencapai 83 persen lebih.

Kronologi Seorang Ibu Tewas Tersambar Petir di Kintamani Bali, Awalnya Menghangatkan Badan

"Ini sudah melampaui titik kritis sebenarnya. Kalau kita biarkan ini, kita tidak paham kalau ini akan berbahaya bagi orang yang kena, ini kalau dia (BOR) penuh rumah sakitnya dan kasusnya naik, mau dibawa ke mana," kata Suarjaya.

Guna mengatasi permasalahan ini, Suarjaya  berharap bisa melakukan berbagai langkah pencegahan sehingga tidak banyak masyarakat yang terjangkit covid-19.

Jika kasus masih naik, sedangkan rumah sakit sudah hampir penuh, maka ditakutkan ada yang tidak bisa tertampung.

Ditangkap Saat Nempel Sabu di Denpasar Bali, Priambodo Pasrah Dihukum Bui Delapan Tahun

"Kalau ini dibiarkan, kasus nambah terus, nanti kalau ada masyarakat yang sakit dan berat itu kan berbahaya. Ini harus menjadi perhatian kita semua," pinta Suarjaya.

Oleh karena itu, pihaknya mengimbau agar masyarakat tidak abai dalam menjalankan protokol kesehatan.

Pasalnya, jika sudah terjangkit Covid-19 sangat berpotensi untuk masuk ke rumah sakit.

Sedangkan situasi rumah sakit saat ini sudah hampir penuh dengan pasien Covid-19.

"Bisa dibayangkan kalau ada yang abai dan masuk rumah sakit atau keluarga masuk rumah sakit, sedangkan rumah sakit sudah penuh mau dibawa ke mana," terang Suarjaya.

Data Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan COVID-19 Provinsi Bali pada Selasa 2 Februari menunjukkan, ada pertambahan kasus terkonfirmasi positif sebanyak 309 orang.

309 orang ini terdiri atas 287 orang melalui transmisi lokal dan 22 orang pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN).

Kemudian ada kasus sembuh sebanyak 372 orang dan 6 orang meninggal dunia.

Jumlah kasus terkonfirmasi positif kumulatif di Bali sudah mencapai 26.866 orang, sembuh 22.707 orang (84,52 persen) dan meninggal dunia 696 orang (2,59 persen).

Kasus aktif per Selasa (2/1/2021) mencapai 3.463 orang (12,89 persen).

Kasus Covid-19 di Pulau Dewata memang merangkak naik sejak beberapa hari terakhir.

Bahkan jumlah peningkatan kasus ini mencapai 542 orang pada 26 Januari 2021 dan 540 sehari berikutnya.

Setelah itu, jumlah penambahan kasus menurun ke 366 pada 28 Januari 2021, namun bertambah lagi menjadi 415 orang pada sehari setelahnya.

Sementara pada 30 Januari 2020 kemarin, Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Bali melaporkan ada penambahan kasus sebanyak 298 orang.

Menyikapi kenaikan kasus ini, Ketua Harian Satgas Penanggulangan COVID-19 Provinsi Bali, Dewa Made Indra mengungkapkan bahwa pihaknya meminta rumah sakit untuk meningkatkan jumlah kapasitas tempat tidur.

"Kalau untuk rumah sakit sudah diambil kebijakan. Pak Kadiskes sudah membuat edaran untuk seluruh rumah sakit pemerintah maupun swasta, untuk menaikkan kapasitas untuk perawatan pasien Covid-19 sebesar 30 persen," kata Ketua Harian Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Provinsi Bali, Dewa Made Indra.

Upaya peningkatan kapasitas tempat tidur di berbagai rumah sakit saat ini sedang berlangsung.

Dikarenakan mengubah ruangan ini butuh proses, ada rumah sakit yang baru bisa meningkatkan kapasitas tempat tidur pasien Covid-19 sebesar 10 persen.

"Mengubah ruang perawatan biasa menjadi ruang perawatan Covid-19 ini membutuhkan proses," kata mantan Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali itu.

Dewa Indra menjelaskan, akibat kasus Covid-19 yang meningkat menyebabkan tekanan ruang isolasi, perawatan dan karantina.

Kasus yang meningkat ini terdiri dari dua jenis, yakni positif bergejala dan tanpa gejala.

Masyarakat yang terjangkit Covid-19 tanpa gejala, sesuai kebijakan Gubernur Bali, harus dikarantina.

Berkaitan dengan adanya kebijakan tersebut, selain meningkatkan kapasitas tempat tidur di rumah sakit, tempat karantina juga terus berupaya dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.

Hingga saat ini sudah terdapat 17 hotel di Bali yang dipakai sebagai tempat karantina pasien Covid-19 tanpa gejala.

"Untuk yang positif tanpa gejala kita sudah tambah hotel terus. Sampai Bali Beach sudah kita pakai, Prime Plaza sudah, Inna Kuta juga," tuturnya.

Meski jumlah tempat isolasi dan tempat tidur rumah sakit pasien Covid-19 terus mengalami perkembangan, Dewa Indra mengaku tak ingin menambahnya secara terus-menerus.

Menurutnya, hal yang lebih penting untuk dilakukan yakni bekerja sama untuk menurunkan kasusnya.

"Siapa yang harus menurunkan kasusnya, ya masyarakat. Dengan jalan apa? Ya disipilin menerapkan 3M kemudian mengurangi aktivitas yang mengurangi kerumunan-kerumunan orang banyak," pintanya.

Terlebih saat ini kasus Covid-19 di Bali sudah berasal dari klaster keluarga.

Klaster keluarga ini sangat erat kaitannya dengan aktivitas ekonomi dan sosial budaya.

Berkaitan dengan dua penyebab tersebut, dilakukan berbagai pembatasan sesuai dengan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 02 tahun 2021 tentang Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dalam Tatanan Kehidipan Era Baru Provinsi Bali.

Sesuai dengan surat edaran itu, dilakukan pembatasan pelayanan maksimal sebanyak 25 persen dari kapasitas yang ada, kecuali untuk pelayanan pesan online.

"Itu (pesan online) boleh, kan tidak menimbulkan kerumunan, sampai malam juga boleh," kata Dewa Indra.

Selain itu, dilakukan pula pembatasan mengenai durasi operasional, yakni maksimal hingga pukul 20.00 Wita harus sudah selesai.

Pembatasan juga dilakukan dalam aktivitas sosial budaya, yakni dengan membatasi jumlah peserta dan durasi waktu. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved