Serba Serbi
Barong dan Rangda di Bali, Ini Kisah dan Makna Dibalik Perwujudannya
Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti, menelaah apa makna dan arti dari adanya barong dan rangda di Bali.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Wartawan Tribun Bali Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti, menelaah apa makna dan arti dari adanya barong dan rangda di Bali.
Sebab hampir di setiap sudut Pulau Dewata, ada barong dan rangda ini. Baik sebagai tarian seni pertunjukan, ataupun sebagai sesuhuhan di pura-pura.
"Ada beberapa versi tentang barong dan rangda ini, salah satunya dalam lontar Kuntisraya," jelas pensiunan dosen ini kepada Tribun Bali, Senin 8 Februari 2021.
Pembina dan pendiri Pasraman Bhuwana Dharma Shanti ini menjelaskan, kisah tersebut adalah tentang Dewa Siwa.
• Kakek Penari Rangda Minta Maaf, Jenazah IGNEP Diaben di Kuburan Desa Adat Tuka Bali
Diceritakan bahwa Dewa Siwa ingin menguji kesetiaan dari Dewi Parwati (istri beliau).
Maka Dewa Siwa berpura-pura sakit, dan memerlukan obat dari empehan (susu) lembu putih.
Untuk menguji kesetiaan Dewi Parwati, maka Dewa Siwa menyuruh istrinya mencari empehan lembu putih tersebut.
"Karena kesetiaan Dewi Parwati terhadap Dewa Siwa, maka berangkatlah beliau mencari empehan. Nah saat Dewi Parwati berangkat, maka Dewa Siwa merubah diri beliau menjadi bocah angon (rare angon) untuk menguji kesetiaan Dewi Parwati di sana," jelas beliau.
Rare angon ini, kata Ida, berpura-pura sedang mengembalakan lembu putih di sebuah hutan.
Diceritakan bahwa Dewi Parwati sudah keliling mencari empehan lembu putih, namun beliau tidak menemukannya.
Ketika beliau melintasi sebuah hutan, maka ketemulah dengan rare angon yang sedang mengembalakan lembu putih tersebut.
Merasa menemukan apa yang akan dicari, Dewi Parwati lalu bertanya dan memohon kepada rare angon, agar diberikan sedikit empehan lembu putihnya.
Namun sang rare angon tidak mau memberikan. Walaupun Dewi Parwati memohon dengan bayaran termahal agar diberikan empehan itu.
Rare angon ini tetap bertahan kukuh, tidak mau memberikan dengan alasan bahwa ia tidak menjual empehan.
• Padukan Seni Tari, Tabuh dan Pedalangan, Seniman Denpasar Mengangkat Kisah Barong Swari
Rasanya sudah tidak ada harapan lagi, padahal empehan harus segera didapat agar Dewa Siwa cepat sembuh.
Maka dengan bujuk rayu, Dewi Parwati berupaya agar mendapat empehan, namun juga tidak mempan. Karena sang rare angon tetap bertahan pada pendiriannya.
Sampai muncullah ide, bahwa rare angon mau memberikan empehan asalkan Dewi Parwati mau diajak tidur oleh rare angon.
"Dewi Parwati menolak dan mengatakan dirinya adalah seorang dewi, namun rare angon tetap bertahan walaupun berhadapan dengan dewi," sebut beliau.
Karena empehan itu, sangat diperlukan demi kesembuhan Dewa Siwa, maka dengan terpaksa Dewi Parwati mau melayani sang rare angon.
Kisah berlanjut, setelah mendapat empehan, maka Dewi Parwati menghadap Dewa Siwa untuk menghaturkan obat tersebut.
Namun ketika empehan itu dihaturkan, maka Dewa Siwa menolak dan menyebutkan bahwa obat itu ternoda.
Dewi Parwati pun menyangkal, maka Dewa Siwa memanggil anak beliau yaitu Dewa Ghana untuk mengecek keberadaan sebenarnya tentang Dewi Parwati saat mencari obat.
Dewa Ghana pun melalui kekuatan tenungnya menceritakan kisah perjalanan Dewi Parwati, sampai beliau mendapatkan obat dengan imbalan tidur dengan rare angon.
Dengan diketahuinya hal tersebut oleh Dewa Ghana, maka marahlah Dewi Parwati.
Kemudian dengan mengeluarkan api kemarahannya, sehingga lontar tenung Dewa Ghana sebagian terbakar.
• WIKI BALI - Cokorde Gde Raka Bawa, Penari Barong Dari Gianyar Yang Tampil Hingga Luar Negeri
Itulah sebabnya sampai sekarang dipercaya bahwa "tenung" atau ramalan tidak akan pernah tepat 100 persen tepat karena sebagian telah hilang terbakar.
Dengan kemarahan Dewi Parwati itu, maka Dewa Siwa pun juga marah terhadap Dewi Parwati dan mengutuknya menjadi Dewi Durgha (berwujud raksasa yang menyeramkan) dan diberikan tempat atau berstana di Setra Gandamayit.
"Maka dari itu Dewi Durgha perwujudannya dikenal dengan rangda. Disitu juga Dewa Siwa mengatakan kelak akan ada waktunya Dewi Durgha kembali berubah wujud menjadi Dewi Parwati (dewi yang cantik) apabila ada yang menyupatnya," tegas Ida rsi.
Bertahun-tahun kisah berlanjut, saat Panca Pandawa mengalami pembuangan. Ketika sang Pandawa melintasi daerah kekuasaan Dewi Durgha.
Maka Dewi Durgha marah dan meminta salah satu dari anggota Panca Pandawa harus dikorbankan.
Kala itu yang terpilih adalah salah satu dari anggota Panca Pandawa yang bernama Sahadewa yang mau menjadi korban.
"Nah ketika Sahadewa mau dikorbankan oleh Dewi Durgha, maka Dewa Siwa merasuki Sahadewa, sehingga Sahadewa berubah wujud menjadi barong (banaspati)," jelas ida.
Banaspati tersebut adalah perwujudan dari Dewa Siwa. Sehingga terjadi peperangan antara rangda dan barong, dan berakhir dengan kekalahan rangda (Durgha).
Pada akhirnya berubah wujud Durgha menjadi Dewi Parwati, karena telah disomia.
Dari cerita ini, ida rsi menjelaskan bahwa makna tarian rangda adalah simbol kekuatan hal-hal negatif yang ingin menguasai alam ini.
"Rangda harus menari dengan barong, sebagai simbol menetralisir hal-hal negatif agar menjadi hal positif," ucap mantan jurnalis ini. Sebab rangda adalah simbol negatif dan barong adalah simbol positif, rwabineda.
"Tarian itu simbol berpadunya hal negatif dengan positif, sehingga hal positif yang akhirnya menang," tegas ida rsi.
Di sisi lain, ada makna kesetiaan di dalamnya. Ujicoba kesetiaan yang dilakukan Dewa Siwa, serta ujian kejujuran, yang pasti akan ketemu hasilnya.
Terakhir adalah makna tarian ini sebagai simbol nyomya atau mengubah kejahatan menjadi kebaikan. (*)