Berita Bali

Jumlah Penduduk Miskin di Bali Bertambah 31,73 Ribu Orang dalam 6 Bulan, Covid-19 Faktor Pertama

Jumlah penduduk miskin di perkotaan dan pedesaan di Bali meningkat selama Pandemi Covid-19. Padahal pada Maret 2020 angkanya sekitar 165,19 ribu orang

Penulis: Karsiani Putri | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
Tribun Bali/Karsiani Putri
Kepala BPS Provinsi Bali, Hanif Yahya. Angka kemiskinan di Bali bertambah 31,73 ribu orang dalam kurun waktu enam bulan. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Jumlah penduduk miskin di perkotaan dan pedesaan di Bali meningkat selama Pandemi Covid-19.

Seperti disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Hanif Yahya, jumlah penduduk miskin di Bali pada bulan September 2020 tercatat sekitar 196,92 ribu orang.

Padahal pada Maret 2020 angkanya sekitar 165,19 ribu orang.

Ini berarti dalam kurun waktu enam bulan, angka kemiskinan bertambah 31,73 ribu orang.

Atau dalam persentase, penduduk miskin di Bali pada September 2020 tercatat sebesar 4,45 persen, naik 0,67 persen poin dibandingkan dengan posisi Maret 2020 yang tercatat sebesar 3,78 persen.

Hanif Yahya menjelaskan, selama periode Maret hingga September 2020, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan tercatat mengalami peningkatan dari 3,33 persen pada Maret 2020 menjadi 4,04 persen pada September 2020.

Hal yang sama juga terjadi di daerah pedesaan, tercatat persentase penduduk miskin mengalami peningkatan dari 4,78 persen pada Maret 2020 menjadi 5,40 persen pada September 2020.

“Sedangkan untuk garis kemiskinan tercatat naik sekitar 1,94 persen, dari Rp 429.834,00 per kapita per bulan pada Maret 2020 menjadi Rp 438.167,00 per kapita per bulan pada September 2020,” ungkapnya dalam acara press release yang digelar secara virtual melalui YouTube Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Rabu 17 Februari 2021.

Baca juga: Angka Kemiskinan di Buleleng Bali Bertambah 0.13 Persen

Sementara itu, untuk Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Bali pada September 2020 tercatat sebesar 0,610, naik sebesar 0,086 poin dibandingkan Maret 2020.

Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) naik 0,02 poin dari 0,103 pada Maret 2020 menjadi 0,123 pada September 2020.

"Ketimpangan pendapatan di Bali yang digambarkan dengan Gini Ratio tidak mengalami perubahan dari kondisi Maret 2020, tercatat sebesar 0,369 pada September 2020," ujarnya.

Dalam acara tersebut Hanif Yahya menuturkan bahwa metodologi penghitungan kemiskinan yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik, yaitu dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar atau basic needs approach.

Dan dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan.

Menurutnya, Garis kemiskinan itu sendiri dibedakan menjadi makanan dan bukan makanan.

"Garis Kemiskinan Makanan adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilo kalori per kapita per hari. Sedangkan untuk Garis Kemiskinan Bukan Makanan adalah nilai minimum pengeluaran untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok bukan makanan lainnya," ujarnya.

Sedangkan pengertian Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.

"Perlu diketahui juga bahwa metode ini merujuk pada manual book World Bank dan sudah digunakan oleh BPS sejak tahun 1976 kemudian disempurnakan pada tahun 1998 supaya hasil penghitungan konsisten dan terbanding dari waktu ke waktu atau pun kita sebut dengan apple to apple," sebutnya.

Baca juga: Persentase Penduduk Miskin di Bali September 2020 Tercatat Sebesar 4,45 Persen

Hanif Yahya juga memaparkan bahwa adapun beberapa faktor yang terkait dengan Tingkat Kemiskinan di Bali September 2020.

Faktor pertama adalah pandemi Covid-19 yang berdampak pada perilaku, aktivitas ekonomi, dan pendapatan penduduk sehingga berdampak pada penambahan orang miskin.

Faktor selanjutnya adalah sektor pariwisata terpukul, dimana Bali yang perekonomiannya bertumpu pada sektor pariwisata sangat terpukul dengan adanya wabah Covid-19.

Banyak pekerja terkena PHK yang berimbas pada semakin sulitnya masyarakat bahwa memperoleh pendapatan.

Faktor ketiga adalah pertumbuhan ekonomi triwulan III 2020 terkontraksi.

Pertumbuhan ekonomi Y O Y pada Triwulan III 2020 mengalami kontraksi sebesar -12,28 persen sementara pertumbuhan ekonomi Q to Q tercatat tumbuh sebesar 1,66 persen.

Faktor keempat terkait dengan tingkat kemiskinan di Bali September 2020 ini adalah pertumbuhan konsumsi rumah tangga terkontraksi.

Pengeluaran konsumsi rumah tangga pada September 2020 secara Y o Y terkontraksi sebesar -4,82 persen meskipun demikian secara Q to Q tumbuh sebesar 1,87.

Faktor selanjutnya adalah Inflasi.

Nilai Inflasi kumulatif Maret 2020 ke September 2020 tercatat mengalami deflasi sebesar -1,08.

Hal ini sejalan dengan kondisi inflasi bulanan di Denpasar yang tercatat mengalami deflasi sebesar -0,16 pada kondisi September 2020.

Kemudian faktor selanjutnya adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang dimana TPT Provinsi Bali pada Agustus 2020 tercatat sebesar 5,63 persen mengalami kenaikan cukup tinggi jika dibandingkan kondisi Februari 2020 yang tercatat sebesar 1,21 persen.

Lalu faktor selanjutnya adalah Nilai Tukar Petani (NTP) yang dimana NTP pada September 2020 tercatat sebesar 93,60, selain angka tersebut masih dibawah 100, angka ini juga lebih rendah dari kondisi Maret 2020 yang tercatat sebesar 97,10.

Dan faktor terakhir menurut Hanif Yahya adalah Bantuan Sosial Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Daerah sangat membantu penduduk pada masa pandemi terutama penduduk pada lapisan bawah. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved