Corona di Dunia
Vatikan Peringatkan Karyawan yang Tolak Vaksin Covid-19 Bisa Kehilangan Pekerjaan
Kardinal Bertello mengatakan, melakukan vaksinasi Covid-19 adalah pilihan bertanggungjawab karena tidak ada risiko yang membahayakan orang lain.
Khususnya untuk memperluas kapasitas produksi dan distribusi, serta meningkatkan akses, termasuk ke populasi yang terpinggirkan.
Presiden Joe Biden telah bergabung kembali dengan WHO. Blinken juga mengumumkan pada akhir Februari AS akan membayar lebih dari 200 juta dollar AS (Rp 2,8 triliun).
Uang itu merupakan kewajiban sesuai ketentuan PBB, dalam upaya mereformasi hubungan dengan Washington.
Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, mengkritik tumbuhnya kesenjangan imunitas dan menyerukan dunia untuk bersatu menolak nasionalisme vaksin.
Beijing juga mempromosikan distribusi vaksin yang adil dan merata. Khususnya, membuat vaksin covid-19 dapat diakses dan terjangkau untuk dikembangkan negara, termasuk yang berkonflik ”.
Atas permintaan WHO, katanya, China akan menyumbangkan 10 juta dosis vaksin untuk Covax pada tahap awal.
China telah menyumbangkan vaksin kepada 53 negara berkembang termasuk Somalia, Irak, Sudan Selatan dan Palestina, yang merupakan negara diawasi PBB.
Menurutnya, negeri Tirai Bambu a telah mengekspor vaksin ke 22 negara. Selain itu juga meluncurkan kerja sama penelitian dan pengembangan vaksin Covid-19, dengan lebih dari 10 negara.
Sementara Menteri Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar, juga menyerukan agar negara-negara menghentikan "nasionalisme vaksin" dan dorongan untuk internasionalisme.
“Menimbun dosis yang berlebihan akan menggagalkan upaya kita untuk mencapai keamanan kesehatan kolektif,” dia memperingatkan.
Jaishankar mengungkapkan ada dua vaksin, termasuk satu yang dikembangkan di India, telah diberikan otorisasi darurat di negaranya. Sebanyak 30 kandidat vaksin sedang dalam berbagai tahap pengembangan.
Dia mengumumkan telah memberikan 200.000 dosis vaksin Covid-19 untuk sekitar 90.000 pasukan perdamaian PBB yang bertugas di lusinan titik konflik di seluruh dunia.
Menteri Luar Negeri Meksiko, Marcelo Ebrard, yang juga menjadi Presiden Komunitas Amerika Latin dan Karibia, menyerukan untuk mempercepat Covax dan menghentikan penimbunan yang tidak semestinya dan monopoli vaksin.
Dia mendesak agar prioritas diberikan kepada negara-negara dengan sumber daya terbatas.
Sebab realita menunjukkan negara-negara ini tidak akan memiliki akses luas ke vaksin bahkan sampai pertengahan 2023, jika tren saat ini terus berlanjut.