Ramadan

Megibung, Tradisi Unik Masyarakat Karangasem Bali Untuk Sambut Bulan Suci Ramadhan

Tradisi megibung berasal dari kata 'gibung' yang berarti saling berbagi antara satu dengan yang lainnya.

Editor: Noviana Windri
Tribun Bali/Rizal Fanany
sejumlah anak-anak menyantap hidangan berbuka puasa dalam tradisi megibung saat bulan Ramadan di Masjid Al-Muhajirin, Kampung Islam Kepaon, Denpasar, Rabu (15/5/2019). 

Sebelum melakukan tradisi megibun juga terdapat etika yang harus dipenuhi oleh semua masyarakat.

Di antaranya yaitu mencuci tangansebelum makan dan tidak boleh menjatuhkan sisa makanan dari suapan saat sedang makan.

Kemudian tidak boleh mengambil makanan yang ada di sebelah, dan apabila ada warga yang sudah kenyang maka tidak diperbolehkan meninggalkan tempat atau meninggalkan temannya.

Baca juga: Rekomendasi 6 Makanan Terbaik Untuk Menu Buka Puasa Ramadhan

Baca juga: Puasa Ramadan di Tengah Pandemi Covid-19, Ikuti 4 Tips Ini Agar Puasa Lancar Sampai Berbuka

Tradisi megibung di Masjid Al-Muhajirin, kampung islam Kepaon, Denpasar. Sabtu (27/6/2015). Megibung merupakan tradisi makan bersama dibulan ramadhan setiap sepuluh hari dengan menyelesaikan 30 juzz Al-Qur'an.(Tribun Bali/Rizal Fanany)
Tradisi megibung di Masjid Al-Muhajirin, kampung islam Kepaon, Denpasar. Sabtu (27/6/2015). Megibung merupakan tradisi makan bersama dibulan ramadhan setiap sepuluh hari dengan menyelesaikan 30 juzz Al-Qur'an.(Tribun Bali/Rizal Fanany) (tribun bali)

Selain itu, hal unik dalam tradisi megibung juga dapat dilihat dari penyediaan minum yang ditaruh dalam kendi tanah liat.

Cara meminumnya harus diteguk dari ujung kendi sehingga bibir tidak menyentuh kendi.

Cara minum seperi ini dikenal warga sekitar dengan istilah nyeret.

Namun seiring berjalannya waktu, tradisi minum dalam kendi ini diganti dengan air mineral kemasan.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved